- ditampar berkali-kali,
- tangannya ditusuk dengan sedotan,
- ditendang saat proses belajar di kelas,
- punggungnya dipukul saat menulis.
Siswa SMP Tangsel Masuk RS dengan Gangguan Penglihatan Akibat Bullying
-smZIk0Nsd25hP0vk8SU2HMmOVdRpOAfq.jpg)
- Dugaan kekerasan sudah terjadi sejak hari pertama sekolah, dengan tindakan fisik seperti ditampar, ditusuk dengan sedotan, dan dipukul.
- Puncak insiden terjadi saat MH diduga dipukul menggunakan kursi besi, menyebabkan benjolan pada kepala dan kondisi fisiknya semakin memburuk.
- Kondisi fisik MH terus menurun setelah insiden tersebut, mengeluhkan pandangan kabur dan tubuh melemah, namun mediasi antara keluarga korban dan pelaku tidak berjalan lancar.
Kasus perundungan kembali terjadi di lingkungan sekolah. Kali ini, seorang siswa SMP negeri di Tangerang Selatan berinisial MH (13) harus mendapatkan perawatan intensif di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan.
Keluarga menyebut kondisi fisik MH menurun drastis setelah mengalami serangkaian kekerasan dari teman sekelasnya.
Peristiwa ini bermula saat kegiatan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), dan semakin memburuk hingga puncaknya pada Oktober 2025. Kasus ini menambah daftar panjang persoalan bullying yang masih menghantui dunia pendidikan.
Berikut Popmama.com kupas siswa SMP Tangsel masuk RS dengan gangguan penglihatan akibat bullying!
1. Dugaan kekerasan sudah terjadi sejak hari pertama sekolah

Menurut keterangan sang ibu, Y (38), anaknya mulai menjadi target perundungan sejak MPLS dimulai.
Y mengungkapkan bahwa MH menerima tindakan kekerasan fisik seperti:
"Sejak awal MPLS sudah kena tabok (pukulan) sampai tiga kali, lalu tangannya sering kali ditusuk pakai sedotan. Saat menulis, tangannya ditendang, punggungnya dipukul," ujar sang ibu.
Sejak saat itu, MH disebut terus mengalami perlakuan serupa hampir setiap hari.
2. Dipukul dengan kursi besi, jadi dugaan puncak insiden

Pada Senin, 20 Oktober 2025, kondisi semakin memburuk. MH diduga dipukul menggunakan kursi besi oleh teman sekelasnya. Pukulan tersebut menyebabkan benjolan pada bagian kepala.
MH baru berani menceritakan kejadian tersebut satu hari setelahnya. Saat itu, ia mengaku takut membuat ibunya semakin khawatir karena sang ibu baru keluar dari ICU.
Hal ini pemicu pertanyaan yang kerap kali ibunya lontarkan akibat dari perubahan perilaku anaknya. Barulah MH mengakui dan bercerita secara detail.
3. Kondisi fisik memburuk, penglihatan terganggu dan tubuh melemah

Sejak puncak insiden tersebut, kondisi MH terus menurun. Saudara dekatnya, RF (29), mengatakan bahwa MH mulai mengeluhkan pandangan kabur sejak 21 Oktober 2025.
“Awalnya dari kepala lalu menjalar ke mata. Badannya melemah seperti lumpuh sebagian,” tutur RF.
Meski MH masih sadar, keluarga menyebut anak tersebut tampak linglung dan sulit fokus. Barulah keluarga membawa MH ke dokter di rumah sakit daerah BSD.
4. Mediasi dilakukan, keluarga pelaku janji manis menanggung biaya

Mediasi antara keluarga korban dan keluarga terduga pelaku dilakukan pada 22 Oktober 2025.
Kepala sekolah, Frida Tesalonik, mengatakan bahwa keluarga terduga pelaku menyatakan kesediaannya untuk membiayai perawatan MH. Pernyataan tersebut juga dicantumkan dalam surat yang ditandatangani kedua pihak.
Namun, sungguh memprihatinkan, pihak sekolah seolah-olah lepas tangan dari pertanggungjawaban muridnya. Frida Tesalonika menganggap bahwa adanya mediasi sudah menyelesaikan masalah tanpa mengawasi lebih lanjut hingga pulih sempurna.
5. Keluarga korban menyebut pelaku lepas tanggung jawab

Kesepakatan yang sudah dijanjikan nyatanya hanya omon-omon belaka. Keluarga korban mengaku, kesepakatan pada akhirnya tidak terpenuhi.
"Saat korban dipindahkan ke Rumah Sakit di Fatmawati, keluarga pelaku malah tidak mau membantu, seolah-olah menghilang hingga kami (keluarga MH) mencari pinjaman uang sendiri", tutur sang ibu (RF).
Keluarga kemudian mencari bantuan kembali ke sekolah, tetapi diarahkan untuk membuat pelaporan ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang Selatan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa perundungan di sekolah bukan sekadar masalah perilaku antarsiswa, tetapi dapat berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental korban. Orang tua, sekolah, dan institusi pendidikan perlu bekerja sama menciptakan lingkungan yang aman dan bebas kekerasan.
Kasus siswa SMP Tangsel masuk RS dengan gangguan penglihatan akibat bullying bukan sekadar “kenakalan anak-anak”. Bullying adalah kekerasan yang bisa menghancurkan masa depan seseorang.



















