- Saat anak bisa menahan diri untuk tidak marah ketika mainannya rusak.
- Saat remaja mampu membagi waktu antara belajar dan bermain.
- Saat mereka bisa berpikir sebelum bertindak.
5 Fakta Fungsi Eksekutif Otak Anak, Kunci Kesehatan Mental kala Remaja

- Fungsi eksekutif adalah kemampuan otak untuk mengatur diri, seperti mengendalikan emosi dan impuls, serta berpikir fleksibel.
- Riset menunjukkan 4 dari 10 remaja Indonesia kesulitan mengatur diri, yang dapat menyebabkan sulit belajar, mudah marah, dan kesulitan bersosialisasi.
- Gangguan fungsi eksekutif pada anak dapat menyebabkan sulit belajar
Mama, Papa, pernah nggak merasa anak sulit fokus, mudah marah, atau gampang menyerah saat menghadapi kesulitan kecil? Kadang, orangtua mengira itu cuma masalah sikap atau kurang disiplin. Padahal, bisa jadi hal itu berkaitan dengan bagian penting di otak yang disebut fungsi eksekutif.
Dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional 2025, Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menekankan bahwa penguatan fungsi eksekutif anak dan remaja adalah fondasi utama kesehatan mental bangsa.
Lewat riset nasional tahun 2025, PDSKJI menemukan bahwa masih banyak anak dan remaja Indonesia yang belum berkembang optimal dalam kemampuan mengatur emosi, membuat keputusan, dan mengendalikan diri. Padahal inilah kemampuan dasar yang menentukan masa depan mereka.
Agar Mama Papa makin paham, berikut Popmama.com berikan penjelasan lengkap dalam 5 fakta fungsi eksekutif otak anak, kunci kesehatan mental kala remaja.
1. Apa itu fungsi eksekutif dan kenapa penting untuk anak

Fungsi eksekutif adalah serangkaian kemampuan otak untuk “mengatur diri”, seperti kemampuan memusatkan perhatian, mengendalikan impuls, mengelola emosi, dan berpikir fleksibel.
Kalau diibaratkan, fungsi eksekutif adalah "manajer dalam otak" yang mengatur bagaimana seseorang berpikir, bertindak, dan bereaksi terhadap situasi.
Misalnya:
Menurut PDSKJI, fungsi eksekutif yang baik membuat anak lebih kuat secara mental (resilient), lebih mudah belajar, dan lebih siap menghadapi tantangan hidup modern.
Fungsi eksekutif anak dan remaja adalah fondasi kesehatan mental dan keberhasilan generasi masa depan. Karena pembangunan bangsa berakar dari manusia yang sehat fisik, mental, sosial dan spiritual.
2. Hasil riset nasional, 4 dari 10 remaja Indonesia masih kesulitan mengatur diri

Riset yang dilakukan PDSKJI tahun 2025 melibatkan 624 remaja usia 13–24 tahun dari berbagai daerah di Indonesia. Hasilnya cukup mengejutkan:
- 81% remaja berkembang dengan baik dalam fungsi eksekutif.
- Namun 39,8% masih memiliki working memory (daya ingat kerja) yang lemah, artinya mereka mudah terdistraksi, susah fokus, dan cepat bosan.
- 32,7% masih kesulitan mengendalikan impuls, sehingga mudah bertindak tanpa pikir panjang, misalnya membanting barang saat kesal atau membuat keputusan tergesa-gesa.
- Bahkan lebih dari 55,4% remaja belum memiliki arah hidup atau nilai spiritual yang matang, sehingga mudah kehilangan motivasi saat menghadapi tekanan sosial.
Temuan ini memperlihatkan bahwa masalah kesehatan mental anak dan remaja bukan cuma soal stres atau depresi, tapi juga tentang bagaimana otak mereka berkembang dan dilatih untuk mengontrol diri dan mengendalikan impuls.
3. Dampak nyata jika fungsi eksekutif anak lemah

Menurut PDSKJI, gangguan atau keterlambatan pada fungsi eksekutif bisa berisiko menimbulkan berbagai masalah, seperti:
- Sulit belajar dan konsentrasi
- Mudah marah dan impulsif
- Kesulitan bersosialisasi dan mengambil keputusan
- Kecendurungan pada perundungan
- Rentan kecanduan gawai atau internet
Anak atau remaja yang belum matang fungsi otaknya cenderung mudah stres, kehilangan arah, dan sulit mengendalikan emosi saat menghadapi tekanan, baik dari sekolah maupun pertemanan.
Dr. Suzy Yusna Dewi, Sp.KJ(K) dari PDSKJI menegaskan, “Ini bukan sekadar karakter anak yang manja atau nakal, tapi kondisi biologis otak yang perlu dikenali dan diperkuat sejak dini.”
Gangguan fungsi ini merupakan persoalan biologis otak yang harus ditangani secara ilmiah. Gangguan fungsi eksekutif berkorelasi kuat dengan peningkatan depresi dan kecenderungan berpikir fleksibel.
4. Era digital bisa mempercepat disfungsi otak anak

PDSKJI juga menyoroti pengaruh paparan gawai dan tekanan sosial digital.
Di satu sisi, dunia digital memang bisa mempercepat proses belajar. Tapi di sisi lain, jika digunakan tanpa pengawasan dan keseimbangan, justru bisa mempercepat disfungsi otak bagian depan (prefrontal cortex)sebagai pusat kendali fungsi eksekutif.
Anak yang terlalu lama menatap layar dan terus terpapar konten media sosial rentan mengalami:
- Sulit fokus dan mudah terdistraksi
- Emosi tidak stabil
- Sulit tidur
- Kehilangan minat terhadap kegiatan nyata
- Rasa cemas berlebihan
PDSKJI mengingatkan, investasi terbesar bangsa bukan hanya pada infrastruktur, tetapi juga pada kesehatan jiwa generasi muda.
Tanpa otak yang sehat dan kemampuan berpikir kritis, anak-anak Indonesia akan kesulitan menjadi generasi emas yang tangguh, empatik, dan kreatif.
"Investasi terbesar bangsa bukan hanya pada infrastruktur, tetapi pada otak dan kesehatan jiwanya. Tanpa penguatan fungsi eksekutif, kita berisiko kehilangan generasi yang mampu berpikir kritis, empatik, dan resilien," tutur dr.Suzy
5. Langkah nyata yang bisa dilakukan orangtua

PDSKJI menekankan pentingnya kerja sama lintas sektor — antara keluarga, sekolah, tenaga kesehatan, dan pembuat kebijakan. Tapi langkah pertama tetap dimulai dari rumah.
Berikut 5 langkah sederhana yang bisa Mama Papa lakukan:
1. Kenali tanda-tandanya sejak dini.
Jika anak mudah marah, sulit fokus, atau cepat menyerah, jangan langsung dimarahi. Amati pola dan bantu mereka mengenali perasaan sendiri.
2. Bangun rutinitas harian yang seimbang.
Pastikan anak punya waktu tidur cukup, aktivitas fisik, dan waktu tanpa layar setiap hari. Rutinitas membantu otak belajar disiplin dan fokus.
3. Latih kemampuan berpikir dan membuat keputusan.
Libatkan anak dalam hal kecil, seperti memilih baju sendiri, menentukan waktu belajar, atau merencanakan kegiatan akhir pekan.
4. Jaga komunikasi yang hangat.
Anak yang merasa didengar akan lebih mudah belajar mengendalikan emosi. Dengarkan dulu sebelum menasihati.
5. Cari bantuan profesional bila perlu.
Jangan ragu berkonsultasi ke psikolog anak atau psikiater bila Mama Papa merasa anak sulit mengatur diri, mudah stres, atau menunjukkan tanda depresi.
Selain itu, PDSKJI juga merekomendasikan langkah besar di tingkat masyarakat:
- Screening rutin kesehatan mental di sekolah.
- Pelatihan untuk guru dan orangtua.
- Integrasi edukasi pengendalian emosi dalam kurikulum sekolah.
- Kampanye nasional tentang kesehatan mental berbasis sains dan empati.
5 fakta fungsi eksekutif otak anak, kunci kesehatan mental kala remaja adalah fundamental untuk masa depan anak yang sama pentingnya dengan nilai akademik atau gizi harian.
Ketika anak mampu berpikir sebelum bertindak, menenangkan diri saat marah, dan mencari solusi saat gagal, berarti otaknya sedang bekerja dengan baik.
Seperti kata dr. Suzy dari PDSKJI, “Tanpa penguatan fungsi eksekutif, kita berisiko kehilangan generasi yang mampu berpikir kritis, empatik, dan resilien.”



















