Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Ketahui Ego Orangtua yang Dapat Menghancurkan Karakter Anaknya!

Ego Orangtua
Freepik/peoplecreations

Dalam membesarkan anak, setiap orangtua tentu ingin memberikan yang terbaik. Namun tanpa disadari, ada kalanya keinginan orangtua untuk membentuk anak sesuai harapan pribadi justru berubah menjadi sikap egois yang merusak.

Ego orangtua bisa muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari terlalu menuntut anak untuk selalu menjadi yang terbaik, memaksakan cita-cita yang belum tercapai, hingga terlalu mencampuri urusan anak dengan dalih demi kebaikan.

Padahal, sikap-sikap seperti ini bisa menghancurkan karakter anak, membuatnya kehilangan kepercayaan diri, merasa tidak cukup baik, bahkan menjauh dari orangtuanya sendiri.

Di balik niat baik, ada luka yang bisa tertanam dalam. Maka penting bagi Mama untuk mengenali seperti apa bentuk ego yang bisa muncul saat mengasuh anak, serta bagaimana cara mengatasinya agar tidak berdampak buruk pada masa depan si Kecil.

Kali ini Popmama.com akan memberikan informasi seputar ego orangtua yang dapat menghancurkan karakter anaknya. Simak informasinya di bawah ini.

1. Tidak mau mendengarkan pendapat anaknya

Tidak Mau Mendengar Pendapat Anaknya
Youtube.com/Gita Wirjawan

Dokter sekaligus influencer, Dokter Tirta menjelaskan bahwa ego yang dimiliki oleh orangtua dapat membunuh karakter anak-anaknya. Salah satunya adalah, ego untuk tidak mau mendengarkan pendapat atau apa yang dibicarakan oleh Sang Anak.

Dalam sebuah podcast bersama mantan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Gita Wirjawan, Ia pun menceritakan pengalaman saat ia berdebat dengan Papanya.

"Bapak saya pengen beli mobil Grand Livina, saya nolak. Bapak tuh kan hobinya pindah-pindah sering jalan jauh beli yang 2000cc. Debat satu bulan, akhirnya yang dibeli innova. Itu bukti walaupun debatnya sebulan, bapak saya dengerin pendapat saya," kata Dokter Tirta.

Dokter Tirta mengatakan, bahwa kebanyakan anak tidak mau bercerita pada orangtuanya karena ia merasa tidak di dengar dan merasa bahwa ia tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk berbicara.

"Jadi dia menutup skill storytellingnya. Dia gak pernah dikasih chance buat ngomong. Ngomong dikit dibilang 'alah anak kecil tahu apa' atau 'masih kecil, ngapain sih ikut-ikutan omongan orangtua' padahal belum tentu orangtuanya lebih pintar dari anaknya," jelas Dokter Tirta.

2. Terlalu memaksakan harapan

Terlalu Memaksakan Harapan
Freepik/karlyukav

Tak sedikit orangtua yang menaruh harapan besar pada anak-anaknya untuk memenuhi cita-cita yang dulu tidak sempat diraih. Misalnya, orangtua yang dulu gagal menjadi dokter, kemudian memaksa anaknya untuk mengambil jurusan kedokteran tanpa mempertimbangkan minat dan bakat anak.

Memaksakan harapan pribadi adalah bentuk ego yang berbahaya. Anak tumbuh bukan sebagai dirinya sendiri, melainkan sebagai proyek yang harus memenuhi ambisi orangtuanya. Dalam jangka panjang, hal ini bisa membuat anak merasa hidupnya bukan miliknya sendiri, dan ia hanya berperan sebagai pelengkap keberhasilan orang lain.

Setiap anak memiliki jalan dan potensinya masing-masing. Tugas orangtua bukanlah membentuk anak sesuai keinginan pribadi, tetapi mendampingi dan membimbingnya menemukan jalannya sendiri.

3. Meremehkan perasaan anak

Meremehkan Perasaan Anak
Freepik

Kalimat "kamu kayak gitu aja nangis" mungkin terdengar sepele bagi Mama, namun bisa sangat menyakitkan bagi anak. Meremehkan perasaan anak sama dengan menutup ruang bagi anak untuk mengenali dan memahami emosinya sendiri.

Padahal, mengajarkan anak untuk mengenali dan mengekspresikan emosi adalah bagian penting dari tumbuh kembang mental dan karakter anak. Jika sejak kecil anak terbiasa ditekan dan tidak dianggap perasaannya, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang sulit mengekspresikan diri, tidak berani terbuka, dan mungkin kesulitan membangun hubungan sehat dengan orang lain di masa depan.

Orangtua seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak untuk merasakan segala emosi—baik senang, sedih, marah, kecewa, atau takut, tanpa takut dihakimi atau disalahkan.

4. Tidak pernah mau minta maaf ke anak

Tidak Pernah Mau Minta Maaf
Freepik

Banyak orangtua merasa gengsi atau malu untuk mengakui kesalahan di depan anak. Mereka berpikir bahwa jika meminta maaf, maka wibawa sebagai orangtua akan hilang. Padahal justru sebaliknya, sikap ini adalah bentuk ego yang bisa merusak hubungan dan kepercayaan antara anak dan orangtua.

Anak yang tumbuh di lingkungan di mana orangtua tidak pernah meminta maaf akan belajar bahwa mengakui kesalahan adalah hal yang memalukan. Mereka bisa menjadi pribadi yang sulit meminta maaf, tidak mau bertanggung jawab atas kesalahannya sendiri, atau merasa tidak ada contoh yang layak ditiru dalam hal kerendahan hati.

Meminta maaf bukan berarti kalah. Justru, itu menunjukkan bahwa Mama adalah manusia biasa yang bisa berbuat salah dan juga bisa belajar untuk memperbaiki diri. Anak pun akan tumbuh menjadi pribadi yang terbuka, berempati, dan mampu bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri.

5. Membanding-bandingkan anak

Membanding-bandingkan Anak
Freepik

Kalimat seperti, “Lihat tuh si A, ranking satu terus,” atau “Kakakmu aja bisa, masa kamu nggak?” terdengar seperti motivasi, tapi sebenarnya adalah bentuk ego orangtua yang ingin anaknya terlihat sempurna di mata orang lain.

Membandingkan anak dengan orang lain bisa merusak harga diri dan rasa percaya dirinya. Anak akan tumbuh dengan perasaan tidak cukup baik, bahkan bisa mengembangkan rasa iri, dendam, atau persaingan tidak sehat.

Setiap anak unik dan memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dengan terus membandingkan, orangtua seolah menolak menerima keunikan anak dan hanya fokus pada pencapaian yang bisa dibanggakan secara sosial.

Sebagai gantinya, penting bagi Mama untuk selalu memuji usaha anak, bukan hasilnya. Mama juga bisa memberikan dorongan yang sehat berdasarkan kekuatan dan potensi anak sendiri.

Itulah informasi mengenai ego orangtua yang dapat menghancurkan anaknya. Menjadi orangtua bukan hanya soal memberi makan dan tempat tinggal, tetapi juga bagaimana menjadi pendamping yang bijak dalam proses tumbuh kembang anak. Ego yang tidak disadari bisa menjadi batu sandungan dalam membentuk karakter positif anak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid