- harus patuh pada aturan,
- belajar berinteraksi dengan banyak orang,
- mengatur perilaku dan emosinya.
Kenapa Anak Santun di Sekolah tapi Meledak Emosi di Rumah?

- Anak menahan emosi di sekolah karena harus mengikuti aturan dan menjaga citra.
- Di rumah, anak merasa aman sehingga berani melepas semua emosi yang tertahan.
- Ledakan emosi di rumah justru tanda hubungan aman dan kepercayaan anak pada orang tua.
Bayangkan saat Mama dan Papa menjalani hari penuh tekanan di kantor. Mama dan Papa tetap berusaha tersenyum, merespons dengan sopan, dan menjaga profesionalitas.
Namun begitu sampai di rumah, tembok pertahanan runtuh! Ingin menangis, mengeluh, atau sekadar diam di kamar untuk memulihkan diri. Mengapa? Karena rumah adalah tempat Mama dan Papa merasa aman untuk jujur terhadap emosi.
Hal ini juga terjadi pada anak.
Di sekolah, anak bisa tampak sangat kooperatif, duduk rapi, mengikuti aturan, bahkan ramah pada semua orang. Namun ketika pulang, tiba-tiba ia mudah tersulut emosi, menangis, marah, atau menjadi sangat rewel. Banyak orang tua jadi bingung dan menganggap ada yang salah dengan perilakunya.
Jadi, kenapa anak santun di sekolah tapi meledak emosi di rumah? Berikut Popmama.com berikan jawabannya!
Di sekolah, anak memakai "topeng sosial"

Reaksi anak yang lebih emosional di rumah adalah hal yang sangat wajar dan merupakan tanda bahwa ia memiliki hubungan emosional yang aman dengan orang tuanya.
Fenomena ini dikenal dalam psikologi sebagai safe place release, kemampuan anak melepaskan emosi hanya pada orang dan tempat yang membuatnya merasa aman.
Di lingkungan sekolah, anak berhadapan dengan tuntutan sosial dan akademis:
Anak menggunakan kontrol diri yang besar karena ia ingin diterima, dihargai, dan tidak ingin mengecewakan guru.
Artinya, sepanjang hari ia menahan emosi, lho Ma!
Rumah sebagai zona aman tanpa tuntutan

Begitu pintu rumah terbuka, anak merasa bisa bernapas.
Di rumah ia tidak sedang “dinilai” atau “diamati”. Ia tahu bahwa di rumah ia tetap disayangi, ia tidak perlu tampil sempurna, dan ia bisa menjadi dirinya sendiri.
Karena merasa aman serta nyaman , ia baru berani mengekspresikan apa pun yang dirasakan, termasuk drama, tangis, dan kemarahan.
Ini bukan kehilangan kendali, melainkan melepaskan apa yang sejak pagi ia tahan.
Mama dan Papa bisa memberikan pengertian serta ruang sendiri bagi anak untuk meregulasi emosinya. Terlebih saat ia sudah memijak usia pra-remaja dan remaja, semangat ya, Ma, Pa!
Safe Place Release hanya dituju kepada orang yang dipercaya

Fenomena ini terjadi karena anak merasa rumah dan orang tuanya adalah tempat paling aman untuk mengeluarkan emosi.
Pesan yang ingin anak sampaikan adalah, “Aku tahu Mama tetap mencintai aku walaupun aku sedang tidak baik-baik saja.”
Maka, ia tidak mengeluarkan emosinya di sekolah, melainkan kepada orang yang paling ia percaya.
Bayangkan sebuah balon yang perlahan diisi udara sepanjang hari:
- harus berbagi,
- harus menunggu giliran,
- harus diam saat ingin bicara,
- harus bersabar meski lelah.
Begitu ia tiba di rumah, balon itu dipegang oleh orang yang paling aman baginya lalu pecah. Bukan karena balonnya jelek, tapi karena terlalu penuh akan udara.
Tanda secure attachment, hubungan emosional yang sehat

Saat anak berani menunjukkan semua emosinya di rumah, itu berarti ia memiliki secure attachment, yakni hubungan aman dan hangat dengan orang tua.
Anak yang memiliki secure attachment akan tumbuh menjadi individu yang:
- mampu mengelola perasaan,
- percaya diri mengambil keputusan,
- punya hubungan interpersonal yang lebih sehat saat dewasa.
Jadi, ledakan emosi di rumah sering kali justru merupakan pujian tersembunyi untuk orang tua.
Bagaimana cara merespons sebagai orang tua?

Alih-alih merespons dengan amarah yang berbalik, ada baiknya Mama dan Papa membiarkan anak menyendiri sebentar serta memberi perhatian penuh. Mama dan Papa juga bisa mencoba gunakan kalimat seperti:
- “Kamu capek ya? Cerita sama Mama kalau sudah siap.”
- “Mama ada di sini, kalau kamu butuh pelukan.”
Anak tidak mencari solusi saat emosinya meledak.
Ia hanya ingin merasa dimengerti.
Perilaku berbeda antara di sekolah dan di rumah bukan tanda kenakalan atau kurang ajar. Justru, itu menunjukkan bahwa anak memandang rumah dan orang tuanya sebagai tempat paling aman untuk membuka diri.
Emosi yang meledak bukanlah bukti kegagalan orang tua, tetapi bukti bahwa anak merasa diterima apa adanya. Sekarang, Mama dan papa lebih memahami kenapa anak santun di sekolah tapi meledak emosi di rumah. Semoga bermanfaat!



















