TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

13 Kondisi Anak yang Tidak Boleh Divaksin Covid-19

Perhatikan kondisi anak, jangan asal mengajaknya untuk vaksin covid-19 ya, Ma.

Freepik/rawpixel-com

Munculnya virus Covid-19 sejak Maret 2020 lalu mengharuskan pemerintah membuat program vaksinasi Covid-19. Vaksinasi tersebut dilakukan secara bertahap, yakni dimulai dari tenaga kesehatan, petugas pelayanan publik, kelompok usia lanjut di atas 60 tahun, hingga masyarakat usia 12 tahun. Hingga saat ini, sebanyak 75.829.190 juta penduduk Indonesia telah di vaksin secara lengkap.

Pada 2 November 2021, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) telah mengeluarkan rekomendasi terkait pemberian vaksin Covid-19, yakni Coronavac buatan Sinovac, untuk anak usia 6-11 tahun.

Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes) Dante Saksono Harbuwono mengungkapkan bahwa pemerintah telah menyiapkan sekitar 58 juta dosis vaksin untuk penyuntikan dosis lengkap dan penyelenggaraannya digelar serentak di 115 kabupaten/kota pada 19 provinsi.

Meski demikian, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan oleh orangtua sebelum memutus sang anak untuk divaksin Covid-19.

Berikut ini Popmama.com berikan informasi mengenai 13 kondisi anak yang tidak boleh divaksin Covid-19. Disimak sampai akhir ya!

1. Defisiensi imun primer

Freepik/rawpixel-com

Defisiensi imun primer merupakan penyakit bawaan di mana satu atau beberapa bagian sistem kekebalan tubuh tidak berfungsi dengan baik. Hal tersebut membuat tubuh penderitanya tidak mampu melawan infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, dan parasit.

Sistem imun pengidap defisiensi imun primer tidak dapat memproduksi antibodi. Oleh sebab itu, tidak boleh menerima vaksin Covid-19, di mana vaksin mengandung virus yang dimatikan atau dilemahkan dan bekerja dengan membentuk sistem imun.

2. Penderita autoimun tidak terkontrol

everydayhealth.com

Penderita autoimun tidak terkontrol sangat tidak disarankan untuk menerima vaksin Covid-19. Hal tersebut dikarenakan vaksin yang diberikan kepada penderita autoimun akan berbalik menyerang tubuh si penderitanya.

Apabila tubuh penderita autoimun tidak terkontrol menerima vaksin, yang akan terjadi adalah vaksin Covid-19 tersebut akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh secara tidak aman atau malah membuat vaksin menjadi tidak efektif.

3. Sindrom Guillain Barre

Freepik

Sindrom Guillain Barre adalah kondisi di mana sistem kekebalan tubuh menyerang sistem saraf tepi. Saraf tepi sendiri berfungsi sebagai pengendali pergerakan tubuh.

Penderita sindrom Guillain Barre tidak bisa diberikan vaksin Covid-19 karena belum jelas keamanannya dan masih dilakukan pemantauan efek samping yang akan terjadi setelah vaksinasi.

Akan tetapi, menurut CDC (Center of Disease Control), penderita sindrom Guillain Barre tetap bisa mendapatkan vaksin apabila kondisinya stabil dan tidak ada kontraindikasi mutlak.

Selain itu, jenis vaksin yang dapat diberikan juga tidak boleh sembarangan. Vaksin yang disarankan adalah jenis mRNA karena dinilai memiliki risiko efek samping yang lebih minim.

4. Mielitis transversa

en.wikipedia.org

Mielitis transversa merupakan kondisi peradangan atau rusaknya penutup (selubung mielin) pada satu bagian saraf tulang belakang.

Penyebab mielitis transversa belum diketahui dengan pasti, tetapi kondisi tersebut dipicu oleh beberapa hal, seperti infeksi atau gangguan sistem kekebalan tubuh. Sebab itu, penyakit mielitis transversa berkaitan dengan Covid-19, sehingga tidak disarankan untuk menerima vaksinasi.

Saat tubuh penderita mielitis transversa menerima vaksin Covid-19, vaksin tersebut akan memengaruhi mekanisme kekebalan tubuh yang mengarah ke mielitis.

Dalam kasus yang parah, penderita mielitis transversa dapat mengalami kelumpuhan permanen.

5. Acute demyelinating encephalomyelitis (ADEM)

en.wikipedia.org

Acute demyelinating encephalomyelitis (ADEM) adalah penyakit autoimun yang timbul akibat respons kekebalan terlalu aktif terhadap zat dan jaringan yang hadir dalam tubuh. Dengan kata lain, tubuh penderita ADEM akan menyerang sel sendiri.

Penderita ADEM tidak boleh menerima vaksin Covid-19 karena ADEM termasuk ke dalam kategori autoimun.

Apabila kekebalan tubuh terlalu aktif akibat masuknya vaksin Covid-19, dikhawatirkan akan gagal membentuk antibodi dan menimbulkan gejala gangguan otak neurologis, seperti kehilangan penglihatan, kelemahan sampai kelumpuhan, dan kesulitan koordinasi gerakan otot.

6. Pengidap kanker dan sedang menjalani kemoterapi atau radioterapi

Pexels/Ave Calvar Martinez

Kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel abnormal yang tidak terkendali di dalam tubuh. Pertumbuhan sel abnormal tersebut merusak sel normal di sekitar, bahkan bagian tubuh lain. Oleh karena itu, kanker masuk ke dalam penyakit penyebab kematian kedua terbanyak di dunia.

Bagi anak pengidap kanker, tidak disarankan untuk menerima vaksin Covid-19 karena reaksi tubuh pasca vaksinasi dapat mempersulit diagnosis dan penanganan terhadap kanker yang diderita. Gejala kanker yang muncul bisa saja dianggap sebagai efek yang biasa terjadi pasca vaksinasi.

Selain itu, Institut Kanker Nasional Amerika Serikat (NCI) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian, vaksin Covid-19 kurang efektif pada sebagian pengidap kanker.

Anak yang sedang menjalani kemoterapi atau radioterapi juga tidak dianjurkan menerima vaksin Covid-19 karena akan memengaruhi imunitas tubuh. Dengan kata lain, kandungan dalam vaksin tidak dapat bekerja secara optimal karena respons imun lebih rendah terhadap vaksin Covid-19, bahkan tidak menunjukkan respons sama sekali. Hal tersebut bahkan bisa memicu terjadinya gangguan kesehatan tertentu.

7. Mendapat pengobatan imunosupresan atau sitostatika berat

Pexels/Nataliya Vaitkevich

Imunosupresan merupakan obat yang dapat melemahkan sistem imun tubuh, sedangkan sitostatika adalah kelompok obat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker.

Apabila anak yang sedang mendapat pengobatan imunosupresan atau sitostatika menerima vaksin Covid-19, efektivitas vaksin tidak akan bekerja. Sebab, kekebalan imun dari vaksin akan dilemahkan oleh kedua obat tersebut.

8. Sedang mengalami demam 37.50 celcius atau lebih

Pexels/cottonbro

Anak yang sedang mengalami demam 37.50 celcius atau lebih tidak boleh menerima vaksin. Akan tetapi, jika di hari berikutnya demamnya sudah mereda atau suhu tumbuh kembali normal, anak boleh di vaksinasi dengan syarat tidak menderita Covid-19 dan dilakukan skrining ulang pada saat kunjungan.

Hal tersebut dikarenakan sakit yang dialami dapat memengaruhi respons tubuh terhadap kandungan vaksin.

9. Baru sembuh dari Covid-19 kurang dari 3 bulan

Pexels/August de Richelieu

Penerima vaksinasi diharuskan memiliki kondisi yang prima, sehingga vaksin bisa diterima tubuh dengan baik.

Penyintas Covid-19 yang baru sembuh kurang dari 3 bulan tidak boleh mendapatkan vaksin karena bukan termasuk dalam golongan prioritas yang perlu mendapatkan vaksin. Sebab, tubuh penyintas Covid-19 yang baru sembuh kurang dari 3 bulan telah membangun antibodi selama terinfeksi virus Covid-19.

Artinya, kekebalan tubuh terhadap virus Covid-19 masih ada. Akan tetapi, setelah 3 bulan kekebalan tubuh tersebut akan menurun. Maka dari itu, anak penyintas Covid-19 baru bisa di vaksinasi setelah 3 bulan.

10. Pasca imunisasi lain kurang dari 1 bulan

Freepik

Imunisasi merupakan proses untuk membentuk imun atau kekebalan tubuh agar kebal terhadap penyakit tertentu. Setelah imunisasi, tubuh akan membentuk kekebalannya sendiri agar terhindar dari penyakit.

Sama seperti halnya vaksin Covid-19. Vaksin Covid-19 juga bekerja dengan membangun antibodi dalam tubuh untuk melawan virus Covid-19.

Apabila dilakukan secara bersamaan atau dalam waktu kurang dari 1 bulan, hal tersebut akan memengaruhi efektivitas vaksin Covid-19.

11. Anak atau remaja yang sedang hamil

Pexels/freestocks

Anak atau remaja yang sedang hamil memiliki sistem imun tubuh yang rendah, sehingga menjadi rentan terinfeksi Covid-19.

Akan tetapi, anak atau remaja hamil tidak diperbolehkan vaksin Covid-19 Coronavac. Sebab, menurut Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Brawijaya Hospital Antasari, Dinda Derdameisya, SpOG, uji klinis vaksin khususnya sinovac terhadap anak atau remaja hamil belum banyak.

Artinya, belum ada bukti yang cukup terkait keamanan vaksin Covid-19 untuk anak atau remaja yang hamil.

12. Memiliki hipertensi dan diabetes melitus

pixabay/stevepb

Anak yang memiliki hipertensi atau tekanan darah tinggi lebih dari 140/90 mmHg tidak boleh vaksin Covid-19 karena belum ada data studi yang cukup mengenai vaksin Covid-19 terhadap penderita hipertensi.

Sementara penderita diabetes melitus apabila tubuhnya diberikan vaksin, dikhawatirkan akan terjadi kegagalan vaksin dan pembentukan antibodi.

Meski demikian, pengidap hipertensi dan diabetes melitus bisa menerima vaksin apabila tekanan darahnya kurang dari 180/110 mmHg dan kadar gula darah terkontrol, serta HbA1C kurang dari 7,5%.

13. Mengidap penyakit kronis atau kelainan kongenital yang tidak terkendali

Freepik/Prostooleh

Anak pengidap penyakit kronis atau kelainan kongenital yang tidak terkendali tidak diperbolehkan vaksinasi Covid-19. Akan tetapi, pemberian vaksin Covid-19 dapat dilakukan jika mendapat persetujuan dari dokter dan kondisi terakhir dapat mentolerir efektivitas vaksin.

Hal tersebut dikarenakan belum ada data yang cukup mengenai keamanan vaksin Covid-19 terhadap penyakit kronis atau kelainan kongenital.

Itu dia 13 kondisi anak yang tidak boleh divaksin Covid-19. Sebelum memutuskan anak untuk vaksin Covid-19, sebaiknya Mama konsultasikan dulu ke dokter agar terhindar dari efek samping yang membahayakan. Semoga bermanfaat!

Baca juga:

The Latest