Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Daddy Issue, Pola Asuh Papa Bisa Memengaruhi Nasib Negara di Masa Depan

Ilustrasi papa dan anak laki-laki
Freepik/ catalyststuff
Intinya sih...
  • Perbandingan pengasuhan antara Hitler, Putin, dan Trump yang mirip. Mereka memiliki masa kecil traumatis dengan ayah otoriter.
  • Narsisme tidak selalu buruk, tapi jangan berlebihan. Ada narsisme konstruktif dan reaktif yang memengaruhi perkembangan kepribadian seseorang.
  • Penyebab narsisme dari lingkup keluarga. Ada lima faktor utama dalam keluarga yang dapat memicu perkembangan narsisme pada anak.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Studi dari Frontiers in Psychology yang diterbitkan pada 21 Mei 2025 lalu berjudul "Child, family, and narcissistic political leadership: a comparison of Hitler, Putin, and Trump" menunjukkan hubungan antara narsistik, trauma keluarga dan pengalaman masa kecil bisa memengaruhi kepemimpinan politik suatu pemimpin negara.

Studi tersebut menerangkan bagaimana sifat-sifat narsisistik Adolf Hitler, Vladimir Putin, dan Donald Trump dapat ditelusuri kembali ke pola umum di masa kanak-kanak dan lingkungan keluarga mereka. Hasil penelitian mengungkapkan kalau ketiganya mengalami bentuk trauma psikologis dan frustrasi selama tahun-tahun, tumbuh dengan ayah otoriter dan ibu yang mendukung secara emosional, dan menunjukkan tanda-tanda narsisme patologis di masa dewasa.

Sebagai informasi, penelitian itu ditulis oleh Yusuf Çifci dari Universitas Muş Alparslan di Türkiye. Tujuannya untuk mengetahui dan mengeksplorasi kondisi anak usia dini dan struktur keluarga berkontribusi pada pengembangan kepemimpinan politik narsisistik di masa dewasa mereka.

Berikut Popmama.com rangkum informasi selengkapnya mengenai benarkah pola asuh papa bisa memengaruhi nasib negara? Ini penjelasannya!

1. Perbandingan pengasuhan antara Hitler, Putin, dan Trump yang mirip

ilustrasi daddy issue
Unsplash/Limor Zellermayer

Penelitian ini berfokus secara khusus pada perbandingan pengasuhan Adolf Hitler, Vladimir Putin, dan Donald Trump untuk mengidentifikasi penyebab dari narsisme. Penelitian psikologis telah lama mengakui hubungan antara narsisme dan kepemimpinan seseorang saat dewasa.

Hasil penelitian menunjukkan beberapa poin kesamaan: Hitler, Putin, dan Trump memiliki masa kecil yang traumatis dan menghabiskan masa kecil mereka dengan ayah yang terlalu otoriter. 

Selain meneliti kesamaan ketiganya, peneliti juga membandingkan perbedaan yang terjadi di masa kecil masing-masing. Dua peneliti dari studi ini juga melihat dampak narsisme yang berefek pada ketiganya memimpin negara lewat keputusan politik mereka.

2. Narsisme tidak selalu buruk, tapi jangan berlebihan

Pexels/Ron Lach
Pexels/Ron Lach

Dalam studi ini menjelaskan kalau tidak semua sifat narsistik itu buruk, melainkan memiliki beberapa jenis. Dalam narsisme konstruktif, seseorang menunjukkan karakteristik narsistik yang tetap sejalan dengan normalitas. Narsisme jenis ini terbentuk ketika seseorang berhasil melewati fase perkembangan narsistik dengan sehat.

Sebaliknya, pada narsisme reaktif, seseorang justru semakin menjauh dari normalitas akibat pengalaman sulit di masa kecil. Narsisme bagaikan pedang bermata dua, begitu studi ini menjelaskan.

Masa-masa awal kehidupan, saat balita, adalah periode penting untuk perkembangan narsisme. Narsisme dalam kadar yang sehat berperan krusial dalam membentuk harga diri dan identitas diri.

Namun, narsisme yang terlalu berlebihan atau justru terlalu rendah bisa mengganggu keseimbangan diri seseorang. Ketidakseimbangan ini dapat menimbulkan masalah pada inti kepribadian individu.

3. Penyebab narsisme dari lingkup keluarga

Ilustrasi ayah dan anak
Pexels/Lisa Fotios

Berdasarkan penelitian, bisa dirangkum ada lima faktor utama dalam keluarga yang dapat memicu perkembangan narsisme:

  • Trauma atau frustrasi yang tidak sesuai usia: Pengalaman traumatis atau tingkat frustrasi yang tidak sesuai dengan usia anak dapat merusak pembentukan rasa percaya diri. Misalnya, seorang anak yang harus menunggu lama untuk makan dan mendapat perlakuan buruk dari ibunya, akan mengalami frustrasi yang tidak sehat dan mungkin traumatis.
  • Anak pengganti (replacement child): Anak yang lahir setelah orangtua kehilangan anak sebelumnya, bisa diperlakukan secara berlebihan sebagai "anak emas" karena orangtua berusaha mengatasi kesedihan mereka. Perlakuan ini membuat anak terpapar emosi yang berlebihan, sehingga menghambat perkembangan narsisme yang sehat.
  • Banyaknya pengasuh (multiple mother syndrome): Tumbuh besar dengan banyak pengasuh yang tidak konsisten bisa menyebabkan ketidakseimbangan emosional pada anak. Ketidakstabilan ini mengganggu perkembangan narsisme mereka.
  • Orangtua pecandu alkohol (alcoholic parent syndrome): Orang tua yang kecanduan alkohol cenderung tidak mampu memberikan perawatan yang memadai. Kurangnya kasih sayang dan perhatian ini dapat memicu sifat narsistik pada anak. Kondisi ini juga bisa disebabkan oleh anggota keluarga lain yang kecanduan alkohol.
  • Orangtua otoriter: Anak yang dibesarkan oleh orang tua yang terlalu otoriter atau bahkan melakukan kekerasan, bisa menjadi narsistik. Perilaku ini membuat mereka merasa tidak berharga, sehingga saat dewasa, mereka mencari kekuasaan, status, dan kekaguman berlebihan untuk mengisi kehampaan batin.

Pada dasarnya, narsisme adalah tahapan perkembangan yang dilewati setiap manusia. Cara dan proses ini dijalani, terutama dalam konteks hubungan dengan keluarga, menentukan apakah seseorang akan memiliki sifat narsistik yang sehat atau tidak. 

Keseimbangan emosional dari orangtua adalah kunci untuk mencegah narsisme yang tidak sehat pada anak.

4. Trauma masa kecil Putin, Hitler dan Trump yang berpengaruh

Papa bicara dengan dan anak
Pexels/ketutsubiyanto

Dari penjelasan peneliti ada beberapa trauma dan latar belakang masa kecil Putin, Hitler dan Trump yang mirip. Misalnya, Hitler pernah mengalami kekerasan fisik harian dari papanya, yang memukulnya dengan sabuk kulit. Putih mengaku dipukul oleh papanya dengan sabuk saat masih balita. Hal ini menunjukkan trauma serupa dengan Hitler, menunjukkan "kemarahan narsistik kronis".

Trump sendiri tidak ada bukti kekerasan fisik, trauma masa kecilnya berasal dari dikirim ke sekolah militer yang ketat pada usia 12 tahun. Pengalaman ini membuatnya merasa "diusir dari surga" dan memicu keinginan untuk membuktikan diri lebih sukses dari papanya.

Hitler, Putin, dan Trump menghabiskan masa kecil mereka dengan ayah yang terlalu otoriter.

5. Implikasi pada kepemimpinan politik ketiganya

Papa dan anak perempuan 3 tahun
Pexels/Matheus Bertelli

Penelitian di akhir menyimpulkan bahwa kepemimpinan narsistik Hitler, Putin, dan Trump berakar dari pengalaman masa kecil mereka. Kepemimpinan mereka menunjukkan karakteristik seperti:

  • Perilaku arogan dan agresif: Sebagai mekanisme pertahanan diri akibat ketidakpuasan masa kecil.
  • Sikap omniscien dan mesianik: Mereka memandang diri mereka sebagai "penyelamat" yang tidak pernah salah, mirip dengan Hitler yang percaya bahwa ia "tahu segalanya."
  • Pencarian kekuasaan dan pengakuan: Usaha mereka untuk membuktikan diri kepada orang tua yang otoriter dan mendapatkan kekaguman berlebihan dari publik.

Selain itu, dalam penelitian ini menegaskan bahwa trauma masa lalu tidak membenarkan tindakan pemimpin seperti Hitler, tetapi penting untuk memahaminya sebagai cara memprediksi kebijakan dan perilaku mereka di masa depan.

Meskipun pengalaman keluarga yang sama tidak serta-merta menghasilkan pemimpin yang sama, kesamaan dalam latar belakang mereka tidak bisa diabaikan.

6. Daddy issue dan pengaruh ke anak saat dewasa

Papa dan anak
Pexels/August de Richelieu

Daddy issue bukan istilah formal untuk diagnosis gangguan psikologi atau mental. Namun, istilah ini kerap menggambarkan dampak dari kualitas hubungan tidak sehat dengan papa di masa kecil.

Tidak selalu karena ayah yang bersikap kasar, tetapi sikap seperti terlalu idealias dan ambisius dengan tekanan berlebih ke anak pun bisa memberikan pengaruh besar hingga anak dewasa. Dikutip dari unggahan @tentanganak_id yang di-review oleh Grace Eugenia Sameve, M.A, M.Psi, Psikolog menyebut dampaknya anak akan terus berusaha: membuktikan diri, mencari pengakuan, mengulang atau justruk menolak jejak papanya.

Dampak daddy issue antara lain:

  • Selalu pengakuan atau kepastian dari orang lain
  • Rasa takut ditelantarkan berlebihan
  • Mengulang pola toxic yang di alami karena sudah terbiasa
  • Menjadi individu yang mudah iri/cemburu

Soal efek dari daddy issue ini juga bisa terlihat dari gaya interaksi sosial sehari-hari termasuk gaya kepemimpinannya.

Ini pula yang dipaparkan studi di atas soal tiga pemimpin dunia dari Hitler, Putin dan Trump. Ketiganya punya masa kecil traumatik yang tidak sembuh dan mirip, sehingga bisa tercermin ke gaya kepemimpinan mereka.

7. Tips menjadi sosok papa terbaik agar anak tidak narsistik berlebihan

ilustrasi keakraban ayah anak
Pexels/Nathan Cowley

Untuk bisa mencegah agar anak punya sifat narsistik berlebihan, berikut hal yang bisa papa usahakan untuk si Kecil:

  • Meluangkan waktu yang menyenangkan bersama
  • Terlibat aktif dalam pendidikan dan pengasuhan anak di rumah
  • Hadir secara penuh untuk anak di kehidupan sehari-harinya
  • Bangun komunikasi efektif
  • Berani dan mampu mengekspresikan emosi
  • Tidak malu meminta maaf
  • Menyelesaikan konflik dengan tegas dan tenang
  • Menjadi contoh dan teladan untuk anak

Itulah tadi informasi mengenai benarkah pola asuh papa pengaruhi nasib negara dan penjelasannya. Semoga membantu!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Kid

See More

Seru! Rayakan Natal dan Tahun Baru yang Meriah Bersama Lippo Malls

04 Des 2025, 18:39 WIBKid