“Karena kondisi saya tidak darah kental saat tidak hamil sehingga awalnya saya sempat keguguran karena tidak mengetahuinya. Saat hamil anak saya sekarang (anak saya sekarang berusia 7.5 tahun), saya memilih untuk fokus pada hal-hal positif dan juga percaya kepada harapan dan juga Yang Maha Kuasa serta tentunya mengikuti saran dokter diantaranya dengan menjaga pola hidup sehat, dan tetap optimis,” kata Febrina Herlambang kepada Popmama.com secara eksklusif.
Cerita Febrina Herlambang Tetap Aktif Bekerja saat Hamil hingga Menyusui

- Febrina Herlambang mengalami sindrom darah kental saat hamil, menjalani kehamilan berisiko, dan tetap aktif bekerja.
- Kekhawatiran suami terhadap kondisi Febrina, dukungan pasangan yang penting, dan peran suami sebagai support system terbesar.
- Proses menyusui penuh pembelajaran, pengalaman ASI seret, manajemen waktu untuk tetap produktif bekerja, dan dukungan lingkungan kerja yang inklusif.
Menjadi mama sekaligus perempuan berkarier bukanlah perjalanan yang selalu mudah. Hal inilah yang dirasakan oleh Febrina Herlambang, seorang working mom inspiratif yang kini menjabat sebagai Head of Communications & Corporate Affairs di Kimberly-Clark Softex Indonesia.
Sebagai perempuan produktif yang selalu ingin memberikan dampak, Febrina pernah melewati masa kehamilan dan menyusui penuh dengan tantangan. Bahkan, kehamilannya kala itu masuk kategori kehamilan berisiko.
Tak hanya itu, saat menyusui putra pertamanya, Febrina juga sempat mengalami fase ASI seret, di tengah kondisinya yang tetap aktif bekerja. Beruntung, ia memiliki sosok suami siaga yang senantiasa mendampingi dan mendukung setiap proses yang ia jalani.
Simak kisah inspiratif Febrina selengkapnya telah Popmama.com siapkan
1. Mengalami sindrom darah kental saat hamil hingga harus menjalani kehamilan berisiko

Febrina membagikan pengalamannya saat harus menghadapi kondisi sindrom darah kental selama kehamilan. Kondisi ini membuat perjalanan kehamilannya tidak mudah karena ia harus menjalani suntikan pengencer darah secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter darah beberapa kali selama masa kehamilan.
Febrina sendiri percaya bahwa setiap mama memiliki kekuatan luar biasa untuk melewati berbagai tantangan, terutama yang berkaitan dengan anak. Bahkan di tengah kehamilannya yang berisik, ia mendapatkan tawaran pekerjaan di Google Indonesia.
Tawaran tersebut membawanya pada tantangan baru di dunia teknologi. Memimpin Brand & Reputation Google Indonesia pada tahun 2017, yang mengharuskannya banyak melakukan perjalanan dalam dan luar negeri.
Di saat yang sama, Febrina juga memimpin program Womenwill, sebuah program women empowerment berupa pelatihan dan peningkatan keterampilan bagi perempuan pemilik bisnis.
“Sekalipun sibuk dengan Women Will program yang saya pimpin saat dulu bekerja di Google, kehamilan saya meski tergolong berisiko karena dengan darah kental, saya tetap dapat berkarya di pekerjaan baru dan akhirnya melahirkan putra saya dengan sehat di tahun 2018,” ceritanya.
2. Kekhawatiran suami saat Febrina mengalami sindrom darah kental

Saat pertama kali mengetahui kondisi sindrom darah kental yang dialaminya, Febrina mengakui bahwa rasa khawatir tentu ada. Namun, yang paling merasa cemas justru adalah sang suami karena sangat peduli terhadap kondisi kesehatannya.
Meski demikian, Febrina dan suami memilih untuk tidak larut dalam kepanikan. Mereka segera berkonsultasi dengan dokter dan mencari informasi yang tepat terkait kondisi tersebut.
“Dukungan pasangan sangat penting apalagi saya tetap ingin berkarya/bekerja selama hamil sekalipun kehamilan saya termasuk kategori kehamilan beresiko. Selama 9 bulan, sebelum bekerja, suami saya membantu memberikan suntikan pengencer darah setiap pagi agar bayi dalam kandungan sehat,” ungkap Febrina Herlambang.
3. Proses menyusui yang penuh pembelajaran sebagai mama baru

Setelah melahirkan putranya, Febrina menjalani proses menyusui yang ia gambarkan sebagai sebuah perjalanan penuh pembelajaran, terlebih karena itu adalah pengalaman pertamanya sebagai ibu.
“Proses menyusui adalah perjalanan penuh pembelajaran apalagi ini anak pertama. Ada fase yang lancar, ada juga tantangan—terutama karena anak saya laki-laki, jadi kebutuhan ASI-nya lebih banyak,” jelasnya.
Di tengah tantangan tersebut, Febrina tetap menjaga semangatnya. Baginya, menjalani peran sebagai orangtua sekaligus perempuan berkarier justru menjadi motivasi untuk memberikan contoh bahwa perempuan bisa berdaya, baik di rumah maupun di dunia kerja.
“Menjadi ibu bukan berarti berhenti bermimpi. Justru perjalanan ini menguatkan saya untuk terus berkarier dan memberi contoh bahwa perempuan bisa berdaya,” lanjutnya.
4. Pernah mengalami ASI seret dan belajar menjaga mental tetap positif

Seperti kebanyakan mama baru pada umumnya,Febrina juga pernah mengalami fase ASI seret. Ia mengatasinya dengan mencoba berbagai cara sehat agar proses menyusui tetap berjalan lancar.
“Ya, saya pernah mengalaminya. Saya mencoba berbagai cara sehat seperti menjaga nutrisi, minum daun katuk, dan berpikir positif. Dukungan suami dan keluarga membuat saya lebih kuat. Saya belajar bahwa mental yang tenang dan bahagia punya pengaruh besar terhadap kelancaran ASI,” ujar Febrina.
5. Tetap produktif bekerja berkat manajemen waktu dan dukungan kantor

Saat menyusui, Febrina tetap aktif dan produktif bekerja. Ia menekankan pentingnya manajemen waktu yang baik serta dukungan dari lingkungan kerja.
“Saya tetap produktif bekerja, berkat manajemen waktu yang baik dan dukungan dari kantor. Di kantor lama saya di Google maupun kantor saya sekarang, di Kimberly-Clark Softex, fleksibilitas seperti WFH sangat membantu saya dalam peran sebagai ibu dan profesional,”
Ia pun percaya bahwa karier bukanlah penghalang bagi seorang perempuan yang berstatus sebagai mama, melainkan dapat menjadi motivasi untuk terus berkembang ke depannya.
“Saya percaya karir bukan penghalang, justru motivasi untuk terus berkembang. Intinya, dukungan suami dan keluarga adalah fondasi yang membuat ibu bisa berdaya di rumah dan di dunia kerja. Selain itu untuk pekerjaan, saya berfokus pada outcome yang optimal,”
6. Menggabungkan direct breastfeeding dan pumping sesuai kebutuhan

Dalam menjalani proses menyusui, Febrina memilih untuk mengombinasikan metode menyusui langsung dan pumping sesuai dengan kebutuhannya sebagai mama yang bekerja.
“Saya menggabungkan keduanya sesuai kebutuhan. Direct breastfeeding memberi kedekatan emosional dengan anak, sementara pumping membantu saya tetap bisa bekerja tanpa mengurangi hak anak untuk mendapatkan ASI. Selain itu banyak mesin breast pumping yang memudahkan kita, bahkan saya biasa pumping sambil bekerja. Menjadi Ibu adalah harus bisa multitasking,” ungkap Febrina Herlambang.
7. Peran suami sebagai support system terbesar

Febrina menyebut sang suami, Hendra Jo, menjadi support system terbesar dalam hidupnya, termasuk ketika dirinya melewati fase hamil hingga menyusui yang penuh dengan tantangan baru.
“Suami saya, Hendra Jo, MM. adalah support system terbesar saya. Dia selalu hadir, mendukung, dan sejak pacaran di bangku kuliah kami sama sama memiliki mimpi yang sama untuk menyelesaikan S2 sebelum menikah,” cerita Febrina Herlambang.
Karier sang suami sebagai wirausaha IT membuatnya memiliki waktu yang lebih fleksibel, sehingga mereka bisa berbagi peran dalam membesarkan anak. Dukungan tersebut bersifat dua arah, karena Febrina pun selalu mendukung karier dan mimpi suaminya.
“Selain itu, saya bersyukur memiliki lingkungan kerja yang mendukung, termasuk atasan dan perusahaan yang berfokus pada hasil dan mendukung hybrid working arrangement, baik atasan saya saat ini, Annelise Tregoning dan Dmytro Badyvski maupun atasan-atasan saya sebelumnya,” lanjutnya.
Selain suami dan keluarga, Febrina juga merasa bersyukur memiliki lingkungan kerja yang suportif. Baginya, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan di tempat kerjanya adalah hal yang sangat berharga lantaran diberikan kesempatan sama.
“Kombinasi ini membuat saya yakin bahwa perempuan bisa berdaya, berkarir, dan tetap menjadi ibu yang hadir untuk anak. Saya ingin setiap perempuan tahu bahwa kita punya kekuatan untuk menentukan jalan hidup kita,” tegasnya.
“Dukungan pasangan, keluarga, atasan adalah fondasi, terutama peran suami yang selalu mendukung untuk tetap berkarir. Namun keberanian kita untuk terus mengejar mimpi adalah kunci karena kita sebagai ibu bekerja tentunya akan membutuhkan ketekunan, ketabahan, pengorbanan, pembagian waktu dan semangat menjalani dua peran ini,” lanjutnya.
8. Terlibat dalam program CSR untuk mendukung kesehatan perempuan Indonesia

Melalui perannya di Kimberly-Clark, Febrina juga terlibat dalam inisiatif CSR bersama NGO (UNICEF dan Project HOPE) yang diluncurkan tahun ini.
Program bertujuan untuk meningkatkan kesehatan perempuan dan mendukung para mama di Indonesia dengan total dampak lebih dari 4 juta perempuan dalam tiga tahun ke depan.
Program tersebut mencakup edukasi kesehatan reproduksi, akses layanan kesehatan, serta dukungan bagi para mama.
“Bagi saya, ini adalah bukti nyata bahwa perusahaan dan individu bisa berkolaborasi untuk menciptakan dampak positif bagi perempuan dan keluarga,” ujarnya.
9. Pesan dan refleksi Febrina spesial untuk merayakan Hari Ibu

Bagi Febrina, Hari Ibu menjadi momen refleksi akan perjalanan hidupnya sebagai perempuan, mama, dan seorang profesional.
“Karir bukan penghalang, justru motivasi untuk terus berkembang dan menginspirasi perempuan lain.”
"Dukungan suami dan keluarga adalah fondasi yang membuat ibu bisa berdaya di rumah dan di dunia kerja.”
“Women empowerment bukan hanya slogan, tetapi aksi nyata yang saya wujudkan melalui peran pribadi dan profesional dan dibutuhkan kerja keras, komitmen dan pengorbanan."
"Hari Ibu mengingatkan saya bahwa menjadi ibu bukan berarti berhenti bermimpi. Perjalanan melewati kehamilan berisiko, fase menyusui, dan tetap produktif bekerja mengajarkannya satu hal penting, yakni perempuan memiliki kekuatan luar biasa untuk berdaya."
Ia pun bersyukur memiliki dukungan pasangan, keluarga, serta lingkungan kerja yang inklusif.
Baginya, women empowerment bukan sekadar kata-kata, melainkan aksi nyata yang terus ia jalani dalam kehidupan pribadi dan profesionalnya.
Kisah Febrina Herlambang menjadi pengingat bahwa menjadi seorang mama bukan berarti harus mengorbankan mimpi.
Dengan dukungan pasangan, keluarga, dan lingkungan kerja yang inklusif, perempuan dapat tetap berdaya, berkarya, dan hadir sepenuhnya untuk anak.


















