TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Mengajarkan Anak Menerapkan Anti Radikalisme dan Anti Kekerasan

Akibat maraknya radikalisme, Mama perlu mengajarkan anak cara memberantas kekerasan

Unsplash/Nadine Shaabana

Pada hari Rabu, 7 Desember 2022 telah terjadi aksi pengeboman di Polsek Astaanyar, Bandung yang menghebohkan dan memakan korban meninggal. Kejadian itu diduga dilatarbelakangi oleh bom bunuh diri.

Aksi radikalisme seperti ini tentunya memprihatinkan sekali. Bagaimana seseorang bisa melakukan kekerasan terhadap orang lain dan dirinya sendiri?

Perihal mencegah atau menangkal radikalisme seperti ini perlu diajarkan sejak dini pada anak.

Untuk itu, Popmama.com telah merangkum cara mengajarkan anak untuk menerapkan anti radikalisme dan anti kekerasan. Simak yuk, Ma!

1. Motif penyerangan, bom bunuh diri

Pexels/Kat Wilcox

Seperti yang diketahui, pelaku dari bom Polsek Astaanyar ini menyerang dengan bom bunuh diri. Apa sih yang dimaksud dengan bom bunuh diri?

Bom bunuh diri adalah salah satu bentuk serangan bunuh diri yang dilakukan dengan maksud melukai atau membunuh orang lain yang berada di dekat area pengeboman, sekaligus membunuh dirinya sendiri.

Aksi seperti ini termasuk ke dalam bentuk radikalisme, ingin tahu kenapa?

2. Apa itu radikalisme?

Freepik/macrovector-official

Radikalisme adalah aliran atau suatu paham yang menginginkan perubahan atau pembaruan sosial-politik dengan kekerasan.

Dikutip dari Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara, ada beberapa ciri dari orang yang setuju dengan pemahaman radikalisme:

  1. Intoleran, tidak toleransi terhadap golongan selain golongan mereka
  2. Cenderung fanatik
  3. Eksklusif
  4. Sering menggunakan cara-cara yang anarkis

Kelompok atau seseorang yang radikalis bisa saja menggunakan cara yang sangat ekstrim, seperti bom bunuh diri.

3. Bentuk kekerasan pada diri sendiri dan orang lain

Pexels/Karolina Grabowska Ilustrasi

Ada banyak bentuk kekerasan pada diri sendiri dan orang lain. Kalau dalam konteks radikalisme, bentuk kekerasan pada diri sendiri dan orang lain berupa serangan bunuh diri (suicide attack).

Selain bom bunuh diri, serangan bunuh diri bisa juga berawal dari tabrakan secara sengaja yang dilakukan oleh pelaku penyerangan.

4. Mengapa kita harus menerapkan anti radikalisme?

Pixabay/knerri61

Pemahaman seperti radikalisme ini sangat bertentangan dengan ideologi Pancasila yang merupakan pedoman menjalankan aktivitas bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dari lima sila dalam Pancasila, tidak ada yang mengajarkan kita untuk radikal. Melainkan untuk tetap menghormati satu sama lain, tetap menjaga keadilan dan persatuan, serta taat beribadah kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Maka dari itu, kita perlu menerapkan anti radikalisme dan anti kekerasan.

5. Hal harus dilakukan oleh orangtua

Pexels/Julia M Cameron

Sebagai orangtua, Mama perlu mengajarkan anak tentang bagaimana cara menerapkan anti radikalisme.

Tidak harus menunggu guru Pendidikan Kewarganegaraan (PKN) yang mengajar paham anti radikalisme, tetapi orangtua pun bisa mengedukasi di rumah.

Misalnya dengan mengenalkan anak dengan nilai-nilai positif sebagai berikut:

  • tanamkan rasa cinta dan kasih, serta peduli pada sesama,
  • tanamkan karakter budaya di Indonesia,
  • mengajarkan sila-sila dalam Pancasila sejak dini,
  • berikan ruang untuk anak mendapatkan pendidikan yang layak,
  • menerapkan toleransi dalam kehidupan sehari-hari,
  • biasakan anak menghargai perbedaan, 
  • memberikan kasih sayang pada anak dengan hadir dalam kehidupan anak sehari-hari untuk menjaga hubungan antara anak dan orangtua,
  • mengajarkan anak untuk menerima pendapat orang lain.

6. Melakukan pembinaan keluarga

Pexels/Emma Bauso

Membina keluarga juga penting dalam pencegahan radikalisme.

Dilansir dari Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara, pembinaan keluarga pun harus berhati-hati. Mama perlu melihat apakah pengajar pembinaan mengajarkan perdamaian atau justru kebencian yang bisa menimbulkan paham radikalisme.

Hal itu penting dalam meminimalisir paham radikalisme masuk ke dalam benak anak.

7. Waspada dan jaga jaringan sosial anak

Pexels/Tracy Le Blanc

Di era majunya teknologi, kelompok radikalis ikut memanfaatkan jejaring media sosial dan platform di internet sebagai media perekrutan anggota baru.

Mereka biasanya melakukan kontak di media sosial, lalu mengajak bertemu secara tatap muka (offline), dikutip dari situs Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara.

Maka dari itu, Mama harus tetap menjaga pergaulan anak, juga memantau aktivitas anak di dalam media sosial agar tidak tertular pemahaman radikalisme dan kekerasan-kekerasan lainnya.

Itu tadi cara menerapkan anti radikalisme dan anti kekerasan yang bisa diajarkan kepada anak. Semoga informasi-informasi ini bermanfaat ya.

Baca juga:

The Latest