7 Risiko Jarak Hamil Terlalu Dekat, Harus Tahu!

- Kelahiran prematur
- BBLR karena nutrisi terbagi
- SGA dan solusio plasenta risiko tinggi
Kehamilan berjarak terlalu dekat, biasanya kurang dari 18-24 bulan setelah kelahiran sebelumnya, menyisakan risiko kesehatan serius bagi mama dan bayi. Karena, tubuh membutuhkan waktu pemulihan fisik dan nutrisi setelah persalinan, termasuk pengembalian cadangan zat besi, folat, serta pemulihan rahim dan sistem hormonal.
Berbagai studi besar dari organisasi kesehatan dunia, seperti WHO dan Mayo Clinic, merekomendasikan jeda optimal minimal 18-24 bulan antar kehamilan untuk mengurangi risiko komplikasi seperti kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, anemia, dan ruptur uteri.
Khususnya bagi mama yang sebelumnya menjalani operasi caesar, risiko ruptur uteri meningkat drastis jika jarak kehamilan kurang dari 18 bulan. Masalah mental seperti depresi pascapersalinan juga lebih berpotensi terjadi karena beban fisik dan emosi yang menumpuk.
Berikut ini, Popmama.com telah merangkum 7 risiko jarak hamil terlalu dekat. Yuk, simak penjelasan selengkapnya di bawah ini, Ma!
1. Kelahiran prematur

Jarak hamil sangat dekat (kurang dari 6-18 bulan) meningkatkan risiko bayi lahir prematur, sebelum 37 minggu kehamilan. Bayi prematur lebih rentan mengalami masalah pernapasan, anemia, infeksi, dan memerlukan perawatan intensif di rumah sakit.
Pemulihan rahim dan sistem hormon belum sepenuhnya, sehingga memicu kontraksi dini serta persalinan yang terburu-buru tanpa kesiapan optimal tubuh mama.
2. Berat badan lahir rendah (BBLR)

Bayi yang lahir kurang dari 2,5 kg berisiko tinggi mengalami gangguan imunitas dan tumbuh kembang. Beberapa studi dari PubMed juga menunjukkan bahwa bayi dengan BBLR 20 kali lebih mungkin meninggal pada tahun pertama kehidupan.
Asupan nutrisi mama secara bersamaan terbagi antara menyusui anak sebelumnya dan kehamilan baru, tak cukup untuk memenuhi kebutuhan janin, sehingga BBLR menjadi umum.
3. Small for gestational age (SGA)

SGA terjadi ketika berat bayi jauh lebih kecil dibanding usia kehamilannya. Bayi SGA memiliki risiko gangguan perkembangan dan rentan terkena penyakit kronis kelak.
Kondisi ini dipicu oleh nutrisi yang belum pulih dan suplai darah oksigen ke plasenta yang terbatas akibat tubuh masih dalam fase pemulihan persalinan sebelumnya.
4. Solusio plasenta

Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum lahir, menyebabkan perdarahan hebat dan risiko kematian janin atau Mama tentunya.
Tubuh mama belum siap sepenuhnya untuk membentuk plasenta baru yang optimal, sehingga strukturnya lemah dan mudah terlepas secara prematur.
5. Anemia

Kekurangan zat besi umum terjadi karena tubuh belum memulihkan cadangan nutrisi setelah hamil dan menyusui sebelumnya.
Anemia menyebabkan kelelahan ekstrem, kesulitan menyusui, postpartum depression, dan bahkan meningkatkan kebutuhan transfusi darah saat persalinan.
6. Ruptur uteri

Bekas luka operasi caesar rentan robek jika kehamilan baru dimulai terlalu cepat, kurang dari 18 bulan dengan risiko 2–3 kali lebih tinggi untuk ruptur rahim.
Ruptur uteri adalah kondisi gawat darurat yang bisa menyebabkan perdarahan masif, kerusakan organ, atau kematian mama dan bayi bila tidak ditangani dengan cepat.
7. Masalah kesehatan mental

Jarak kehamilan terlalu dekat dapat memicu depresi pascapersalinan karena beban fisik, hormon yang belum stabil, dan tekanan sebagai mama baru lagi.
Masalah mental ini bisa menghambat ikatan emosional dengan bayi baru, mengganggu pola tidur/makan anak, dan berisiko pada gangguan perkembangan anak serta burnout orang tua.
Itu dia, sekilas tentang 7 risiko jarak hamil terlalu dekat. Pastikan memberi jeda kehamilan minimal 18-24 bulan demi kesehatan, ya, Ma!