Parenting adalah proses belajar seumur hidup, terpenting bukan sempurna, tetapi mau terus tumbuh.
7 Cara Menjadi Orangtua yang Baik Meski Punya Luka Masa Kecil

- Kenali dan sadari trauma masa lalu untuk memahami pola pengasuhan negatif yang perlu diperbaiki.
- Lakukan pemrosesan diri melalui terapi, konseling, atau kegiatan self-care agar stres dan trauma tidak mempengaruhi parenting.
- Membicarakan hal sulit secara komunikatif dan jujur untuk menciptakan hubungan yang lebih sehat dengan orang terdekat.
Setiap orangtua pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anaknya. Namun, bagi sebagian orang, perjalanan menjadi orangtua tidak selalu mudah karena masih membawa luka atau pengalaman pahit dari masa kecil.
Ketakutan akan mengulang pola yang sama, rasa cemas berlebihan, hingga sulit mengelola emosi sering kali muncul tanpa disadari. Meski begitu, para ahli menyebut bahwa memiliki trauma masa kecil bukan berarti seseorang tidak bisa menjadi orangtua yang baik.
Dengan menyadari pola lama dan belajar membangun hubungan yang lebih sehat bersama anak, setiap orangtua tetap bisa menciptakan lingkungan tumbuh kembang yang aman, penuh kasih, dan stabil.
Jika sedang berusaha memutus rantai luka masa lalu, berikut Popmama.com rangkum cara menjadi orangtua yang baik meski punya luka masa kecil.
1. Kenali dan sadari trauma masa lalu

Langkah pertama agar tidak tanpa sadar meneruskan pola pengasuhan negatif adalah dengan menyadari luka yang pernah dialami. Menurut Kaytee Gillis, LCSW, psikoterapis dan penulis Healing from Parental Abandonment and Neglect, banyak penyintas trauma tumbuh dengan mekanisme bertahan hidup seperti penyangkalan atau pembenaran.
Mekanisme ini memang membantu mereka melewati masa sulit, tetapi justru bisa menghambat proses penyembuhan saat dewasa. Dengan berani mengakui bahwa ada pengalaman masa kecil yang menyakitkan, kita membuka pintu untuk memahami pola yang terbentuk dan mulai memperbaikinya.
"Kesadaran diri adalah langkah penting untuk memutus rantai trauma dan menciptakan pola pengasuhan yang lebih sehat bagi anak," ujarnya di Psychology Today.
2. Lakukan pemrosesan diri, bisa terapi atau konseling

Setelah mengenali dan menyadari trauma yang ada, langkah selanjutnya adalah melakukan pemrosesan dari trauma tersebut. Adapun jenis pemrosesannya bisa bervariasi mulai dari terapi, konseling, atau kegiatan self-care agar stres dan trauma tidak mempengaruhi parenting.
Ahli parenting menyebut bahwa trauma antargenerasi memang bisa diwariskan, tetapi setiap orang punya kesempatan untuk memutus rantai tersebut. Salah satu cara lainnya dengan mengejar hal-hal yang memberi makna baik pekerjaan, hobi, maupun kegiatan kecil yang membuat kita merasa hidup.
"Kita membangun warisan positif untuk keluarga. Tindakan sederhana yang dilakukan dengan konsisten dapat menyeimbangkan luka masa lalu dan menciptakan perubahan baik yang berdampak pada anak di masa depan," ujar Jordan Grumet, M.D., dokter spesialis penyakit dalam dan penulis The Purpose Code dikutip dari Psychology Today.
3. Membicarakan hal sulit secara komunikatif dan jujur

Membicarakan hal-hal sulit tidak pernah mudah, terutama bagi seseorang yang tumbuh dalam keluarga tanpa contoh komunikasi sehat dan empati. Menurut Kaytee Gillis, LCSW, langkah awal yang bisa dilakukan adalah memberi tahu orang terdekat bahwa kita sedang berusaha memutus pola lama dan ingin lebih terbuka untuk belajar.
"Ini bukan meminta mereka bertanggung jawab atas perubahan kita, tetapi menunjukkan bahwa kita ingin menjadi pribadi yang lebih aman dan siap menghadapi percakapan penting demi hubungan yang lebih sehat," jelas Kaytee dikutip dari Psychology Today.
4. Latih regulasi emosi dan coping sehat sebagai orangtua

Sebagai orangtua yang memiliki luka masa kecil, kemampuan mengelola emosi menjadi sangat penting. Keterampilan seperti mengenali stres, menenangkan diri saat marah, dan mencegah reaksi impulsif dapat dilatih melalui meditasi, journaling, olahraga, atau konseling.
Dengan regulasi emosi yang lebih baik, orangtua dapat merespons perilaku anak dengan tenang dan penuh kelembutan, bukan dari “luka lama” yang terpicu.
Psikolog Lisa Firestone, Ph.D., di Psychology Today menyarankan pendekatan RAIN dari Jack Kornfield dan Tara Brach untuk membantu menenangkan diri, berikut adalah caranya:
- Recognize (sadari emosi yang muncul)
- Allow (izinkan emosi hadir tanpa melawan)
- Investigate (selidiki apa yang memicu perasaan tersebut)
- Non-identification (ingat bahwa emosi atau ingatan itu tidak mendefinisikan diri)
Latihan ini membuat orangtua lebih mampu hadir secara sadar dan tidak dikuasai pola masa lalu.
5. Berhenti menyalahkan diri dan belajar jadi orangtua yang “cukup baik”

Orangtua dengan luka masa kecil sering merasa takut mengulang pola yang sama hingga terlalu keras pada diri sendiri. Namun, menurut Kristin Neff, ahli self-compassion, kemampuan memberi belas kasih pada diri sendiri justru membantu menurunkan stres pengasuhan dan membuat orangtua lebih peka pada kebutuhan emosional anak.
Kaytee Gillis, LCSW, juga menekankan pentingnya welas asih diri. Banyak penyintas trauma memiliki kebiasaan atau mekanisme coping tertentu sebagai bentuk bertahan hidup, sehingga tidak seharusnya terus menghukum diri. Dengan memahami bahwa diri pernah melakukan yang terbaik untuk melewati masa sulit, orangtua dapat mulai memaafkan diri sendiri, tumbuh, dan menjadi sosok yang “cukup baik” bagi anak.
6. Jadikan parenting sebagai proses sadar, refleksi dan belajar dari kesalahan

Mengasuh anak sambil membawa luka masa kecil bukan proses yang berjalan mulus. Ada kalanya orangtua masih terpancing emosi, bereaksi impulsif, atau mengulang pola lama tanpa sengaja.
Namun, seperti diingatkan Jen Lumanlan, M.S., M.Ed., perubahan tidak lahir dari menyalahkan diri sendiri, melainkan dari kemampuan untuk hadir secara sadar dan merefleksikan apa yang terjadi.
Daripada mengutuk diri dengan pikiran “saya orangtua yang buruk”, cobalah memberi welas asih kepada diri sendiri seperti kepada sahabat dekat. Sikap lembut terhadap diri membantu kita memahami kesalahan tanpa terjebak rasa malu, sehingga lebih mudah membangun kebiasaan baru yang lebih sehat.
7. Fokus pada kebutuhan anak, bukan luka masa lalu

Dijelaskan Jen Lumanlan, M.S., M.Ed., banyak orangtua tanpa sadar mencoba “menyembuhkan” masa kecilnya melalui pola asuh mereka. Penelitian Dr. Rebecca Babcock Fenerci bahkan menemukan bahwa beberapa ibu yang sangat “mencintai menjadi orangtua” justru memiliki anak dengan kesejahteraan emosional lebih rendah, kemungkinan karena kebutuhan emosional orangtua tidak terpenuhi dan secara tidak sadar dibebankan kepada anak.
"Ingatlah, anak tidak punya tugas menyembuhkan masa lalu kita, tugas mereka adalah menjalani masa kecil yang sehat, dengan dukungan orangtua yang hadir secara sadar," tuturnya, dikutip dari Psychology Today.
Anak-anak, terutama balita dan usia sekolah dasar, sangat membutuhkan rasa aman dan rutinitas yang konsisten. Orangtua yang memiliki trauma masa kecil dapat membantu menciptakan stabilitas melalui jadwal tidur, makan, bermain, dan belajar yang teratur.
Rutinitas yang dapat ditebak membuat anak merasa nyaman, terlindungi, dan memiliki dasar emosional yang kuat untuk tumbuh.
Itulah tadi cara menjadi orangtua yang baik meski punya luka masa kecil. Semoga membantu untuk mama dan papa yang berusaha menjadi orangtua terbaik untuk si Kecil.


















