TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

5 Cerpen Singkat Bermakna Beserta Pengarangnya untuk Pengantar Tidur

Cerpen singkat bermakna ini menarik dan mudah dipahami

Freepik/PV Productions

Cerpen singkat bermakna bisa jadi alternatif pengantar tidur anak selain dongeng atau cerita rakyat. Cerpen atau cerita pendek anak mengandung nilai-nilai kebaikan yang bisa dipelajari si Kecil.

Berbeda dengan cerpen pada umumnya, cerpen anak ini mudah dipahami karena bahasanya sederhana dan jalan ceritanya ringan.

Ada banyak cerpen singkat bermakna dari para penulis di Indonesia. Mama dan Papa bisa memilih cerita tersebut untuk dibacakan setiap malam sebagai pengantar tidur.

Tema cerpen pun bermacam-macam, mulai dari cerpen singkat bermakna tentang kehidupan, cerpen singkat bermakna tentang pendidikan, sampai cerpen singkat persahabatan.

Mama dan Papa tak perlu bingung memilih cerpen, berikut Popmama.com sudah merangkum beberapa contoh cerpen yang menarik. Simak ceritanya, yuk!

1. Kucingku (I Gede Putu Da'ib, SMPN 1 Puri)

Freepik/Freepik

Cerpen singkat bermakna ini ditulis oleh I Gede Putu Da'ib dari SMPN 1 Puri. Simak ceritanya, yuk!

Kucingku

Pada suatu hari aku menemukan satu ekor kucing betina yang sedang mengandung. Pada saat itu hujan rintik-rintik aku merasa kasihan dan aku membawanya pulang. Setelah kubawa pulang aku memberinya makan, kucing itu makan dengan lahap.

Satu minggu kemudian, aku mencari-cari kucingku tetapi tidak kutemukan, aku mencoba bertanya kepada kakakku

“kak, apakah kamu melihat kucingku?” tanyaku
“memangnya kucingmu ke mana” jawab kakakku
“tidak tau kak, aku tadi sudah mencarinya di kandangnya tetapi dia tidak ada” kataku kembali
“kamu sudah mencarinya di kamar kamu” jawab kakakku

Lalu aku mencoba mencari kucing ku di kamarku, dan aku menemukan kucingku ternyata dia sedang tidur di kamarku. Aku tidak berani membangunkan kucingku karena dia tidur sangat pulas.

Satu minggu berlalu, setelah kucingku kubawa pulang ke rumah. Aku mencoba membawa kucingku ke dokter hewan untuk memeriksakan kandungannya.
Setelah aku membawa kucingku ke dokter hewan. Aku tahu ternyata kucingku sedang mengandung 5 anak kucing, dengan keadaan anak-anaknya sehat.

Satu minggu setelah itu, kucingku tiba-tiba menghilang, aku mencari kucingku di kamarku tetapi tidak ada. Aku mencoba mencari kucingku di kandangnya dan ternyata kucingku sedang mempersiapkan tempat untuk dia melahirkan.

Besok paginya, saat aku ingin membersihkan kandang kucingku, aku melihat kucingku sudah melahirkan anaknya sebanyak 5 ekor anak kucing.

“kak, kucingku sudah melahirkan anaknya” ucapku
“melahirkan berapa ekor?” ucap kakakku
“lima ekor” ucapku

Kucingku melahirkan berbagai macam warna ada yang berwarna putih, orange dan campuran warna orange putih dan hitam

Satu bulan kemudian, anak-anak kucingku sudah tumbuh besar dan sangat lincah, aku memberikan makanan tambahan dan bergizi kepada kucingku karena dia sedang menyusui anak-anaknya.

Aku membawa kucingku dan anak-anaknya ke dokter hewan, untuk memeriksa keadaan kucingku dan anak-anaknya. Untungnya, kucingku dan anak-anaknya semuanya sehat. Dan sekarang anak-anak kucingku sudah tumbuh besar dan sangat lincah, aku merawat anak-anak kucingku dengan baik.

2. Desa Coklat (Rina Oktaviani)

Freepik/User3802032

Cerpen singkat bermakna ini dapat dibacakan untuk si Kecil. Ceritanya ringan dan sederhana. Namun, ada pesan moral yang terkandung di dalamnya.

Desa Coklat

Pada salah satu Desa coklat yang segar dan sejuk. Tinggalah seorang anak yang bernama Nazwan yang sangat menyukai coklat. Dia suka membuat coklat.

Pada suatu hari, Nazwan menginginkan coklat itu hidup dan bisa berbicara agar Nazwan bisa bermain dengan coklat itu. Nazwan pun berkata “ahhh namun tidak mungkin coklat bisa hidup dan berbicara”.
“tapi aku ingin bermain bersama coklat”

Pada suatu saat dimalam hari, ketika Nazwan mau tidur datanglah seorang nenek penyihir. Nenek penyihir itu tau kalau Nazwan suka membuat coklat tapi mengapa sekarang Nazwan jarang membuat coklat.

Nenek itu pun bertanya kepada Nazwan. “mengapa kamu sudah jarang membuat coklat bukannya kamu suka dan senang membuat coklat”.

Nazwan terkejut mengapa nenek itu bisa ada di kamarnya dan mengetahui semua tentangnya. Nazwan pun menjawab. “Aku ingin bermain bersama coklat dan ingin coklat itu hidup”. Nenek itu pun berkata “Aku bisa mewujudkan apa yang kmu inginkan.”

Keesokan harinya, pagi hari Nazwan bangun dan ketika ia melihat keluar ia sangat terkejut di halaman rumahnya terlihat coklat-coklat yang sedang bermain.

Nazwan pun keluar rumah dan salah satu coklat pun mengajak ia bermain. Nazwan pun sangat senang, ia bisa bermain bersama coklat itu dan Nazwan tidak menyangka bahwa desanya dipenuhi oleh coklat.

Hari demi hari ia lewati dengan bermain bersama coklat itu. Suatu hari, di siang hari cuaca yang panas dan matahari yang terik membuat coklat-coklat itu mulai meleleh.

Nazwan berusaha untuk mendinginkan coklat-coklat itu namun coklat yang banyak dan cuacanya yang panas membuat semua coklatnya meleleh. Nazwan bingung apa yang harus dia lakukan agar coklat-coklatnya tidak meleleh.

Ketika ia duduk dan ia mengingat seorang nenek penyihir yang waktu itu mendatanginya ke kamar. Nazwan terus mencari nenek penyihir itu, dia mencari kesana kemari dan dia masih belum menemukan nenek penyihir itu. Nazwan lelah, ia sedih karena tidak bisa menemukan nenek penyihir itu.

Tak lama kemudian, nenek penyihir itu datang dan menghampiri Nazwan, Nazwan sangat senang nenek penyihir itu menemuinya. Nazwan menceritakan semua yang terjadi dan dia menginginkan coklat-coklat itu kembali.

Nenek penyihir itu bisa mengembalikan coklat-coklat itu dengan satu syarat, coklat itu tidak bisa hidup dan bermain lagi dengan Nazwan. Nazwan bingung jika ia ingin coklat itu kembali dan tidak meleleh, ia tidak bisa bermain lagi dengan coklat itu.

Nazwan pun mengambil keputusan bahwa coklat itu kembali seperti sebelumnya dan dia tidak bisa bermain lagi dengan coklat. Karena ia berpikir bahwa dia sudah cukup senang apa yang dia inginkan sudah terwujud.

Semuanya sudah kembali seperti semula dan Nazwan pun sudah kembali ceria dan masih senang membuat coklat kesukaannya.

3. Angsa yang Setia (Suwarso)

Pexels/Michael Block

Di tepi danau hiduplah sepasang angsa yang sedang mengerami telurnya di sarangnya. Sarang itu terletak di semak-semak di pinggir danau. Mereka secara bergantian mengerami empat telur buah cinta mereka. Mereka menjaga telur-telur itu dengan hati-hati agar tidak dimangsa predator seperti buaya, nyambik dan ular. Mereka berharap empat anaknya lahir tepat pada waktunya.

“Jaga anak kita, aku akan mencari makan,” kata bapak angsa kepada ibu angsa.
“Ya pak. Hati-hati.”
“Ya.”

Pak angsa segera terbang menuju tengah danau untuk memancing ikan. Ia harus memperoleh sebanyak mungkin ikan untuk dirinya dan istrinya. Namun, hari ini banyak ikan yang bersembunyi di batu-batu di dasar danau sehingga susah ditangkap. Hampir setengah hari ia memancing tetapi masih terlalu sedikit ikan yang didapatkannya.

Sebentar lagi hari sudah sore. Ia harus pulang untuk berbagi makanan dengan istrinya.
“Hai angsa, sebaiknya kau pulang,” kata bebek yang tiba-tiba mendarat di tengah danau.
“Aku belum kenyang, bek.”
“Kamu jangan serakah. Danau ini bukan milikmu seorang. Semua berhak memancing di sini. Sekarang giliranku.”
“Oh, begitu. Baiklah bebek, aku akan pulang. Semoga kau beruntung.”

Ibu angsa masih setia mengerami keempat telurnya ketika pak angsa datang. Mereka segera berbagi makanan yang pak angsa dapatkan hari ini.

Pak angsa dengan setia kemudian ikut menunggui istrinya yang mengerami telurnya. Tiba-tiba ada seekor ayam jago yang akan mengganggu ibu angsa.

“Sana pergi, jangan ganggu kami,” bentak pak angsa.
“Emangnya gue pikirin,” jawab ayam jago cuek.

Pak angsa bangkit dan mengejar ayam jago dengan kemarahan yang tak dibuat-buat.

“Rasakan ini!” kata Ayam Jago sambil mengabluk pak angsa.
“Cuma segitu kemampuanmu?” balas pak angsa sambil mematuk ayam jago tepat di kepalanya.
“Brukk” kedua hewan itu bertubrukan dan robohlah si jago. Pak angsa terus mengusirnya dari wilayah kekuasaannya.
“Ampun angsa. Aku menyerah.”
“Sudah. Pulanglah ke rumahmu.”

Lepas dari gangguan jago, datang itik yang dengan cueknya mengambil telur angsa. Pak angsa segera bertindak dengan merebut kembali telur itu.
“Hei, kembalikan anak kami,” kata pak angsa.
“Tak bolehkan kami mengadopsinya?”
“Tidak! Kami masih sanggup merawat dan membesarkan mereka sendiri.”
Pak angsa semakin waspada menjaga istri dan anak-anaknya yang belum menetas. Ia tampak sedikit kurus karena kurang tidur.

“Ada-ada saja gangguan.”
“Bagaimana kalau kita cari tempat tinggal baru?”
“Insyaallah dua hari lagi anak-anak akan melihat dunia. Kita tidak bisa memindahkannya. Itu terlalu beresiko bagi mereka.

Hari yang dinanti tiba. Satu per satu bayi angsa yang mungil keluar dari cangkang telur dengan selamat.
Mereka masih lemah dan dengan penuh kasih sayang ibu angsa mendekapnya. Mereka belum boleh keluar dari sarang mereka yang hangat.

Di hari ketiga, bayi-bayi angsa mulai lapar dan secara naluriah ingin keluar sarang untuk melihat dunia.

“Boleh keluar bu?” tanya bayi angsa.
“Nantilah.”
“Kapan?”
“Kalau ayahmu sudah pulang.”
“Ke mana ayah?”
“Pergi mencari makanan untuk kalian.”
“Kalian mesti sarapan dulu sebelum bermain-main biar sehat dan cepat besar.

Tak lama kemudian pak angsa datang dengan membawa makanan yang cukup banyak. Pak angsa menyuapi satu per satu bayi-bayi angsa itu. Mereka bergembira.

Setelah itu mereka berenam berjalan-jalan santai di pinggir danau.

“Ayo belajar berenang,” ajak pak angsa.
“Aku takut…” jawab bayi angsa yang paling kecil.
“Jangan takut. Air akan menjadi bagian dari hidupmu. Tetap bersama jangan jauh-jauh.”

Ketika sedang asyik bermain-main di air danau, tiba-tiba seekor elang menyambar salah satu bayi angsa agak jauh memisahkan diri dari pak angsa.

“Awas… ke sini!” teriak pak angsa. Orangtua angsa itu berusaha melindungi anak-anaknya dari serangan udara si elang namun tetap tak berhasil. Satu bayi angsa pergi dalam cengkeraman si elang.

“Ayo pulang. Cukup jalan-jalan hari ini,” ajak ibu angsa. Mereka bersedih karena kehilangan satu anggota keluarganya.

Sejak itu semua, anak angsa mendengar kata-kata orangtuanya. Keluarga angsa itu hidup bahagia bersama sampai tiba waktunya anak-anak mereka bisa hidup mandiri.

4. Sepasang Sepatu Baru Raisa (Heldha Safitri)

Freepik/Mrsiraphol

Cerpen singkat bermakna ini ditulis oleh Heldha Safitri. Cerpen anak karangan Heldha cukup sederhana. Sehingga, ceritanya mudah dipahami anak.

Meskipun singkat dan sederhana, tapi cerita ini penuh pembelajaran dan pendidikan untuk si Kecil.

Sepasang Sepatu Baru Raisa

Hari ini Raisa sedikit murung karena harus pindah ke Wonosobo. Padahal, Raisa sudah mulai bisa merasa nyaman dan memiliki banyak teman di sekolah lamanya, SDN 9 Bogor.

Dia baru satu tahun ini pindah ke Bogor. Dan baru setengah semester menjadi murid kelas 5 di sekolahnya. Tapi sayang sekali, dia harus pindah lagi karena pekerjaan papanya. Sebelumnya, Raisa dan keluarganya tinggal di Kalimantan Tengah.

“Mama.. tidak bisakah aku, papa, mama dan kakak tidak pindah kota lagi. Raisa takut tidak punya teman di sana, di desa juga tidak ada tempat yang bagus untuk bermain. Di sini kita bisa jalan-jalan ke Ancol, Monas, Museum dan masih banyak lagi tempat yang bisa dikunjung.” Keluh Raisa pada mamanya.

“Raisa.. kita harus pindah karena pekerjaan papa mengharuskan papa berada di sana.” Mama menjelaskan dengan sabar pada Raisa.

“Tapi kenapa harus pindah-pindah terus ma, Raisa sudah senang ada di sini.” Raut wajah Raisa nampak makin murung.

“Nanti kalau Raisa sudah dewasa, pasti Raisa mengerti. Raisa sekarang tidak boleh sedih lagi, ya. Nanti di sana Raisa pasti bisa mendapatkan lebih banyak teman lagi.” Bujuk mama dengan sabar sambil kedua tangannya mengelus-elus rambut Raisa.

“Iya ma..” jawab Raisa kemudian menenggelamkan tubuhnya dalam pelukan mamanya.

“Bagus, Raisa kan pintar. Nanti mama akan beri Raisa hadiah deh.” Janji mama.

“Benar ma, tapi untuk apa ma?” tanya Raisa sedikit bingung.

“Karena nilai ulangan Raisa kemaren mendapatkan 100 (seratus), juga karena Raisa mau mengerti kondisi pekerjaan papa yang harus terus-menerus pindah-pindah kota setiap saat. Papa kan kerja juga untuk Raisa, Kak Andi, juga untuk kehidupan kita semua sekeluarga.” Mama memberikan penjelasan pada Raisa.

Wonosobo tidak begitu menarik untuk Raisa, namun dia tetap berusaha tersenyum. Meski senyumannya tidak tulus dalam hati, namun dia berusaha untuk membuat mamanya tidak cemas akan dirinya.

“Terima kasih sudah datang menjengukku, apa kamu membenciku seperti teman yang lain? Karena aku sering jahat padamu dan juga teman-teman kelas.” Tanya Raisa pada Upik.

“Tidak, tidak sama sekali. Kalau aku membencimu kenapa aku harus datang menjengukmu. Apa kamu berfikir aku ke sini untuk menertawaimu yang sedang berbaring tak berdaya di tempat tidurmu?” Jawab Upik tanpa ragu disertai senyuman tulus yang selalu dimilikinya.

“Aku tahu kamu adalah orang baik jadi aku tidak berfikir kamu datang untuk menertawaiku. Aku senang karena bisa mempunyai teman sepertimu…”

“Oh iya, aku membawakanmu buah apel. Apa kamu mau aku mengupaskannya untukmu. Setidaknya kamu harus mencobanya. Aku memetiknya di kebunku.” Sambung Upik memutuskan kalimat Raisa, dia tidak ingin Raisa selalu merasa sedih dan merasa bersalah.

“Benarkah kalau begitu aku akan memakannya, menghabiskan semua yang kamu bawa.” Raisa merasa bahagia dengan kehadiran Upik.

Mereka berdua terlihat sangat dekat, seperti sudah lama saling mengenal. Makan apel bersama, berbagi cerita satu sama lain, bercanda dan tertawa bersama. Mama Raisa yang melihat keceriaan di raut wajah mereka berdua juga ikut merasa bahagia, mama Raisa senang karena kedatangan Upik bisa membuat Raisa tersenyum. Tidak murung seperti tempo hari.

“Apa kamu merasa senang hari ini?” Tanya mama pada Raisa.

“Aku sangat senang sekali ma (tersenyum lebar). Karena ternyata masih ada yang mau berteman denganku ma, apakah aku bukan anak yang baik ma? Hingga banyak teman membenciku di kelas.”

“Menurut Raisa sendiri, bagaimana?”

“Tidak baik.” Jawab Raisa sambil menggelengkan kepalanya lemah.

“Apakah Raisa telah melakukan hal baik selama ini? Atau malah hal buruk?”

“Lebih banyak hal buruk ma.” Raisa menundukkan kepalanya tanda menyesal atas sikapnya selama ini.

Dia terbanyang kembali akan peristiwa-peristiwa jauh hari sebelum dia sakit tipus dan harus dirawat di rumah sakit.

Pagi itu hari pertama Raisa bersekolah di sekolah barunya di Kota Wonosobo. Dia sangat bergembira sekali. Bukan karena sekolah barunya, melainkan sepatu baru yang ia kenakan.

Sepatu yang sangat indah pikir Raisa dan tidak akan ada teman yang mempunyai sepatu sama seperti miliknya itu. Mamanya bilang sepatu itu dibeli di Singapura tempatnya jauh diluar Indonesia.

“Mama kok bisa beli sepatu ke luar negeri. Memangnya kapan mama ke sana?” tanya Raisa penasaran.

“Minggu lalu kan tante Amira pergi ke sana, jadi mama menyuruh tante Amira membelikan sepatu untukmu di sana. Mama ingin melihat Raisa tersenyum bahagia, tidak murung lagi seperti kemarin.”

“Hehehe… Terima kasih banyak ya ma, Raisa sayang sekali sama mama.” Ucap Raisa dengan wajah penuh kegembiraan kemudian dia mencium pipi mamanya sebagai Rasa terima kasihnya.

Raisa sangat terkejut ketika sampai di sekolah barunya. Tidak sebagus sekolah lamanya memang. Namanya juga sekolah di desa mana mungkin bisa dia bandingkan dengan sekolah lamanya di Bogor.

“Mama ini benar sekolahnya. Kok nggak bagus kayak sekolah Raisa di Bogor. Nggak ada sekolah yang lain apa ma?”

“Raisa kan sudah janji sama mama mau menerima kepindahan kita, jadi Raisa juga harus mau menerima sekolah baru Raisa.”

“Iya deh, ya udah Raisa masuk dulu ya ma.” Pamit Raisa pada mama kemudian mencium telapak tangan mama dan berlalu masuk ke dalam sekolah.

Ketika berada di sekolah Raisa nampak memandang aneh teman-temannya. Di berjalan perlahan sambil mengamati sekitar kemudian terdengar suara… ‘Brekk’. Raisa Kaget.

“Haduh kamu gimana sih, sepatu aku kan jadi kotor. Sepatu ini itu baru aku pake sekarang. Pokoknya kamu harus tanggung jawab. Bersihin!” Kata Raisa dengan nada suara tinggi saat mengetahui sepatu barunya tertimbun oleh mie sayur.

“Aku minta maaf ya, aku nggak sengaja. Tadi aku juga lagi buru-buru.”

“Aku nggak butuh kata minta maaf, aku butuh sepatuku bersih lagi, sekarang! Bersih seperti awal tadi.”

“Iya, iya nanti aku bersihkan, aku janji. Tapi sekarang aku harus bantu ibuku dulu di kantin.”

“Nggak bisa, bersihkan sekarang. Pokoknya sekarang.” Rengek Raisa dengan pandangan kesal.

“Iya udah kamu sekarang ikut aku aja ke kantin, nanti aku bersihin di sana. Di warung ibuku.” Usul Upik gadis yang telah membuat sepatu Raisa kotor.

“Iya udah deh. Ayo. Cepetan tunjukin jalan. Kamu jalan duluan aja di depan.” Perintah Raisa.

Teman-teman lain yang menyaksikan tragedi tersebut merasa kasihan pada Upik. Mereka berpikir Raisa sangat keterlaluan.

Mereka menjadi tidak suka dengan Raisa karena kejadian itu. Raisa juga dianggap kasar oleh teman-teman barunya.

“Ibu kantin itu tadi beneran ibu kamu?” Tanya Raisa tanpa basa-basi.

“Iya, kenapa? Malu ya temenan sama aku. Oh iya namaku Upik, nama kamu siapa? Kamu anak baru ya?”

“Nggak apa-apa. Kenapa harus malu, kita kan nggak berteman. Lagian temanku di Bogor lebih baik dari pada anak-anak di sini. Aku Raisa.”

“Kita kan satu kelas, ya pasti kita teman kan.”

“Iya, tapi aku nggak mau berteman sama kalian semua. Anak kampung pasti kampungan.”

Dua orang teman yang tidak sengaja mendengar percakapan mereka langsung ikut menimbrung. Ririn dan Lia merasa tersinggung dengan ucapan Raisa sehingga mereka memutuskan untuk ikut dalam percakapan Raisa dan Upik untuk membela Upik yang terlihat terpojokkan oleh setiap ucapan Raisa.

“Kita memang hanya anak kampungan dan nggak pantes buat temenan sama orang kota seperti kamu."

"Jadi lebih baik kamu juga nggak usah ngomong sama kita.” Sahut Ririn tiba-tiba. Mengagetkan Raisa.

“Kita juga nggak akan rugi kalo nggak berteman sama kamu.” Sambung Lia.

“Kita pergi saja Pik, nggak usah deket-deket lagi sama anak kota yang sombong ini.” Kata Ririn kemudian menarik Upik dan membawanya pergi.

“Raisa? Raisa…” Panggilan mamanya menyeret kembali Raisa dari lamunannya dan bayangan masa lalunya.

“Ternyata aku jahat sekali ya. Aku akan minta maaf pada teman-teman semuanya. Tuhan, aku janji nggak akan sombong lagi dan akan menjadi anak yang baik.” Ucap Raisa dalam hati kecilnya.

“Raisa..” Panggil mama lagi.

“Ya, Ma. Ada apa?”

“Oh iya.. Raisa.. Pernahkah Raisa berfikir bahwa apa yang Raisa miliki saat ini adalah titipan dari Tuhan. Raisa punya papa dan mama, kedua orangtua yang masih lengkap. Papa dan mama juga sangat menyayangi Raisa.

Tidakkah Raisa merasa bahwa papa dan mama selalu mengabulkan juga memberikan apa yang Raisa inginkan. Dengan begitu, seharusnya Raisa bersyukur pada Tuhan dan tidak boleh menyombongkan diri.

Rasa syukur itu bisa Raisa lakukan dengan selalu berbuat baik dan menolong orang lain yang kesusahan. Terlebih lagi, Raisa tidak boleh menertawakan kehidupan orang lain yang tidak lebih baik dari kehidupan Raisa. Bukankah dulu Raisa tidak suka pada Upik, Raisa bilang Upik hanya anak dari salah satu ibu kantin. Raisa ingat dulu pernah jahat pada Upik, akan tetapi Upik tetap bersikap baik pada Raisa.

Raisa beruntung punya teman sebaik Upik. Sebenarnya anak mama ini juga anak yang baik, namun belum dapat mengenali itu semua.” Mama menggenggam dan mengelus-elus tangan Raisa saat memberikan nasihat padanya. Kemudian mengusap-usap rambut Raisa dengan penuh kasih sayang.

Raisa tersenyum kemudian menganggukkan kepala dengan tulus pada mamanya. Sebagai jawaban bahwa dia mengerti akan apa yang mamanya katakan.

“Apa sekarang Raisa sudah mengerti kesalahan Raisa?”

“Iya ma sudah.”

“Minggu depan Raisa kan sudah mulai sekolah, jadi Raisa harus mulai memperbaiki sikap Raisa nggak boleh lagi seperti kemarin, ya.”

“Iya mama, baik.”

Mama memeluk Raisa sebagai tanda kasih sayang dan juga rasa bangga padanya. Karena sudah menjadi lebih bersikap bijak dari sebelumnya. Raisa tersenyum dalam pelukan mamanya.

5. Kisah Kuda Pony (Suwarsono)

Freepik/User2104819

Nah, agar tidak bosan mendengar cerpen singkat bermakna yang itu-itu saja, coba bacakan cerita dengan karakter binatang. Salah satu contohnya adalah cerpen fabel karya Suwarsono ini.

Kisah Kuda Pony

Pada zaman dahulu kala di negeri fauna hiduplah seekor kuda poni yang sombong. Ia membanggakan sekali tubuhnya yang ramping dan berbulu indah serta mata yang lentik serta wajah yang cantik. Namanya Pony.

“Hai Belang, lihatlah dirimu yang gembrot dan tak cantik?”
“Apa? Kau merasa cantik?”
“Aduh. Kamu itu bukan punya tubuh yang ideal tetapi sesungguhnya kamu itu kerdil. Tubuhmu itu mengalami kelainan. Tahukah kamu?”
“Hei, jangan bacot. Kamu itu iri kepadaku!”
“Terserahlah apa katamu, Pony? Coba tanyakan kepada yang lain.”
“Huuh.”
“Menurutku sebaiknya kita membanggakan kelebihan kita, bukan kekurangan. Begitu kan?”
“Aku bangga dengan diriku sendiri.”
“Bolehlah. Tapi jangan terlalu membangga-banggakan diri sebab itu terlihat naif bagi yang lain.”

Bukannya mengintrospeksi diri, Pony sejak itu semakin sombong memamerkan kecantikan dirinya kepada semua warga negeri kuda, bahkan negeri fauna yang lain. Setiap hewan penghuni negeri fauna itu ia pameri kecantikan dirinya.

“Hello Cheleng,”
“Hai Pony.”
“Sedang apa kau Cheleng? Kenapa mandi di lumpur? Lihatlah wajahmu buruk sekali.”
“Aduh, bulumu bau sekali.”
“Biarin. Pergi sana jangan mengganggu dan menghinaku,” jawab Cheleng.

Pony melenggang meninggalkan Cheleng.

Akhirnya Pony bertemu dengan Kancil, hewan yang terkenal cerdik dan pandai di negeri fauna.

“Cil, apakah aku cantik?”
“Tentu Pony. Kaulah makhluk tercantik di negeri fauna ini. Siapa yang meragukannya? Siapa yang bilang kamu jelek?”
“Kuda belang.”
“Oh… begitu. Mungkin ia hanya iri kepadamu.”
“Dia seperti tempat penyeberangan pejalan kaki di jalan raya.”
“Di mana itu?”.
“Di dunia manusia. Walaupun tidak cantik kuda belang menginspirasi manusia untuk keselamatan penyeberang jalan. Namanya Zebra Cross.”
“Kalo aku menginspirasi apa?”
“Kamu? Setahuku kamu menginspirasi keglamoran manusia, utamanya selebriti, pada pesta-pesta.
“Wow… benar begitu, Cil?”
“Ya. Makanya, besok adakan pesta-pesta. Undang kami semua. Dan jangan lupa sediakan hidangan yang mewah. Semua akan semakin memuji kecantikanmu.”
“Baiklah, Cil. Aku akan buat pesta besar.”
“Tapi namanya pesta apa?”
“Ulang tahunmu, Pony?”
“Oh, iya. Terima kasih Kancil.”

Kancil tersenyum dalam hati telah mengerjai Pony. Setidaknya akan ada pesta dan makan gratis besok.

Malam itu rumah Pony sudah dihias aneka bunga dan daun-daun yang indah untuk pesta ulang tahunnya. Pony berdandan secantik-cantiknya. Kodok dan burung-burung yang pandai bernyanyi sudah bersiap untuk menyemarakkan acara ulang tahun Pony.

Mereka akan berkolaborasi menciptakan orkestra alami yang mengagumkan. Seribu kunang-kunang berkumpul membentuk neon alami yang luar biasa. Warna kuning cerah kehijau-hijauan berkelip-kelip. Tak ada rumah seindah rumah Pony malam itu.

“Selamat malam Pony. Kau cantik sekali malam ini,” sapa Kancil.
“Selamat malam Kancil. Terima kasih. Mari masuk.”
“Mana yang lain? Kok belum datang?”
“Sebentar lagi. Mereka masih di perjalanan.”
“Baiklah kita tunggu.”

Sebentar kemudian rombongan semua negeri fauna datang. Orkestra telah bernyanyi merdu. Semua langsung dijamu makan-makan oleh Pony. Tak lupa mereka bersama-sama menyanyikan lagu “Happy Birthday to You” dan “Panjang Umurnya.” Malam yang disinari purnama penuh itu benar-benar meriah dan semarak. Semua bergembira, utamanya Pony.

“Met ultah Pony, semoga panjang umur dan tetap cantik?” ucap Kucing.
“Terima kasih. Ayo nikmati hidangannya. Jangan sungkan-sungkan,” kata Pony.
Malam terus merangkak namun pesta belum juga akan berakhir.

Di tengah kemeriahan pesta tiba-tiba terdengar letupan senjata api dari seorang pemburu.
“Dor.”
“Dor.”
“Dor.”
“Ada pemburu… lari…” kata monyet.
Semua berlari menyelamatkan diri masing-masing. Semua ketakutan sekali.

“Tangkap kuda kecil itu” terdengar pemburu memerintah temannya.
“Tolong… tolong…” teriak Pony dengan sekencang-kencangnya. Tapi semua temannya sudah pergi entah ke mana. Pemburu menangkapnya dan memasukkannya ke dalam kurungan yang kuat terbuat dari kayu. Ia meronta-ronta berusaha menyelematkan diri. Tapi kurungan itu terlalu kuat.

Di saat yang paling genting, datanglah Cheleng. Dengan kekuatan penuh ia menubruk kurungan itu sehingga berantakan dan Pony bisa keluar meloloskan diri.

“Terima kasih Cheleng. Kau telah menyelamatkan hidupku. Maafkan aku tempo hari telah menghinamu."

“Ya, Pony. Sekarang kamu tahu kan kecantikanmu tak bisa menyelamatkan dirimu. Dan tahukah kamu bahwa sebenarnya Kancil hanya memperdayaimu. Mereka hanya kawan dikala suka saja. Dikala susah mereka meninggalkanmu. Maka jangan sombong. Setiap makhluk punya kelebihan masing-masing.”

Sejak itu Pony menjadi tidak sombong lagi dan selalu berkata-kata baik kepada seluruh penghuni negeri fauna dan tidak lagi menyombongkan kecantikannya.

Itulah contoh cerpen singkat bermakna yang bisa dibacakan untuk si Kecil menjelang tidur. 

Melalui cerpen-cerpen tersebut, Mama dan Papa bisa mengasah kemampuan imajinasi sekaligus melatih kecerdasan emosional anak.

Mama dan Papa juga bisa menekankan nilai-nilai kebaikan dalam cerpen. Sehingga, anak memiliki bekal nilai yang bagus untuk menjalani kehidupan.

Semoga bermanfaat.

Baca Juga:

The Latest