Benarkah Vaksin PCV Tidak Bermanfaat? Ini Faktanya Menurut Dokter

- Studi yang ramai dibahas meneliti orang dewasa, bukan anak-anak.
- Hasilnya tidak bisa digeneralisasi karena dilakukan di wilayah dengan kasus rendah.
- Vaksin PCV terbukti efektif lindungi anak dari pneumonia dan menurunkan angka kematian bayi.
Belakangan ini, ramai diperbincangkan hasil penelitian berjudul “Effectiveness of antipneumococcal vaccination against pneumonia in adults”. Dalam studi tersebut, disebutkan bahwa vaksin PCV tidak efektif dalam mencegah pneumonia. Tak sedikit orangtua yang kemudian menjadi ragu dan khawatir terhadap manfaat vaksin PCV bagi bayi dan anak-anak mereka.
Vaksin PCV (Pneumococcal Conjugate Vaccine) adalah vaksin yang berfungsi untuk melindungi si Kecil dari infeksi Streptococcus pneumoniae, bakteri penyebab penyakit serius seperti pneumonia (radang paru), meningitis (radang selaput otak), dan bakteremia (infeksi darah). Di Indonesia, vaksin ini sudah termasuk dalam program imunisasi dasar anak dari pemerintah karena terbukti efektif mencegah penyakit berat akibat pneumokokus.
Melihat keresahan yang muncul di masyarakat, dr. Lucky Yogasatria, Sp.A., seorang dokter spesialis anak sekaligus konselor laktasi yang kerap memberikan edukasi kepada masyarakat melalui media sosial, turut memberikan penjelasan melalui akun Instagram pribadinya, @dr.lucky.sp.a. Ia menegaskan bahwa kesimpulan “vaksin PCV tidak bermanfaat” tidaklah tepat jika tidak memahami isi studi secara menyeluruh.
Nah, biar nggak bingung sama informasi yang beredar, Popmama.com sudah merangkum penjelasan dan analisis faktanya di bawah ini. Simak baik-baik, ya, Ma!
1. Studi dilakukan pada orang dewasa, bukan bayi atau anak

Fakta pertama yang paling penting adalah penelitian ini tidak dilakukan pada bayi atau anak-anak. Studi tersebut melibatkan orang dewasa berusia 50 tahun ke atas, bukan bayi atau balita seperti yang menjadi sasaran utama vaksin PCV di Indonesia. Jadi, hasil penelitian itu tidak bisa dijadikan acuan untuk menilai efektivitas vaksin PCV pada bayi atau anak kecil.
Pada usia lanjut, sistem imun tubuh sudah mulai menurun, sehingga respons terhadap vaksin juga berbeda dengan bayi dan anak-anak yang sedang dalam fase perkembangan imunitas optimal. Selain itu, dosis, jenis vaksin, dan tujuan pemberiannya pun bisa berbeda antara kelompok usia dewasa dan anak.
Di Indonesia, vaksin PCV diberikan pada usia 2, 4, dan 6 bulan, dengan dosis booster pada 12–15 bulan. Pada rentang usia ini, efektivitas vaksin sangat tinggi karena tubuh anak masih dalam fase membangun sistem pertahanan alami. Jadi, kalau penelitian tersebut dilakukan pada usia 50 tahun ke atas, tentu konteks dan hasilnya tidak bisa disamakan, Ma.
2. Sebagian besar subjek penelitian memiliki penyakit kronis

Dokter Lucky juga menyoroti bahwa sebagian besar subjek dalam studi tersebut adalah orang dewasa dengan penyakit kronis, seperti diabetes, penyakit jantung, hipertensi, atau gangguan paru kronis. Kondisi-kondisi ini membuat sistem kekebalan tubuh mereka lebih lemah dan tidak mampu memberikan respons maksimal terhadap vaksinasi.
Artinya, kalau efek perlindungan vaksin terlihat “tidak signifikan,” hal itu bukan berarti vaksinnya tidak bermanfaat, tapi lebih karena kondisi fisik para peserta yang memang sudah rentan terhadap infeksi sejak awal. Vaksin bekerja paling baik pada individu dengan sistem imun yang masih kuat dan di sinilah bedanya dengan anak-anak, yang secara fisiologis masih sangat responsif terhadap imunisasi.
Selain itu, orang dengan penyakit kronis biasanya juga menggunakan obat-obatan jangka panjang yang bisa memengaruhi efektivitas vaksin. Hal ini membuat hasil penelitian menjadi kurang representatif untuk kelompok anak-anak yang sehat.
3. Karakteristik subjek penelitian tidak seimbang

Dalam penelitian tersebut, pembagian karakteristik subjek dalam penelitian ini juga tidak seimbang. Antara kelompok yang memiliki komorbid dan yang tidak, serta antara yang menerima vaksin dan yang tidak, jumlahnya berbeda cukup jauh.
Selain itu, banyak variabel yang tidak bisa diatur, seperti tingkat paparan penyakit, riwayat penyakit, atau gaya hidup subjek penelitian. Semua hal ini dapat memengaruhi efektivitas vaksin, dan tanpa kontrol yang seimbang, hasil akhirnya bisa tampak “tidak signifikan” padahal datanya memang tidak cukup kuat.
4. Studi dilakukan di wilayah dengan kasus Pneumokokus yang sangat rendah

Penelitian yang ramai dibicarakan ini dilakukan di wilayah Catalonia, Spanyol, di mana angka kejadian penyakit pneumokokus sangat rendah, yakni sekitar 11 kasus per 100.000 orang per tahun. Dengan jumlah kasus sekecil itu, wajar jika hasil penelitian menunjukkan efek vaksin yang tampak “tidak terlalu besar”.
Namun, hal ini tidak berarti vaksin tidak efektif. Justru, di wilayah dengan angka penyakit yang rendah, efek vaksin sering kali tidak terlihat secara signifikan karena hanya sedikit orang yang terpapar. Tapi kondisi ini berbeda jauh dengan Indonesia, Ma, di mana pneumonia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian balita.
Jadi, kalau hasil studi dari daerah dengan risiko rendah dijadikan patokan untuk negara dengan angka penyakit tinggi, tentu kesimpulannya bisa berbeda. Vaksinasi tetap penting di negara seperti Indonesia untuk mencegah penularan dan menekan angka kematian anak akibat infeksi pneumokokus.
5. Desain penelitian masih terbatas

Dokter Lucky juga menjelaskan bahwa studi ini bersifat observasional, bukan uji klinis terkontrol (randomized controlled trial). Artinya, para peneliti hanya mengamati data dari pasien tanpa mengatur variabel penting yang dapat memengaruhi hasil, seperti pola hidup, riwayat kesehatan, dan kondisi sosial.
Desain observasional memang berguna untuk melihat tren, tapi tidak bisa digunakan untuk membuktikan sebab-akibat secara pasti. Jadi, ketika hasilnya menunjukkan bahwa vaksin tidak menurunkan angka rawat inap secara signifikan, itu tidak otomatis berarti vaksinnya tidak bekerja. Bisa jadi karena data yang terbatas, atau karena faktor luar yang tidak dikontrol dengan baik.
6. Vaksin PCV terbukti efektif dan aman untuk anak, menurut IDAI

Terakhir dan paling penting, vaksin PCV terbukti efektif dan aman untuk anak-anak. Menurut data dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), vaksin ini dapat menurunkan hingga 50% angka kematian balita akibat pneumonia.
Selain itu, vaksin PCV juga membantu mencegah komplikasi berat seperti meningitis dan sepsis yang bisa berakibat fatal. Banyak penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa setelah program vaksinasi PCV dijalankan, kasus infeksi berat akibat pneumokokus menurun drastis.
Jadi, Mama tidak perlu khawatir dengan isu “vaksin tidak bermanfaat”. Justru, vaksin PCV adalah langkah penting untuk memastikan si Kecil tumbuh sehat, terlindungi, dan terhindar dari risiko penyakit serius.
Setiap vaksin memiliki kelompok sasaran dan tujuan masing-masing, dan untuk si Kecil, vaksin PCV tetap menjadi bagian penting dari imunisasi dasar.
Semoga informasi ini bermanfaat, Ma.



















