Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Kenali Tanda Anak Alami Grooming Online dan Cara Mengatasinya

Anak khawatir melihat ponselnya
Pexels/Ron Lach

Di era teknologi yang sudah menyebar luas seperti sekarang, anak-anak sejak dini sudah sangat mudah terpapar dunia digital. Meski kita sebagai orang tua sudah berusaha mengontrol dan berkali-kali memeriksa aktivitas mereka, tetap saja ada saja hal-hal yang terlewat saat kita lengah.

Anak berusia 10 hingga 12 tahun sebenarnya belum seharusnya memiliki akun media sosial. Berdasarkan PP No. 17 Tahun 2025, ada batasan usia dalam mengakses media sosial. Anak di bawah usia 13 tahun hanya diperbolehkan memiliki akun di aplikasi yang memang dirancang khusus untuk anak-anak.

Platform seperti Facebook, Instagram, TikTok, X, dan Snapchat menetapkan usia minimum 13 tahun untuk membuat akun. Namun, banyak anak-anak yang ‘memalsukan’ identitasnya agar bisa memiliki akun sendiri. Mama, harap berhati-hati ya. Batasan usia ini bukan tanpa alasan, karena bermain media sosial membawa risiko besar dan bukan perkara sepele, terutama di ruang digital yang kontennya belum sepenuhnya aman bagi anak-anak.

Pelanggaran aturan usia ini bisa menimbulkan berbagai risiko, salah satunya adalah rawannya terjadinya online grooming. Apa itu online grooming? Online grooming adalah tindakan manipulasi yang dilakukan pelaku untuk membangun hubungan dan kepercayaan dengan korban, biasanya anak-anak atau remaja, dengan tujuan eksploitasi seksual atau pemerasan.

Dalam artikel ini, Popmama.com akan menjelaskan tanda-tanda anak mengalami grooming online dan bagaimana cara mengatasinya. Yuk, baca sampai selesai, Ma!

Perubahan Perilaku pada Anak Tanda Online Grooming

Anak menonton sesuat di ponsel
Pexels/Mikhail Nilov

Salah satu tanda anak mengalami online grooming dapat terlihat dari perubahan perilaku sehari-hari. 

Anak yang mulai terburu-buru menutup aplikasi atau layar ponselnya saat didatangi orang tua biasanya sedang berusaha menyembunyikan sesuatu. 

Selain itu, Mama juga perlu khawatir apabila anak mulai merahasiakan kata sandi ponsel atau akun media sosialnya, yang sebelumnya mungkin mereka bagikan dengan lebih terbuka. 

Tak jarang, mereka menunjukkan rasa gelisah atau cemas ketika ponselnya ingin dipinjam atau diperiksa oleh orang tua. 

Perubahan-perubahan ini bisa menjadi sinyal bahwa ada interaksi yang tidak wajar atau berbahaya terjadi di dunia maya.

Perubahan Emosi dan Sosial yang Disebabkan Online Grooming

Anak membaca chat di ponsel ketika sekolah
Pexels/RDNE Stock Project

Anak yang mengalami online grooming sering menunjukkan perubahan emosi dan sosial yang sangat terlihat. 

Mereka cenderung menjadi lebih tertutup daripada biasanya dan mudah marah atau sensitif tanpa alasan yang jelas. 

Setelah menggunakan media sosial, anak bisa tampak cemas atau gelisah. Seringkali, mereka bermain ‘rahasia-rahasiaan’. Ini bisa menjadi indikasi adanya manipulasi dari pihak lain, bahwa ada hal-hal yang ‘boleh’ dan ‘tidak boleh’ dibagikan kepada orang di luar media sosial, terutama orangtua. 

Tidak jarang anak menerima hadiah dadakan dari orang yang tidak dikenal, yang sebenarnya merupakan taktik pelaku untuk membangun kedekatan. 

Saat ditanya tentang teman-teman online-nya, anak bisa jadi enggan menjawab atau justru menghindar. 

Bahkan, anak mungkin pernah menerima pesan bernada romantis atau seksual dari akun asing, dan menunjukkan rasa takut kehilangan “teman online”-nya. 

Jika tanda-tanda ini terlihat, Mama perlu waspada akan potensi kemungkinan terjadinya online grooming.

Dampak Bila Tidak Segera Terdeteksi

Anak live instagram
Pexels/cottonbro studio

Online grooming yang tidak cepat dikenali bisa membawa dampak yang sangat berbahaya bagi anak. 

Pertama, anak bisa mengalami kerusakan psikologis jangka panjang, seperti gangguan kecemasan, depresi, bahkan trauma. Hal ini terjadi karena mereka merasa dikhianati dan dimanipulasi oleh orang asing yang ia pikir dekat. Mereka bisa mengalami krisis kepercayaan karenanya.

Selain itu, hubungan anak dengan orang tua juga bisa menjadi renggang. Anak mungkin mulai menarik diri, sulit berkomunikasi, dan merahasiakan banyak hal, sehingga kepercayaan antara anak dan orangtua menurun. Ini membuat orangtua sulit untuk mengetahui apa yang sebenarnya sedang dialami anaknya.

Dampak yang lebih serius adalah risiko anak menjadi korban sextortion, yaitu pemerasan dengan motif pelaku mengancam akan menyebarkan konten atau informasi pribadi yang bersifat seksual agar anak menurut pada keinginan pelaku. 

Situasi ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan stres berat dan isolasi sosial bagi anak.

Lebih mengkhawatirkan lagi, anak bisa tanpa sadar terlibat dalam lingkaran eksploitasi seksual online, termasuk menjadi bagian dari distribusi materi Child Sexual Abuse Material (CSAM). Ini merupakan pelanggaran hukum serius dan memiliki konsekuensi yang sangat buruk, baik secara psikologis maupun hukum, bagi korban dan pelaku.

Karena itulah, deteksi dini dan penanganan tepat sangat penting untuk melindungi anak dari risiko-risiko ini serta membantu mereka pulih jika sudah menjadi korban

Cara Membangun Hubungan dengan Anak Apabila Anak Menjadi Korban

Anak melihat ponselnya
Pexels/Katerina Holmes

Jika orangtua curiga anaknya menjadi korban grooming, lebih baik bagi kedua pihak untuk tidak membuat anak merasa seperti sedang diinterogasi. 

Cara yang baik adalah dengan menonton bersama video edukasi terkait topik tersebut agar diskusi terasa lebih natural dan anak merasa ada kesamaan sudut pandang dengan orang tua. 

Selanjutnya, orang tua bisa membagikan pengalaman, bahkan jika perlu dibuatkan cerita analogi, misalnya menceritakan tentang anak teman yang mengalami hal serupa. 

Ini membantu anak merasa tidak sendirian dan lebih nyaman membuka diri. 

Meski ternyata anak tidak terlibat, penting untuk memberi pengertian bahwa masalah seperti ini bisa terjadi pada siapa saja. Anak tidak akan merasa malu dalam menyampaikan permasalahannya dan mereka tidak akan terlampau terus-terusan menyalahkan dirinya sendiri.

Ini juga menjadi momen belajar agar anak tahu bagaimana menghadapi situasi serupa di masa depan dan merasa ada orang tua yang mendukung tanpa menghakimi. 

Jangan langsung menanyakan secara langsung pada anak, tapi coba ajak mereka bicara tentang apakah mereka mengenal teman atau orang lain yang mungkin menghadapi masalah seperti itu. 

Membahas pengalaman pribadi orangtua tentang pernah tertipu atau dimanipulasi juga bisa membuat anak merasa aman dan lebih terbuka.

Melalui pendekatan ini, anak lebih mudah membuka diri, dan meski anak belum mau bercerita, bahasa tubuhnya bisa menjadi petunjuk bagi orang tua untuk memahami perasaannya.

Apa yang Bisa Dilakukan untuk Mencegah Grooming?

Anak berbicara bersama teman-temannya sambil melihat ponsel
Pexels/Kampus Production

Grooming adalah hal yang tidak diinginkan, dan seringkali risiko ini muncul dari lingkungan luar keluarga. 

Meskipun tidak mungkin mencegahnya sepenuhnya, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan agar anak lebih siap menghadapi risiko tersebut. 

Pertama, orang tua perlu aktif mengajak anak berbicara tentang aktivitas mereka, baik di dunia nyata maupun dunia maya, tidak hanya membatasi pembicaraan tentang hal-hal mengenai sekolah saja. 

Orangtua juga harus menjadi contoh dan menentukan batasan dalam keluarga, termasuk topik apa yang boleh dibicarakan dan mana yang tabu.

Membangun kepercayaan sejak dini sangat penting agar anak merasa nyaman datang kepada orangtua dengan segala masalahnya. 

Orangtua juga perlu jujur dengan anak tentang kegagalan dan kesalahan yang pernah mereka alami, agar anak tahu hidup itu tidak selalu sempurna. 

Selain itu, tetapkan batasan yang jelas, misalnya durasi penggunaan media sosial atau siapa yang boleh mereka jadikan teman online, dengan alasan yang transparan dan mudah dipahami oleh anak.

Gunakan fitur kontrol orang tua secara terbuka, jelaskan fungsi dan tujuan pengaturan tersebut agar anak mengerti pentingnya menjaga keamanan digital

Orangtua juga disarankan untuk mengenal platform yang digunakan anak, misalnya dengan membuat akun TikTok sendiri, agar lebih memahami lingkungan digital anak. 

Terakhir, lakukan aktivitas bersama anak secara online, seperti bermain game atau menonton siaran langsung bersama, supaya hubungan tetap dekat dan anak tidak selalu merasa mereka diawasi setiap saat.

Nah, Ma, itulah tanda-tanda anak mengalami grooming online dan bagaimana cara mengatasinya. Setelah membaca ini, yuk kita evaluasi kembali, sejauh mana Mama sudah menjaga komunikasi dengan anak?

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid