Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

7 Alasan Balita Suka Memukul, Bagaimana Cara Menghentikannya?

balita dengan pose memukul
Freepik
Intinya sih...
  • Anak balita belum bisa mengontrol emosi atau memahami dampak dari tindakannya.
  • Balita belum paham bahwa memukul itu menyakitkan dan belum punya empati sepenuhnya.
  • Balita masih belajar mengenali emosi, masih kurang kosakata untuk mengekspresikan perasaannya, dan kontrol diri masih lemah sehingga pukulan adalah satu-satunya bentuk yang ia pahami.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Memasuki usia balita (di bawah 5 tahun), anak berada dalam tahap mempelajari dan menguasai aspek-aspek keterampilan dalam kecerdasan emosional. 

Pada balita, rasa marah cukup efektif untuk mendapatkan perhatian atau memenuhi keinginan. Reaksi marah dapat terlihat saat wajah mengerutkan kening atau melotot serta nada suara meninggi yang disertai perilaku memukul, menendang, atau melempar benda.

Marah dapat diekspresikan dengan menangis atau cemberut saat merasa frustrasi dan kurang suka terhadap orang lain atau objek tertentu.

Hal yang dapat memunculkan rasa marah pada balita adalah tidak terpenuhinya keinginan dengan segera, merasa tidak nyaman secara fisik, lingkungan yang terlalu panas atau berisik, aktivitas dibatasi, dan adanya paksaan dari orang lain.

Faktanya, perilaku seperti itu adalah bagian dari proses belajar dan perkembangan mereka. Yuk, Popmama.com bahas 7 alasan balita suka memukul, bagaimana cara menghentikannya?

Alasan Balita Suka Memukul

1. Mereka bukan 'versi mini' orang dewasa

balita sedang marah
Freepik

Otak anak masih berkembang, jadi mereka belum bisa mengontrol emosi atau memahami dampak dari tindakannya.

Terlebih terhadap balita, mereka tidak bermaksud ‘rewel’, hanya saja mereka belum mengenal emosi dasar dan apa yang mereka rasakan.

2. Belum paham bahwa memukul itu menyakitkan

anak sedang menangis
Freepik/user15285612

Bagi mereka, memukul hanya salah satu cara mengekspresikan perasaan, bukan untuk menyakiti. Bagi mereka, memukul hanyalah reaksi spontan terhadap perasaan yang kuat, bukan tindakan yang menyakiti orang lain. 

Mereka belum bisa membayangkan bahwa pukulan itu bisa membuat orang lain menangis atau merasa sakit.

Seiring bertambahnya usia dan dengan bimbingan orangtua, anak baru belajar memahami bahwa tindakan fisik bisa melukai perasaan dan tubuh orang lain.

3. Belum punya empati sepenuhnya

balita meltdown saat bermain games
Freepik

Rasa kasih sayang dan kemampuan memahami perasaan orang lain sedang bertumbuh, belum matang.

Balita masih dalam tahap belajar mengenali bahwa orang lain punya perasaan berbeda dari dirinya.

Misalnya, ketika ia memukul temannya, ia mungkin hanya fokus pada keinginannya sendiri tanpa memahami reaksi orang lain.

Di sinilah peran orangtua sangat penting untuk mencontohkan empati dengan berbicara lembut, menunjukkan ekspresi wajah sedih saat orang lain terluka, atau menjelaskan, “Temanmu sedih karena dipukul.”

4. Masih belajar mengelola emosi

balita menangis
Freepik/andreas

Anak belum tahu bagaimana menyalurkan marah, kecewa, atau frustrasi dengan cara yang tepat.

Untuk itu, anak-anak perlu role model dari orang terdekatnya. Apabila orangtua sedang merasa sedih, senang, atau marah sekalipun, usahakan jangan menutupinya di hadapan anak.

Si Kecil akan sulit mengenali emosi dan mengelola emosi negatif mereka apabila orangtua tidak menjadi role model di rumah.

5. Kurang kosakata untuk mengekspresikan diri

anak tidak mau makan
Freepik

Kadang mereka memukul karena belum bisa berkata, “Aku marah,” atau “Aku mau main juga!”

Si Kecil belum memiliki kosakata yang cukup untuk mengatakan apa yang mereka rasakan. Di sini, Mama dan Papa bia ajarkan dengan memberi contoh kalimat sederhana seperti, “Kamu bisa bilang, aku mau gantian, ya,” agar anak belajar menyalurkan emosinya dengan kata-kata.

6. Kontrol diri masih lemah

anak sedang menangis
Freepik/pvproductions

Balita belum bisa menahan dorongan spontan, apalagi ketika merasa kesal. Pertahanan dirinya belum berfungsi optimal, sehingga anak sering bertindak dulu, baru menyesal kemudian.

Mama dan Papa bisa membantu anak mengenali sinyal tubuhnya, seperti apabila anak sedang marah, ajak dia untuk pergi menyendiri dari ruangan dan menenangkan diri sendiri dengan mengatur nafas yang baik.

7. Perhatian adalah segalanya

balita sedang belajar makan
Pinterest.com/Metro

Anak akan mencari perhatian, baik positif maupun negatif. Kalau setiap kali memukul mereka langsung “heboh” diperhatikan, mereka bisa berpikir: “Wah, seru juga! Aku diperhatikan.”

Momen emosional anak bukanlah sesuatu yang menantang, melainkan sebagai kesempatan membangun kedekatan dan melatih emosinya secara sehat.

Cara Menghentikan Kebiasaan Memukul

anak kecil memegang buah
Freepik
  1. Ajarkan keterampilan baru.
    Misalnya, tunjukkan cara melampiaskan emosi:
    “Kalau kamu marah, kamu boleh hentakkan kaki seperti ini, ya.”
  2. Berikan pujian pada perilaku positif.
    “Kamu lembut banget waktu mengelus kucingnya, Ibu senang deh.”
    Anak akan belajar bahwa perilaku baik juga bisa menarik perhatian positif.
  3. Validasi perasaannya.
    “Kamu marah karena temannya nggak mau berbagi, ya?”
    Dengan begitu, anak merasa dimengerti tanpa harus meluapkan emosi lewat pukulan.
  4. Tetapkan batas dengan lembut.
    “Memukul itu tidak boleh, ya. Kita pindah dulu supaya semua aman.”
    Anak belajar bahwa semua perasaan boleh dirasakan, tapi tidak semua tindakan boleh dilakukan.

Tahapan Melatih Emosi Anak (Emotion Coaching)

Ibu sedang membacakan buku
Freepik

Emotion Coaching adalah satu metode yang digunakan untuk merespons momen emosional anak. Metode ini cocok digunakan dalam membantu si Kecil dalam memahami emosi yang mereka rasakan. Pelatihan emosi anak adalah seni yang membutuhkan kesadaran emosional serta perilaku mendengarkan dan pemecahan masalah yang spesifik.

Setelah memahami enam emosi dasar manusia, Mama dan Papa bisa lakukan emotion coaching untuk balita secara bertahap, melalui:

  1. Menyadari emosi diri sendiri dan anak (awareness)
  2. Menerima emosi anak sebagai peluang untuk lebih dekat dengan mereka dan bantu mereka mengatasi perasaannya (accepting)
  3. Membantu anak memberi label pada emosi yang sedang dirasakannya dengan kata-kata (labeling)
  4. Mendengarkan dengan empati dan pengertian (empathy)
  5. Menentukan batas-batas perilaku yang boleh dilakukan anak ketika membantu anak menyelesaikan masalahnya (problem-solving)

Tantrum dan emosi besar adalah bagian alami dari pertumbuhan anak. Tapi dengan cara pengasuhan yang cerdas dan sesuai tahap perkembangan mereka, Mama dan Papa bisa membantu anak belajar mengelola perasaannya tanpa kekerasan.

Mama dan Papa sekarang sudah paham, kan, 7 alasan balita suka memukul, bagaimana cara menghentikannya? Semangat membersamai anak di rumah!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Kid

See More

10 Kalimat Ampuh Menenangkan Anak yang Sedang Marah atau Sedih

12 Nov 2025, 19:45 WIBKid