TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Bagaimana Aturan Hak Asuh Anak dalam Perceraian Orangtua?

Anak adalah titipan dari Tuhan Yang Maha Esa yang berhak mendapat perlindungan dari orangtua

Pexels/Gustavo Fring

Adanya anak dalam suatu pernikahan merupakan hal yang diimpikan oleh setiap pasangan. Bagi pasangan suami istri, anak merupakan karunia Tuhan yang luar biasa. Anak juga wajib dijaga dan dirawat sebaik-baiknya oleh kedua orangtuanya.

Perpisahan yang terjadi antara pasangan suami istri pasti akan berdampak juga kepada anak. Pada saat putusnya perkawinan karena bercerainya suami istri, maka mau tidak mau anak menjadi korban. 

Adapun dalam Undang-undang, hak asuh anak bila terjadi perceraian orangtua sudah dijelaskan dalam beberapa pasal. Dengan adanya dasar hukum dan Undang-undang yang mengatur, diharapkan anak tetap sejahtera serta tumbuh sebagaimana mestinya meskipun orangtuanya berpisah.

Berikut Popmama.com berikan ulasan bagaimana aturan hak asuh anak dalam perceraian orangtua secara lebih detail.

Yuk, disimak penjelasannya!

Anak Tanggung Jawab Orangtua

Pexels/Pixabay

Anak setelah perceraian tetaplah tanggung jawab kedua orangtua apa pun yang terjadi. Maka sebaiknya, kedua orangtua diberikan hak di dalam mengasuh.

Anak sebagai generasi penerus dan modal utama kelangsungan hidup manusia, bangsa serta keluarga, sehingga hak-haknya harus dilindungi.

Anak yang menjadi korban perceraian orangtuanya tidak dapat berjuang sendiri. Mereka tidak dapat melindungi hak-hak mereka sebagai anak sendirian.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 45 ayat (1) dan ayat (2) memuat ketentuan bahwa:

“Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak mereka sebaik-baiknya. Kewajiban tersebut berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orangtua putus.”

Kepada Siapa Hak Asuh Anak Dijatuhkan?

Pexels/hitesh choudhary

Ketika orangtua bercerai, siapa yang nantinya akan memegang hak asuh anak (hadhanah) adalah yang diutamakan untuk mendukung pertumbuhan terhadap anak agar semakin positif.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 105 menentukan tentang pengasuhan anak pada dua keadaan antara lain:

  1. Ketika anak masih dalam keadaan belum Mumayyiz (kurang dari 12 tahun) pengasuhan anak ditetapkan kepada ibunya.
  2. Ketika anak tersebut Mumayyiz (usia 12 tahun ke atas) dapat diberikan hak asuh kepada anak untuk memilih diasuh oleh ayah atau ibunya.

Anak harus memperoleh kesempatan belajar yang baik, waktu istirahat dan bermain yang cukup. Dalam banyak hal anak adalah “korban”, termasuk korban ketidaktahuan (ignorance) karena usia perkembangannya.

Syarat-syarat Mengambil Hak Asuh Anak

Pexels/Monstera

Tidak ada kekuatan yang dapat menghentikan tumbuh kembang anak. Perkembangan anak akan selalu dalam perlindungan. Oleh karena itu, seseorang yang akan menjadi pengasuh anak di antaranya harus:

  1. Balig, berakal, tidak terganggu ingatan, adil, jujur
  2. Amanah sehingga ada jaminan bagi terpeliharanya anak dengan baik
  3. Mempunyai kemampuan dan kemaun terhadap pekerjaan tersebut
  4. Seorang ibu dapat memelihara anak sekalipun ia telah menikah dengan laki-laki lain sepanjang suami tidak jelas-jelas menolaknya

Hak Asuh Anak Dapat Dicabut

Pexels/Kindel Media

Dalam Pasal 41 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 disebutkan bahwa:

"Kedua orangtua berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya termasuk menyediakan biaya yang dibutuhkan. Pengadilan Agama dapat mencabut hak perwalian apabila orangtua menjadi pemabuk, penjudi, pemboros, gila melalaikan dan menyalahgunakan hak wewenangnya,"

Pasal 49 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan seseorang dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atas permintaan orangtua yang lain apabila:

  1. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anak-anaknya
  2. Berkelakuan buruk
  3. Situasi kondisi pada ibu yang merugikan kepentingan dan kesejahteraan serta membahayakan

Tetap Wajib Memberikan Nafkah kepada Anak

Pexels/Ketut Subiyanto

Papa sebagai kepala rumah tangga bertanggungjawab dalam memberikan biaya pendidikan serta kebutuhan anak. Apabila Papa tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, maka Mama juga memiliki kewajiban tehadap biaya yang dimaksud.

Hal yang sama juga diatur di dalam Pasal 149 huruf d KHI yang menyatakan bahwa:

“Bekas suami memiliki kewajiban untuk memberikan nafkah hadhanah kepada anak-anaknya. Maksud daripada nafkah hadhanah adalah biaya pemeliharaan, pengasuhan serta pendidikan terhadap anak hingga ia tumbuh dewasa,”

Anak harus selalu mendapat pendampingan dan kasih sayang yang cukup, meskipun orangtua telah berpisah. Itulah beberapa ketentuan hak asuh anak akibat perceraian orangtua.

Semoga informasi kali ini bisa bermanfaat, ya. 

Baca juga:

The Latest