Waspadai Dampak Screen Time pada Otak Anak Prasekolah

Seiring meningkatnya penggunaan gadget di kalangan anak-anak, Mama kini perlu lebih waspada terhadap dampak jangka panjang screen time terhadap tumbuh kembang si Kecil.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Studi terbaru Allegheny Health Network mengungkap bahwa anak usia prasekolah, yaitu dibawah usia 6 tahun yang menghabiskan waktu terlalu lama di depan layar cenderung mengalami keterlambatan dalam perkembangan sosial dan fungsi otak penting lainnya.
Para ahli telah menemukan adanya kaitan antara durasi screen time dan perkembangan struktur otak anak, khususnya pada bagian white matter yang berperan penting dalam bahasa dan kemampuan kognitif.
Hal ini menjadi pengingat bagi orangtua bahwa membiarkan anak terpapar screen time secara berlebihan dapat berpengaruh pada masa depan mereka secara neurologis.
Berikut telah Popmama.com rangkum informasi seputar dampak screen time pada otak anak prasekolah yang wajib diketahui oleh Mama.
1. Waspadai terlalu banyak screen time di usia dini

Anak-anak di bawah usia 5 tahun yang terlalu sering terpapar layar berisiko mengalami keterlambatan perkembangan sosial.
Dr. Joseph Aracri dari Allegheny Health Network mengungkap bahwa indikasi utama keterlambatan perkembangan sosial anak ditandai gejala kesulitan bersosialisasi. Seperti kesulitan dalam melakukan kontak mata, membangun hubungan sosial, hingga memahami ekspresi dan emosi orang lain.
Hal ini tentunya mengkhawatirkan, Ma, mengingat masa prasekolah adalah masa emas bagi kecerdasan sosial anak.
Paparan layar yang berlebihan membuat anak cenderung lebih pasif. Mereka kurang berlatih berbicara, mendengar secara aktif, atau terlibat dalam permainan imajinatif yang sangat penting dalam proses belajar.
Alih-alih terhubung dengan lingkungan sekitarnya, anak justru menjadi terisolasi dalam dunia digital yang belum tentu sesuai dengan kebutuhan tumbuh kembangnya.
2. Anak butuh aktivitas nyata, bukan hanya layar

Dr. Joseph Aracri juga menekankan bahwa anak-anak usia dini perlu menyentuh, mencium, melihat, dan bergerak sebagai bagian dari stimulasi sensorik mereka.
Aktivitas sehari-hari seperti bermain di luar rumah, menyusun balok, atau melukis merupakan dukungan yang mereka butuhkan untuk menunjang perkembangan motorik dan kognitif.
Pengalaman nyata juga lebih efektif membentuk kemampuan berpikir dan bahasa. Saat anak bermain dan berinteraksi secara langsung, mereka belajar mengungkapkan ide, bernegosiasi, dan memahami aturan sosial.
Hal tersebut adalah jenis pembelajaran yang tidak bisa diperoleh dari layar, terutama jika anak hanya menjadi penonton pasif.
3. Pengaruh layar terhadap perkembangan otak anak

Hasil pemindaian otak (MRI) dari studi yang sama menunjukkan bahwa anak usia 3–5 tahun yang menghabiskan waktu lebih dari satu jam di depan layar setiap hari mengalami perubahan pada struktur white matter di otak mereka.
Struktur White matter bertanggung jawab terhadap perkembangan bahasa, literasi, dan kemampuan menyelesaikan masalah. Kemampuan penting untuk menunjang keberlangsungan hidup anak mama hingga ia dewasa.
Perubahan ini berdampak jangka panjang. Anak yang terlalu sering menatap layar tanpa interaksi bermakna akan kesulitan memahami informasi verbal, membaca dengan lancar, atau merespons situasi sosial secara tepat.
Oleh karena itu, penting bagi Mama untuk lebih selektif dalam memberikan akses teknologi kepada si Kecil di usia dini.
Selain membatasi waktu penggunaan gawai, pastikan juga bahwa permainan yang anak mama mainkan dengan gadget adalah permainan interaktif yang menuntutnya untuk berpikir dan membuat keputusan,
bukan sekadar menonton atau bermain dengan pasif.
Mama bisa mengunduh permainan-permainan tersebut di gawai si Kecil dengan memasukan kata kunci 'game edukatif untuk anak' di mesin pencarian.
4. Panduan bagi orangtua untuk mengatur screen time anak

American Academy of Pediatrics (AAP) merekomendasikan agar anak di bawah usia 18 bulan tidak terekspos layar sama sekali, kecuali untuk video call dengan keluarga.
Sementara itu, anak usia 2–5 tahun sebaiknya hanya diberi screen time maksimal satu jam per hari dengan pengawasan orang dewasa dan konten yang edukatif.
Pengawasan orangtua menjadi kunci penting karena dapat mengubah screen time menjadi momen interaktif.
Saat orangtua mendampingi dan berdialog dengan anak selama menonton atau bermain, konten tersebut menjadi alat belajar, bukan sekadar hiburan pasif.
Tanpa keterlibatan ini, manfaat screen time akan sangat terbatas, bahkan bisa berbalik menjadi hal yang membahayakan perkembangan otak anak.
5. Ganti screen time dengan aktivitas bermakna

Mama harus menghindari kecenderungan untuk hanya mengandalkan layar untuk menenangkan anak. Mama bisa memperkenalkan berbagai aktivitas alternatif yang sama menyenangkannya.
Permainan seperti menyusun puzzle, membuat prakarya dari barang bekas, atau sekadar bermain air saat hujan dapat memberikan stimulasi yang jauh lebih kaya daripada layar.
Aktivitas-aktivitas ini tidak hanya seru, tetapi juga mendukung perkembangan motorik halus, koordinasi mata dan tangan, serta daya imajinasi anak.
Selain itu, kegiatan fisik dan kreatif juga membantu anak belajar memecahkan masalah dan membangun rasa percaya diri.
Misalnya, saat anak menyelesaikan puzzle yang rumit atau menciptakan bentuk baru dari playdough, ia akan belajar bahwa kesabaran dan usaha bisa membuahkan hasil.
Interaksi dengan orangtua selama aktivitas ini juga menjadi momen berharga yang memperkuat keterikatan emosional dalam keluarga.
Untuk mendukung kebiasaan sehat ini, orangtua bisa mulai membentuk rutinitas harian yang minim layar.
Contohnya, dengan meluangkan waktu bermain bersama setelah makan malam, atau menjadikan sesi membaca buku sebelum tidur sebagai pengganti tontonan malam.
Rumah juga bisa dijadikan zona bebas gadget di waktu tertentu, seperti saat makan atau menjelang tidur, demi menciptakan lingkungan yang lebih interaktif dan mendukung kesehatan mental anak.
Itulah informasi mengenai dampak screen time pada otak anak prasekolah. Mama bisa mulai lebih ketat dalam mengawasi screen time si Kecil, agar ia dapat tumbuh sebagai anak yang sehat.