Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Merokok saat ini menjadi salah satu penyebab utama kematian yang cukup tinggi di dunia. Sayangnya, fakta ini masih belum mengurangi kebiasaan merokok di Indonesia yang kini tercatat sebagai negara dengan pasar rokok terbesar ke-3 di dunia. 

Munculnya rokok elektrik yang dianggap sebagai solusi yang lebih aman bahkan tidak mengurangi risiko kematian akibat rokok. Adanya rokok elektrik ini justru semakin menjaring banyak perokok muda yang berisiko terkena ancaman penyakit baru.

Data dari Global Adult Survey bahkan mengungkapkan perokok usia 15 tahun ke atas meningkat 13 kali lipat dari 480 ribu pada tahun 2011 menjadi 6.6 juta orang pada tahun 2021. Setiap tahunnya, sebanyak 268.614 kematian bahkan disebabkan oleh kebiasaan merokok.

Melihat ancaman rokok yang semakin hari terus membahayakan membuat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia resmi meluncurkan Gerakan Berhenti Merokok pada Rabu (11/6/25) di Kuningan, Jakarta. 

Gerakan ini akan disertai dengan berbagai program, mulai dari pembuatan Undang-Undang, memperluas akses terapi pengganti nikotin atau NRT (Nicotine Replacement Therapy), dan meluncurkan layanan Upaya Berhenti Merokok (UBM).

Yuk simak lebih lanjut informasi seputar Kemenkes luncurkan Gerakan Berhenti Merokok dengan tegas tolak segala bentuk rokok yang telah Popmama.com rangkum berikut ini!

Rokok Elektrik dan Konvensional Sama-Sama Berbahaya

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Rokok elektrik beberapa tahun terakhir banyak diminati karena digadang-gadang menawarkan solusi untuk merokok yang lebih aman dan minim risiko kesehatan. Padahal, kedua jenis rokok ini sama-sama berbahaya, bahkan berpotensi menyebabkan ancaman penyakit baru.

“Banyak yang merasa bahwa rokok elektrik ini lebih aman daripada rokok konvensional. Tetapi fakta-fakta studi yang ada menyatakan juga cukup berbahaya, bahkan banyak risiko bahaya baru yang ditemukan dari rokok,” kata Prof. Dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), Penasehat Pengurus Pusat PDPI dan Direktur RS Persahabatan, Rabu (11/6/25).

Agus mengungkapkan ada tiga hal yang membuktikan bahwa rokok konvensional maupun elektrik sama-sama berbahaya. Rokok elektrik juga mengandung nikotin yang membuat kecanduan dan menyebabkan penyakit kardiovaskuler.

Kemudian rokok elektrik juga terdapat perubahan karsinogen yang menyebabkan kanker, dan rokok jenis ini juga memiliki potensi penyakit paru-paru, seperti asma hingga Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).

Hal tersebut dapat terjadi karena uap yang dihasilkan oleh rokok elektrik mengandung partikel halus, seperti asap hasil pembakaran rokok konvensional. Partikel ini bersifat toksik dan dapat merusak jaringan tubuh.

Kanker Paru-Paru Menempati Urutan ke-3 Terbanyak di Indonesia

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Meskipun banyak himbauan bahaya yang diakibatkan dari merokok, banyak masyarakat yang masih abai akan efek samping dan penyakit yang ditimbulkan. Salah satu risiko kesehatan dari merokok adalah memicu penyakit kanker paru-paru.

Penyakit ini bahkan menempati posisi ke-3 sebagai penyakit yang paling banyak diderita dan mengancam nyawa masyarakat Indonesia. Data dari Globocan mengungkapkan pada tahun 2022 penyakit ini mengakibatkan 242.988 kasus kematian dengan persentase 9.5% dari total kasus kanker.

“Jadi kanker paru ini adalah salah satu penyakit yang paling sering timbul akibat kebiasaan merokok dan berdasarkan studi yang ada dari WHO menyatakan bahwa 85 persen dari penderita kanker paru ini adalah memiliki kebiasaan merokok. Data kami di atas RSUP Persahabatan tahun 2016, 83.6% itu pada laki-laki yang menderita kanker paru di RSUP Persahabatan adalah merokok,” ujar Agus. 

Data tersebut menunjukkan bahwa angka perokok di Indonesia semakin memprihatinkan, bahkan kasus kematian akibat kanker paru-paru juga didominasi oleh kebiasaan merokok.

Melihat hal ini, campaign Upaya Berhenti Merokok semakin digalakkan oleh Kementerian Kesehatan karena bukan hanya merugikan kesehatan pribadi, merokok juga dapat merusak generasi bangsa mengingat perokok muda kini semakin banyak mendominasi.

Jumlah Perokok di Indonesia Didominasi Generasi Muda

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Konsumsi rokok dalam lingkup global sendiri sudah semakin menurun seiring dengan kesadaran akan bahaya dari merokok. Namun hal ini berbanding terbalik di Indonesia karena jumlah perokoknya justru semakin mengalami peningkatan, bahkan semakin didominasi oleh generasi muda.

Perokok aktif di Indonesia sendiri mencapai 68 juta jiwa, sedangkan akibat yang ditimbulkan dari bahaya merokok juga dapat dirasakan oleh perokok pasif. Hal ini yang juga memengaruhi kanker paru-paru menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia.

“Kalau dulu kita di Riskesdas 2013 itu perokok pemula itu usianya baru 14-16 tahun. Tapi setelah 10 tahun kemudian, kita lihat perokok pemulanya itu bergeser, bahkan di usia 4 tahun, 9 tahun sudah akhirnya ada perokok pemula. Jadi kita bisa bayangkan kalau ini kita tidak kendalikan atau kita tidak melakukan upaya-upaya untuk melakukan perlindungan untuk anak-anak kita,” kata dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, Direktur Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, Rabu (11/6/25).

Bukan sekadar angka, jumlah tersebut cukup memprihatinkan karena dapat memengaruhi bagaimana generasi bangsa ke depannya. Usia rata-rata perokok aktif di Indonesia sendiri saat ini bahkan sudah semakin bergeser, artinya banyak anak-anak kecil yang sudah mulai merokok. 

Lakukan Beberapa Upaya untuk Sukseskan Gerakan Berhenti Merokok

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Kementerian Kesehatan akhirnya melakukan beberapa langkah aktif untuk melancarkan Upaya Berhenti Merokok. Mulai dari upaya mendesak penggunaan kemasan standar yang polos semua jenis rokok sesuai dengan anjuran WHO, mensosialisasikan amanat aturan undang-undang, hingga mempermudah akses dan fasilitas untuk orang-orang yang ingin berhenti merokok. 

“Anak-anak kita yang mungkin kalau di sebelahnya ada orang dewasa perokok, dia tidak mungkin bisa berbicara untuk mengatakan saya ingin udara saya bebas dari asap rokok. Itu tidak mungkin sama sekali. Jadi hak-hak yang tidak bisa tersebarkan ini itulah mengapa kemudian kita harus melakukan pengaturan-pengaturan dan regulasinya,” kata Nadia.

Kementerian Kesehatan telah mensosialisasikan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 dan Undang-undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 yang memperkuat upaya gerakan berhenti merokok, termasuk dengan menambahkan aturan tentang rokok elektrik.

Resmi Luncurkan Layanan Upaya Berhenti Merokok di Fasilitas Kesehatan

Kemenkes Luncurkan Gerakan Berhenti Merokok, Hadirkan Layanan UBM di Faskes .png
Popmama.com/Salsyabila Sukmaningrum

Untuk menyukseskan upaya ini, Kementerian Kesehatan juga menghadirkan layanan UBM, yakni layanan konseling kepada orang yang ingin berhenti merokok dan mengatasi gejala putus nikotin. Program ini akan didampingi oleh tenaga terlatih yang layanannya terdiri dari skrining, pengukuran kadar CO, edukasi dan konseling, serta farmakoterapi (salah satunya dengan NRT).

“Dengan adanya quitline, adanya UBM, ini yang kita optimalkan supaya nanti bukan hanya ini ditujukan kepada para perokok, tapi kepada keluarga orang tua yang ingin kemudian anaknya bisa berhenti merokok, ini juga menjadi salah satu secara umum,” jelas Nadia.

Program ini nantinya akan diselenggarakan di Fasilitas kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti Puskesmas, klinik, praktek dokter, dan lain-lain. Program konselingnya sendiri dapat dilakukan melalui telepon ke 0-800-177-6565 (bebas layanan pulsa).

Selain penanganan di FKTP, edukasi mengenai program ini juga akan dilakukan di fasilitas pendidikan yang dilakukan oleh petugas pendamping atau tenaga medis terlatih. Program UBM yang tidak teratasi di FKTP juga dapat dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjut (FKTL).

Itu dia penjelasan mengenai Kemenkes luncurkan Gerakan Berhenti Merokok dengan tegas tolak segala bentuk rokok. Berbagai upaya yang dilakukan pemerintah ini menjadi langkah untuk mengurangi jumlah perokok aktif, terutama anak-anak dan remaja yang kini mendominasi.

Layanan ini dapat segera dilakukan di fasilitas kesehatan terdekat Mama!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Denisa Permataningtias
EditorDenisa Permataningtias
Follow Us