Alasan Marisa Anita Tak Tertarik Lakukan IVF, Tak Mau Suntik Hormon?

- Punya anak bukan tujuan hidup semua pasangan.
- Tidak IVF atau inseminasi, Marissa merasa tak kuat karena kemungkinan perubahan hormon.
- Menikmati hidup dengan pasangan dengan bekahagiaan bentuk lain.
Menjadi seorang perempuan sering kali diidentikkan dengan tujuan hidup untuk menikah dan memiliki anak. Namun, tidak semua orang memiliki pandangan yang sama. Salah satunya adalah aktris dan mantan presenter TV, Marissa Anita.
Lewat obrolannya di Youtube TS Media, ia membagikan pemikirannya mengenai keputusan untuk tidak menjadikan anak sebagai tujuan utama dalam berumah tangga.
Dalam sebuah pernyataan, Marissa jujur mengungkap bahwa ia lebih memilih menikmati proses hidup tanpa tekanan untuk segera memiliki keturunan.
Menurutnya, ada banyak cara lain untuk merasakan kasih sayang dan peran dalam kehidupan, termasuk dengan menjadi seorang tante atau god mother.
Berikut Popmama.com rangkum alasan Marissa Anita tak tertarik lalukan IVF selengkapnya.
1. Punya anak bukan tujuan hidup semua pasangan

Marissa menegaskan bahwa baginya, memiliki anak tidak pernah menjadi tujuan utama dalam hidup. Ia justru melihat bahwa perjalanan hidup bisa dijalani dengan berbagai cara, tanpa harus mengikuti standar yang sering dilekatkan pada perempuan.
“Aku tidak tertarik karena buatku bukan buat semua orang. Punya anak itu bukan goal-nya. Punya anak buatku adalah menikmati prosesnya,” ungkap Marissa Anita di Youtube TS Media, dikutip Senin (9/9/2025).
Pesan ini memberi pengingat bahwa setiap orang berhak menentukan arah hidupnya sendiri. Bagi sebagian orang, kebahagiaan mungkin datang dari menjadi orangtua, sementara bagi yang lain kebahagiaan bisa hadir lewat karier, persahabatan, atau peran sosial.
2. Tidak IVF atau inseminasi, Marissa merasa tak kuat

Marissa juga mengungkapkan ia lebih memilih memiliki anak dengan cara alami. Perempuan kelahiran 1983 ini memilih tidak ingin menjalani prosedur medis seperti IVF atau inseminasi untuk punya momongan.
Baginya, proses tersebut terlalu menguras fisik dan mental, apalagi karena adanya suntikan hormon yang bisa mengganggu kestabilan tubuh.
“Aku gak mau disuntik-suntik segala macam, badan jadi acak kadut, mood juga. I can’t live, yang maksudnya hidup, karena dikontrol oleh hormon yang naik turun gitu dan that’s real. Hormon itu nggak bisa kita kontrol,” jelasnya.
Keputusan ini menunjukkan Marissa mengenali batasan dirinya sendiri. Tidak semua orang nyaman dengan prosedur medis, dan menolak sesuatu yang dirasa tidak sesuai adalah bentuk menjaga kesehatan mental maupun fisik.
3. Menikmati hidup dengan pasangan dengan bekahagiaan bentuk lain

Alih-alih terjebak dalam stigma “belum punya anak,” Marissa lebih memilih menikmati hidup dengan cara lain. Ia menyadari bahwa kehadiran anak tidak harus langsung dari dirinya sendiri.
Ada banyak peran bermakna yang bisa dijalani, seperti menjadi tante atau god mother bagi anak-anak di sekitarnya.
“Kalau itu terjadi ya terjadi, kalau nggak ya nggak, ada proses hidup yang lain. I can be aunty right? I can be a god mother, which I am already,” tutur Marissa.
Pesan ini memberi inspirasi bahwa kasih sayang dan ikatan keluarga bisa dibangun dalam banyak bentuk. Setiap orang berhak merayakan hidupnya tanpa harus terjebak dalam standar yang sama.
Itulah tadi alasan Marissa Anita tak tertarik lalukan IVF. Ini menjadi pengingat bahwa perjalanan hidup perempuan tidak selalu harus mengikuti satu jalur yang sama.



















