- kreativitas,
- kemampuan adaptasi,
- problem solving,
- komunikasi,
- dan kepercayaan diri.
5 Prinsip Pendidikan yang Membentuk Anak Bahagia ala Finlandia

- Pendekatan bermain (play-based learning) membuat anak belajar melalui rasa ingin tahu, eksplorasi, dan menyenangkan.
- Lingkungan belajar yang aman secara emosional membentuk koneksi belajar lebih kuat dan bahagia.
- Sekolah dengan filosofi Finlandia yang dipadukan budaya Indonesia menciptakan ruang belajar yang tenang, minim distraksi, dan menghargai identitas anak.
Di tengah arus pendidikan yang sering menilai anak dari kecepatan membaca, berhitung, atau mengerjakan tugas secara akademik, sebuah institusi pendidikan di Menteng datang membawa perspektif baru, yakni:
Belajar yang baik tidak dimulai dari tekanan, tetapi dari kebahagiaan.
Di dalam setiap ruang kelasnya, satu prinsip selalu menjadi pegangan, “Setiap anak berhak belajar tanpa tekanan, tanpa rasa takut salah, dan tanpa kehilangan keinginannya untuk bertanya.”
Itulah sebabnya pendekatan pendidikan yang diadaptasi dari kurikulum Finlandia ini tidak sekadar mengasah kemampuan akademik, tetapi juga membangun fondasi karakter, hal yang akan mereka bawa sepanjang hidup. Proses belajar-mengajar dirancang agar percaya diri secara sosial, stabil secara emosional, dan kuat secara akademik sejalan dengan resiliensi, komunikasi, dan kemampuan memecahkan masalah.
Kelima prinsip ini didasari pada keinginan yang kuat untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik dengan mengedapkan gaya hidup yang ditanamkan sejak kecil. Yuk, intip 5 prinsip pendidikan yang membentuk anak bahagia ala Finlandia bersama Popmama.com!
Kurikulum Pendidikan Finlandia yang diadaptasi di Indonesia

Di Finlandia, pendidikan tidak sekadar mengejar pencapaian akademik. Mereka meyakini anak memiliki hak untuk tumbuh dalam lingkungan yang bebas dari tekanan, sehingga mereka dapat mengembangkan seluruh potensi dirinya baik secara sosial, emosional, maupun akademik.
Pada soft launch HEI Schools SPM Menteng (Selasa, 11/11/2025), Duta Besar Finlandia untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor-Leste, Pekka Kaihilahti, menyampaikan,
“Di Finlandia, kami percaya bahwa anak berkembang saat mereka merasa aman, dihargai, dan gembira. Pendidikan bukan perlombaan, tetapi perjalanan untuk menemukan siapa diri mereka.”
Beliau menambahkan bahwa kekuatan sistem pendidikan ala Finlandia bukan berasal dari tekanan, tetapi dari kepercayaan terhadap anak, “Tanggung jawab kita bukan menghasilkan murid yang sempurna, tetapi manusia yang percaya diri dan mencintai belajar sepanjang hidupnya,” jelasnya.
Pernyataan tersebut menjadi dasar filosofi sekolah ini yang berkomitmen melihat anak secara holistik, bukan hanya sebagai “murid”, tetapi sebagai individu yang memiliki perasaan, cara berpikir, karakter, serta ritme berkembang yang unik.
Menurut penelitian, ketika anak merasa senang, mereka menjadi lebih berani mencoba hal baru, tidak takut salah, dan terdorong untuk menemukan solusi dari tantangan yang mereka ciptakan sendiri.
Melalui permainan, anak memperoleh keterampilan yang tidak bisa dibentuk melalui metode instruksi langsung:
Karena anak yang bahagia bukan hanya mudah belajar, mereka akan terus mencintai proses belajar itu sepanjang hidupnya.
1. Rasa ingin tahu dan kreativitas: fondasi pembelajaran anak

Prinsip pertama, melalui pendekatan asal Finlandia yang berfokus pada joyful learning dan holistic development, setiap pembelajaran selalu dimulai dari rasa ingin tahu anak. Sejatinya anak lahir dengan naluri untuk bertanya, mencoba, dan mengeksplorasi dunia.
Otak anak usia dini belum sepenuhnya berkembang. Bagian cortex yang bertanggung jawab atas logika dan penalaran tingkat tinggi masih dalam tahap pertumbuhan. Itu sebabnya anak belajar melalui refleksi dan pengalaman langsung, bukan hanya instruksi verbal atau perintah.
Mereka membutuhkan waktu untuk mengamati, mencoba, dan merasakan sendiri akibat dari tindakan mereka. Proses ini disebut learning through reflection, yang memungkinkan anak memahami dunia dari pengalaman nyata sebelum memprosesnya secara rasional. Oleh karena itu kegiatan kurikulum pendidikan ala Finlandia dirancang fleksibel menyesuaikan kebutuhan anak.
“Rasa ingin tahu dan kreativitas anak akan berkembang saat mereka melakukan kesalahan. Maka biarkan mereka mencoba solutif, kita para orangtua perlu menyediakan medium agar anak membuat kesalahan. Berikan ruang untuk eksplorasi, untuk jatuh, untuk luka, karena mereka akan merasa aman secara fisik dan psikologis. Berbanding terbalik apabila kita tidak pernah membiarkan mereka melakukan kesalahan, maka mereka nggak akan pernah merasa aman,” tutur Arthalia Larsen, Co-Founder & School Director, HEI Schools Indonesia.
Di sini, anak diberikan cara terbaik untuk menumbuhkan jiwa lifelong learner dengan memastikan bahwa anak-anak dapat menikmati proses belajar mereka sesuai dengan tahap perkembangan masing-masing.
2. Partisipasi aktif: setiap anak adalah pemimpin

Masa kanak-kanak adalah periode krusial untuk menumbuhkan kemampuan intelektual, sosial, dan emosional. Namun, kunci untuk memaksimalkan potensi anak adalah bagaimana mereka dilibatkan. Di sinilah konsep partisipasi aktif sebagai prinsip kedua menjadi sangat penting.
Partisipasi aktif adalah ketika anak benar-benar terlibat dalam proses belajar, bukan sekadar menerima informasi. Mereka menyentuh, mencoba, berdiskusi, dan bereksperimen, menghubungkan teori dengan pengalaman nyata. Dengan cara ini, pembelajaran menjadi relevan, berkesan, dan mudah diingat, sekaligus menumbuhkan rasa ingin tahu dan kreativitas anak.
Partisipasi aktif mendukung perkembangan sosial dan emosional anak. Aktivitas interaktif, seperti permainan peran atau proyek kelompok, melatih empati, komunikasi, dan kemampuan mengelola emosi.
3. Berikan anak kepercayaan: superpower bagi self-esteem

Kepercayaan adalah fondasi hubungan sosial umat manusia. Saat ada budaya kepercayaan di sekolah maupun di rumah, anak merasa aman untuk mencoba, gagal, dan belajar dari kesalahan.
Guru seyogianya melihat keunikan setiap anak, menghargai kekuatan masing-masing, dan menekankan bahwa setiap anak selalu berusaha melakukan yang terbaik. Tidak ada tekanan untuk menjadi “sempurna”, hanya dukungan untuk menjadi versi terbaik dari diri mereka.
“Hidup di dunia mungkin memang tidak aman, tapi kita bisa membuat anak merasa aman dari lingkaran terkecilnya (sekolah dan rumah). Kita juga tidak membiasakan tertawa pada anak atas pertanyaan, kesalahan, atau hal-hal kecil yang dilakukannya. Semua kita anggap serius, dengan begitu, mereka tidak akan takut salah atau berkecil hati yang menimbulkan insecurity dan keraguan atas diri sendiri ke depannya,” ujar Nia Natalia Lie, Kepala Sekolah HEI Schools SPM Menteng.
4. Hidup berkelanjutan: membiasakan anak peduli lingkungan dan sosial

Belajar berkelanjutan di sekolah bukan hanya soal teori, tetapi praktik sehari-hari. Anak-anak perlu diajarkan menghargai alam, memilah sampah, menggunakan kembali barang, dan memahami konsep circular economy melalui aktivitas konkret.
Konsep berkelanjutan nampaknya harus menjadi aspek penting yang diterapkan di dunia pendidikan guna mencerminkan kepedulian terhadap generasi mendatang dengan menciptakan gaya hidup yang ramah lingkungan di area belajar.
Contohnya, dapat dimulai dari program pengelolaan sampah dan daur ulang, meningkatkan kualitas udara melalui ventilasi, adanya ruangan terbuka hijau, kurikulum berbasis lingkungan, dan plastic free schools.
5. Belajar di mana saja, kapan saja: dunia adalah kelas terbesar

Setiap momen bisa menjadi kesempatan belajar. Terutama bagi anak usia dini di umur 18 bulan sampai 5 tahun, anak harus belajar dengan bergerak dan beraktivitas bukan duduk manis mengembangkan akademiknya.
Dengan beraktivitas, anak akan belajar dari banyak hal. Otak kanan akan lebih dominan berkembang dan berguna bagi regulasi emosinya di kemudian hari. Pendekatan yang baik, menyenangkan, dan aman akan menjadi akses belajar bagi anak usia dini yang relevan dengan masa pertumbuhannya. Contoh kecilnya dapat dimulai dari:
- Saat makan, anak belajar mengenal bentuk, warna, dan menghitung sayur.
- Saat memakai sepatu, mereka melatih motorik halus dan kesabaran.
- Saat membuat kue dengan keluarga, mereka belajar matematika dan sains dari adonan.
- Saat mengikuti perayaan budaya, mereka belajar musik, komunikasi, dan identitas sosial.
Setiap pengalaman adalah pelajaran berharga yang membangun anak menjadi pembelajar seumur hidup.
Mengapa anak harus belajar dengan bahagia?

“Pendidikan untuk anak usia dini tidak dapat memisahkan antara bermain dengan belajar. Bermain dan belajar adalah satu kesatuan, mereka bermain saat belajar, dan belajar saat bermain. Bermain dan belajar harus diterapkan secara berkesinambungan,” tutur Rosdiana Setyaningrum, MPsi, MHPEd, psikolog anak.
Play-based learning adalah cara belajar yang paling alami dan efektif untuk anak. Lewat free play dan role play, anak terlibat aktif dalam berpura-pura menjadi dokter, pedagang, atau ilmuwan kecil. Di situ mereka belajar mengambil keputusan, bekerja sama, dan mengekspresikan emosi tanpa tekanan untuk “benar atau salah”.
Dari sisi perkembangan otak, anak usia dini belum siap menerima pembelajaran abstrak dalam durasi panjang. Berdasarkan penelitian dari Center on the Developing Child, Harvard University, korteks prefrontal, yakni bagian otak untuk fokus, disiplin, dan pengambilan keputusan baru berkembang optimal setelah usia 5–6 tahun.
Maka, bermain memungkinkan seluruh sistem saraf bekerja seimbang antara otak kanan (imajinasi & kreativitas) dan otak kiri (logika). Ketika anak merasa aman dan senang, tubuh melepaskan dopamin dan serotonin yang membantu pembentukan koneksi sinapsis sehingga anak belajar lebih cepat dan lebih melekat.
Finlandia, negara dengan salah satu sistem pendidikan terbaik di dunia, menemukan melalui riset panjang bahwa anak yang tumbuh dan belajar dengan bahagia memiliki kombinasi optimal antara kecerdasan emosional dan kompetensi akademik.
“Karena ketika anak diberi ruang untuk mencoba, salah, lalu mencoba lagi. Sehingga, mereka tidak hanya do well, tetapi juga adapt well dan thrive well. Anak yang bahagia di sekolah akan membawa kebahagiaan itu ke rumah dan ke masa depan mereka,” tutur Nia Natalia Lie
Tentang HEI School SPM Menteng

HEI Schools (Helsinki International Schools) didirikan pada tahun 2016 melalui kolaborasi antara University of Helsinki bersama para ahli pendidikan dan desain yang berpengalaman. Sekolah ini memastikan bahwa setiap anak dapat belajar dalam lingkungan yang aman, suportif, dan menghargai keunikan diri mereka.
Ekspansi institusi ini di Indonesia dimulai melalui HEI Schools Senayan, yang kini berkembang bersama Sekolah Perkumpulan Mandiri, Menteng untuk menjangkau lebih banyak komunitas dan keluarga.
Bukan hanya membawa standar pendidikan Finlandia ke Indonesia, sekolah ini juga merangkul budaya lokal. Dari desain ruang, pilihan material, hingga karya seni, semua banyak melibatkan kreasi anak bangsa. Anak belajar dalam lingkungan berkelas dunia, tanpa kehilangan akar identitasnya.
Rutinitas harian dibuat mengikuti ritme alami anak. Ada waktu tidur siang untuk memulihkan energi, sehingga mereka kembali bermain dan belajar dengan hati yang tenang. Playground yang luas pun bukan sekadar tempat bermain, tetapi ruang untuk mendukung keberanian, mencoba, dan stimulasi motoriknya.
Desain Scandinavian dengan warna earthy dipilih agar tidak bising secara visual. Sehingga melahirkan lingkungan yang tenang membuat anak fokus, nyaman, dan merasa aman. Itulah 5 prinsip pendidikan yang membentuk anak bahagia ala Finlandia, menarik, ya!



















