Yogyakarta Bebenah, Tak Ada Lagi Kawasan Kumuh dan PKL

Yogyakarta merupakan salah satu lokasi wisata paling diminati oleh masyarakat. Hal itu terungkap dari sebuah survey yang dilakukan situs perjalanan.
Di tengah pandemi Covid-19, antuasiasme wisatawan mengunjungi Yogyakarta masih tinggi. Melihat hal itu, Pemerintah Provinsi Yogyakarta pun mulai bebenah.
Selain merelokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) dari Maloboro, juga membenahi kawasan kumuh. Dampaknya, Yogyakarta pun menjadi lokasi wisata idaman.
Berikut perubahannya yang dirangkum Popmama.com!
1. Bebenah di Malioboro

Kawasan Malioboro kini terlarang bagi Pedagang Kaki Lima. Hal itu dilakukan demi mempercantik kawsan Malioboro.
Perkumpulan Pengusaha Malioboro-Ahmad Yani siap mempercantik lorong toko di sepanjang Jalan Malioboro hingga Jalan Ahmad Yani sehingga tidak lagi terlihat kusam dan kumuh.
"Sudah ada imbauan dari pengurus ke seluruh anggota untuk ikut mempercantik lorong yang ada di depan toko masing-masing. Tentunya, sesuai kemampuan anggota," kata Koordinator Lapangan Perkumpulan Pengusaha Malioboro-Ahmad Yani (PPMAY) KRT Karyanto Purbohusodo di Yogyakarta, Selasa.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mempercantik lorong toko adalah dengan melakukan pengecatan. Pemerintah daerah ada imbauan untuk menggunakan cat putih.
"Saya pun sudah mengecat ulang lorong sekitar dua hari lalu. Pada dasarnya, kami mendukung upaya pemerintah daerah untuk menata Malioboro, tetapi sekali lagi disesuaikan kemampuan pemilik toko," katanya.
2. Mentara ulang Malioboro

Di sepanjang Jalan Malioboro hingga Jalan Ahmad Yani terdapat 220 toko. Selain mengecat ulang, Malioboro juga akan diperbaiki.
Beberapa di antaranya, mengatur pedestrian dan menata ulang kabel listrik, telepon atau internet. Juga mengecat ulang zebra cross yang sudah pudar.
"Setelah tidak ada PKL, baru terlihat ada teraso dan tegel di pedestrian yang rusak. Harapannya, pemerintah daerah bisa segera memperbaikinya sehingga kondisi Malioboro semakin baik," katanya.
Penataan PKL Malioboro ke Teras Malioboro 1 dan 2 memberikan dampak yang baik terhadap kondisi kawasan Malioboro. Pedestrian terlihat semakin lapang dan pejalan kaki bisa berjalan dengan lebih nyaman.
"Kebersihan dan keindahan juga menjadi bagian tidak terpisahkan dari atraksi wisata. Eksotisme Malioboro yang berpadu dengan kebersihan dan keindahan tentu menjadikan kawasan ini semakin menarik dikunjungi," katanya.
3. Mengubah kawasan kumuh di Yogyakarta

Kawasan kumuh Tepi Sungai Gajah Wong di Yogyakarta diubah. Hal itu dilakukan agar wilayah di tepi sungai tersebut menjadi destinasi wisata baru kebanggaan masyarakat Kota Yogyakarta dengan konsep wisata air.
Penataan kawasan tepi sungai tidak hanya memperbaiki fisik infrastrukturnya, tapi juga mengajak masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dan lingkungannya. Jadi, warga Jogja makin sadar untuk tetap menjaga lingkungan.
4. Proyek besar di Yogyakarta
-19b620993c98e735230fceceb595c842.png)
Program penataan kawasan tepi Sungai Gajah Wong tersebut merupakan penataan skala kawasan Kota. Kondisi itu mencakup tiga kelurahan sekaligus yang saling berbatasan, yakni Kelurahan Muja Muju, Giwangan, dan Prenggan.
Permasalahan utama di kawasan tersebut adalah tidak adanya akses jalan inspeksi yang memadai untuk permukiman di sepanjang Sungai Gajah Wong. Jalan Inspeksi ini selain untuk pemeliharaan dan pemantauan sungai juga menjadi lokasi untuk penempatan infrastruktur limbah dan pemadam kebakaran.
Pekerjaan penataan kawasan kumuh di tiga kelurahan tersebut mencakup perbaikan jalan lingkungan, jalan inspeksi sekaligus pembangunan talut sebagai penguat jalan, pembangunan sanitasi instalasi pengolahan air limbah (IPAL), drainase, pos pantau, hydrant proteksi kebakaran, pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH), toilet, pendopo, ruang baca, tempat sampah, penambahan railing pagar serta lampu.
5. Butuh biaya sangat besar

Pekerjaan penataan kawasan kumuh tersebut didanai dari APBN Tahun 2019-2020 sebesar Rp15,6 miliar. Selain itu, ditambah dukungan dana dari APBD Kota Yogyakarta untuk perbaikan rumah warga yang terdampak penataan.
Rumah warga di sepanjang kawasan penataan kini tidak lagi membelakangi sungai. Penataan permukiman di bantaran sungai tersebut mengacu pada gerakan M3K atau mundur munggah madep kali (memundurkan rumah, menaikkan rumah dan menghadapkan rumah ke sungai).
Meski mengeluarkan biaya yang sangat besar, program ini ternyata berhasil dilakukan. Yogyakarta jadi tampak makin cantik, siap menyambut wisatawan.



















