"Ombak ini seorang remaja yang hidup dengan keluarga yang bahagia awalnya. Lalu ada suatu kejadian yang menimpa keluarga tersebut. Terus Ombak ini menjalani harinya berbeda dengan sebelumnya, dia merasa masalah yang terjadi itu adalah salah dia," ucap Bima Azriel.
Sha Ine dan Bima Cerita Soal Psikologis Film Mungkin Kita Perlu Waktu

Film Mungkin Kita Perlu Waktu adalah drama keluarga yang disutradarai oleh Teddy Soeriaatmadja dan mengisahkan tentang kehilangan serta proses penyembuhan.
Cerita berpusat pada Ombak, seorang remaja yang merasa bersalah setelah kematian kakaknya, Sara. Film ini juga memperlihatkan bagaimana keluarganya, termasuk mama dan papanya saat menghadapi duka dengan cara yang berbeda.
Dalam wawancara eksklusif bersama Popmama.com di IDN HQ, Jakarta Selatan, pada Rabu (19/3/2025), Sha Ine Febriyanti selaku pemeran Kasih dan Bima Azriel selaku pemeran Ombak, berbagi cerita soal psikologis karakter di film Mungkin Kita Perlu Waktu.
Restu, papa Ombak, berusaha tetap tegar demi keluarganya. Sementara Kasih, mama Ombak, ia memilih pergi umroh untuk menenangkan diri. Dalam perjalanannya, Ombak bertemu Aleiqa, seorang perempuan penyandang bipolar yang membawa harapan baru, tetapi hubungan mereka justru memperumit konflik emosionalnya.
Nah, kali ini Popmama.com telah merangkum terkait Sha Ine Febriyanti dan Bima Azriel cerita soal psikologis film Mungkin Kita Perlu Waktu secara lebih detail.
Yuk, disimak informasinya!
Sosok Ombak yang Punya Trauma dan Rasa Bersalah

Ombak adalah seorang remaja yang tumbuh dalam keluarga bahagia, tetapi tragedi mendadak mengubah hidupnya secara drastis. Perasaan bersalah yang menghantuinya membuatnya merasa menjadi penyebab kehancuran keluarganya, meskipun tidak ada bukti nyata yang mendukung hal itu.
Rasa bersalah yang terus menghantuinya menjadikan Ombak pribadi yang semakin tertutup dan sulit berkomunikasi dengan orang-orang terdekatnya. Keluarganya sendiri, yang juga diliputi duka, secara tidak langsung memperkuat perasaan tersebut. Hal ini seolah membuatnya semakin sulit untuk pulih dari trauma.
"Jadi dia ini remaja yang cukup sensitif terhadap orang-orang. Merasa dia tidak bisa berkomunikasi dengan baik. Apalagi dengan keluarganya, dia merasa juga yang nggak enak sama keluarganya. Dan di sisi lain keluarganya juga secara nggak langsung ikut menyalahkan Ombak," jelas Bima.
Kasih Adalah Sosok Mama yang Berusaha Melampaui Trauma

"Kasih adalah mama dari Ombak yang juga punya trauma kehilangan yang sama. Di keluarga yang tadinya bahagia tiba-tiba ada satu peristiwa kehilangan membuat satu keluarga ini punya grieving issue. Mereka punya masing-masing punya cara untuk menyelesaikannya dengan sudut pandang yang berbeda gitu," ucap Sha Ine.
Kasih, mama dari Ombak, harus menghadapi kehilangan besar yang mengubah caranya memandang kehidupan dan keluarganya.
Kesedihan mendalam yang ia rasakan membuatnya berjuang keras untuk tetap menjadi sosok mama yang kuat bagi anak-anaknya, meskipun di dalam hatinya ia masih bergulat dengan luka yang belum sembuh.
"Jadi keluarga yang tadinya bahagia jadi kehilangan fungsinya sebagai diri masing-masing. Akhirnya pelan-pelan mengerogoti yang tampaknya baik-baik saja, tapi sebenarnya di dalamnya tuh ada sesuatu yang sulit untuk dilampaui oleh masing-masing sehingga film ini adalah proses bagaimana mereka bisa melampaui trauma ini," jelas Sha Ine.
Perbedaan cara dalam menghadapi duka membuat hubungan antar anggota keluarga semakin kompleks dan penuh ketegangan. Namun, di tengah rasa kehilangan yang begitu besar, Kasih berusaha menemukan cara untuk menyembuhkan dirinya sendiri dan mengembalikan keharmonisan dalam keluarganya.
Pendekatan Psikologis Teddy Soeriaatmadja yang Jadi Sumber Riset Sha Ine Febriyanti

Teddy Soeriaatmadja membawa pendekatan psikologis yang mendalam dalam menggambarkan tahapan kesedihan dan trauma pada setiap karakternya.
Dengan pemahaman yang kuat terhadap psikologi manusia, ia mampu menciptakan adegan-adegan yang terasa emosional dan realistis, sehingga dapat membuat penonton ikut merasakan kepedihan para tokohnya.
Sebagai sutradara sekaligus penulis cerita, Teddy memiliki kontrol penuh dalam membangun dinamika emosional di setiap adegan. Diskusi mendalam dengan para aktor membantunya memastikan bahwa emosi yang ditampilkan terasa alami dan mencerminkan kenyataan yang dihadapi oleh orang-orang yang mengalami trauma serupa.
"Teddy Soeriaatmadja adalah seorang sutradara yang paham soal psikologi gitu, dia belajar psikologi dan dia sendiri menulis cerita ini, dan dia sendiri yang sutradarai. Jadi dari situ lah aku banyak diskusi lewat Teddy yang paham betul soal ini. Semuanya dia tahu lah stage-stagenya gitu, stage of griefing," ucap Sha Ine.
Bima Azriel Lakukan Riset Mendalam dari Film tentang Trauma

"Kalau riset, waktu itu pastinya ngobrol sama Mas Teddy. Sebenarnya lebih dapat banyak dari dia sih, karena baca skripnya juga, dia yang bikin ceritanya juga. Terus kalau riset, juga pasti ada, aku riset film tentang trauma," jelas Bima Azriel.
Bima Azriel, pemeran Ombak, melakukan riset intensif untuk memahami karakter remaja yang mengalami trauma dan perasaan bersalah. Ia banyak berdiskusi dengan Teddy Soeriaatmadja serta menonton berbagai film bertema serupa untuk memperdalam interpretasi emosionalnya.
Sha Ine Febriyanti, yang memerankan Kasih, juga melakukan riset menyeluruh mengenai cara seseorang menghadapi kehilangan dalam keluarga. Dengan memahami tahapan kesedihan secara psikologis, ia mampu membawakan peran sebagai seorang mama yang berusaha bangkit meskipun masih terjebak dalam duka yang mendalam.
Itulah rangkuman terkait Sha Ine dan Bima cerita soal psikologis film Mungkin Kita Perlu Waktu. Semoga informasi di atas dapat membantu ya, Ma.



















