5 Puisi Widji Thukul yang Menggambarkan Perjuangan
Melawan melalui tulisan dan kumpulan puisi Widji Thukul
6 Januari 2023
Jika berbicara soal perjuangan, mungkin bisa sangat luas maknanya. Hal ini pun tergantung dari segi mana yang ingin diperjuangkan.
Misalnya soal puisi yang ditulis oleh Widji Thukul, atau yang bernama asli Widji Widodo, seorang penyair sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia.
Widji bukan hanya berjuang membela hak-hak orang yang membutuhkan, namun perjuangannya bisa kita rasakan sampai saat ini melalui karyanya, termasuk puisinya.
Nah, berikut Popmama.com sudah rangkum beberapa puisi dari tokoh yang ikut serta dalam melawan penindasan orde baru.
1. Peringatan
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya sendiri
Penguasa harus waspada dan belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gasat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan
Dituduh subversif dan mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan!
Editors' Picks
2. Di bawah selimut kedamaian palsu
Apa guna punya ilmu
Kalau hanya untuk mengibuli
Apa gunanya banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
Di mana-mana moncong senjata
Berdiri gagah
Kongkalikong
Dengan kaum cukong
Di desa-desa
Rakyat dipaksa
Menjual tanah
Tapi, tapi, tapi, tapi
Dengan harga murah
Apa guna banyak baca buku
Kalau mulut kau bungkam melulu
3. Bunga dan tembok
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
kau hendaki tumbuh
Engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang tak
kau kehendaki adanya
Engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi
Seumpama bunga
Kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri
Jika kami bunga
Engkau adalah tembok itu
Tapi di tubuh tembok itu
Telah kami sebar biji-biji
Suatu saat kami akan tumbuh bersama
Dengan keyakinan: engkau harus hancur!
Dalam keyakinan kami
Di manapun tirani harus tumbang!
4. Suara dari rumah-rumah miring
Di sini kamu bisa menikmati cicit tikus
Di dalam rumah miring ini
Kami mencium selokan dan sampan
Bagi kami setiap hari adalah kebisingan
Di sini kami berdesak-desakan dan berkeringat
Bersama tumpukan gombal-gombal
Dan piring-piring
Di sini kami bersetubuh dan melahirkan
Anak-anak kami
Di dalam rumah miring ini
Kami melihat matahari menyelinap
Dari atap ke atap
Meloncati selokan
Seperti pencuri
Radio dari segenap penjuru
Tak henti-hentinya membujuk kami
Merampas waktu kami dengan tawaran-tawaran
Sandiwara obat-obatan
Dan berita-berita yang meragukan
Kami bermimpi punya rumah untuk anak-anak
Tapi bersama hari-hari pengap yang menggelinding
Kami harus angkat kaki
Karena kami adalah gelandangan
5. Sajak suara
Sesungguhnya suara itu tak bisa diredam
Mulut bisa dibungkam
Namun siapa mampu menghentikan nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah jiwaku
Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
Apabila engkau memaksa diamaku
Siapkan untukmu: pemberontakan!
Sesungguhnya suara itu bukan perampok
yang ingin merayah hartamu
Ia ingin bicara
Mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
Menuntut keadilan?
Sesungguhnya suara itu akan menjadi kata
Ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
Engkau harus menjawabnya
Apabila engkau tetap bertahan
Aku akan memburumu seperti kutukan
Kebanyakan puisi dari Widji Thukul berbicara tentang kesenjangan hak, perlawanan bagi kaum tertindas, dan memperjuangkan hak-hak orang yang membutuhkan.
Seperti digambarkan dalam puisi tadi, Mama bisa merasakan beberapa amarah yang tertuang melalui pena Widji Thukul.
Baca juga:
- 5 Manfaat Membaca Puisi untuk Ibu Hamil
- 10 Puisi Cinta Romantis Karya Sastrawan yang Bikin Hati Pasangan Luluh
- 9 Cara Membaca Puisi dengan Benar yang Perlu Anak Pelajari