TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Pemerkosa 9 Anak Asal Mojokerto di Kebiri Kimiawi, Akankah Makin Buas?

Ketahui prosesnya, pro kontra, hingga efek samping yang akan pelaku rasakan

Commons.wikimedia.org

Hukuman kebiri kimia kini tengah menjadi perbincangan sejak pemuda asal Mojokerto, Jawa Timur, bernama Muh Aris (20) dijatuhi hukuman 12 tahun kurungan dan kebiri kimia setelah terbukti melakukan perkosaan terhadap 9 anak.

Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Mojokerto, Rudy Hartono mengatakan kasus Aris terungkap pada Oktober 2018 yang lalu dari rekaman CCTV.

Pencabulan yang dilakukan Aris sejak 2015 yang lalu terhadap anak-anak di bawah usia 10 tahun, baik laki-laki maupun perempuan, akhirnya terbongkar. Kasus tersebut kemudian dilaporkan ke polisi hingga ke meja hijau PN Mojokerto.

Selain hukuman bui 12 tahun dan kebiri kimia, Aris juga mendapat denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hukuman kebiri kimia dijatuhkan setelah Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.

Putusan tersebut dikeluarkan berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Surabaya dengan nomor 695/PID.SUS/2019/PT SBY dan tertanggal 18 Juli 2019. 

Mengingat bahwa ganjaran yang akan dirasakan oleh Muh Aris adalah jenis hukuman yang baru pertama kali dilakukan di Indonesia, maka berikut Popmama.com merangkum beberapa informasi penting terkait proses kebiri kimiawi, pro kontra yang ada di Indonesia, hingga efek samping yang akan dirasakan.

1. Apa itu kebiri?

pixabay.com/PhotoLizM

Kebiri pada laki-laki adalah prosedur di mana seseorang akan kehilangan fungsi testisnya, sehingga mereka kehilangan libido dan mandul. Pengebirian memiliki dua jenis prosedur yang berbeda, yaitu dengan pembedahan dan proses kimiawi. Untuk proses kebiri kimiawi, obat-obatan akan diberikan secara berkala untuk mengurangi kadar testosteron dalam tubuh, sehingga dorongan seksual pun akan berkurang.

Berbeda dengan kebiri kimiawi, dalam pengebirian bedah, atau pembedahan testis, efek yang ditimbulkan pada pasien adalah permanen atau seumur hidup.

2. Proses melakukan kebiri kimiawi

Pexels/Pixabay

Pengebirian kimiawi dilakukan dengan menggunakan obat antiandrogen untuk mengurangi kadar testosteron, yang dapat menekan libido atau dorongan seksual.

Prosedur ini biasa digunakan untuk mengobati kanker prostat stadium lanjut, dan untuk beberapa kasus, ini digunakan sebagai terapi rehabilitasi kejahatan seksual.

Tidak seperti kebiri bedah yang bersifat permanen, efek kebiri kimia pada seseorang dapat hilang dari waktu ke waktu setelah pengobatan dihentikan.

Kebiri kimiawi bekerja mempercepat metabolisme testosteron alami, mengubah efek hormon dalam tubuh, dan mempengaruhi pelepasan kelenjar pituari dari hormon prekusor untuk produksi testosteron.

Pilihan obat yang paling umum digunakan dalam prosedur adalah medroxyprogesterone acetate (MPA) dan cyproterone acetate.

Obat tersebut dapat mengurangi kadar testosteron secara efektif pada laki-laki, menurunkan gairah seks, serta mengurangi kemampuan mereka untuk dirangsang secara seksual.

3. Pro kontra kebiri kimiawi pada kondisi tubuh terpidana

Freepik.com/free photo

Dalam mengambil sebuah keputusan, pasti akan ada pro dan kontra yang terjadi di masyarakat. Sama halnya dengan kasus terpidana Muh Aris yang akan dijatuhi hukuman berupa kebiri kimiawi akibat memperkosa 9 anak di Mojokerto.

Untuk itu, berikut beberapa pro dan kontra melakukan kebiri kimiawi pada terpidana:

  • Aman dan efektif dalam mengurangi libido (pro)

Obat yang digunakan dalam prosedur dapat secara dramatis mengurangi jumlah testosteron yang diproduksi di testis, dan menekan dorongan seksual tanpa menghilangkan kemampuan seseorang untuk melakukan hubungan seks.

Laki-laki yang dikebiri secara kimiawi masih dapat berhubungan seks, hanya saja keinginan mereka untuk terlibat dalam aktivitas seks tak akan ada lagi.

  • Mengurangi pengulangan perbuatan tercela (pro)

Seperti yang telah ditunjukkan sebelumnya, penelitian besar yang dilakukan mengenai pengebirian kimia untuk pelaku kejahatan seksual telah mencatat penurunan dramatis pada tingkat kekambuhan.

Berdasarkan beberapa penelitian, tingkat pengulangan perbuatan tercela untuk pelanggaran seksual kedua hanya sekitar 2 persen, dibandingkan tanpa perlakuan kimia yang sebesar 40 persen.

  • Memiliki efek kesehatan yang negatif (kontra)

Meskipun efek dari prosedur ini dapat hilang setelah pengobatan dihentikan, namun efek samping dapat terus muncul dari waktu ke waktu.

Di antaranya adalah hilangnya kepadatan tulang yang secara langsung berhubungan dengan osteoporosis, dan hilangnya massa otot disertai dengan peningkatan lemak tubuh yang memicu penyakit jantung.

Efek samping lain termasuk disfungsi ereksi, mandul, rambut rontok, dan lemas.

  • Melanggar hak asasi manusia untuk pelaku kejahatan (kontra)

Para penentang hukum kebiri kimiawi percaya bahwa memaksa pelaku kejahatan seksual untuk menjalani pengobatan yang dapat mempengaruhi reproduksi seksual dan dorongan seks benar-benar melanggar hak konstitusional penjahat.

Namun, bagi beberapa pelaku, mereka akan secara sukarela memilih untuk dikebiri secara kimiawi daripada memiliki hukuman tanpa batas waktu.

4. Seberapa efektifkah kebiri kimiawi?

Unsplash/Cristina Gottardi

Kebiri kimia tidak bersifat permanen alias hanya sementara. Artinya, jika pemberian zat anti-androgen dihentikan, efeknya juga akan berhenti dan pemerkosa akan mendapatkan lagi fungsi seksualnya, baik berupa hasrat seksual maupun kemampuan ereksi. 

"Orang mungkin beranggapan kebiri kimia sekali suntik selesai, seperti orang yang dikebiri secara fisik. Mereka harus mendapatkan terus-menerus," ungkap dr. Nugroho Setiawan, dokter spesialis andrologi Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, Jakarta Selatan pada awak media. 

Dokter Nugroho mengingatkan bahwa timbulnya gairah seksual tidak semata-mata disebabkan hormon testosteron. 

"Ada pengalaman seksual yang laki-laki alami, itu akan membangkitkan gairahnya. Lalu faktor kesehatan tubuh laki-laki juga akan berpengaruh," jelasnya. 

Oleh karena itu, menurutnya, langkah kebiri kimia terhadap pelaku kekerasan seksual sebenarnya masih dipertanyakan.

5. Kebiri kimiawi bisa menyebabkan pelaku semakin buas

Freepik/jcomp

Psikolog forensik Reza Indragiri Amriel mengapresiasi putusan yang merupakan pertama di Indonesia itu. Namun, dia meyakini putusan tersebut tidak bisa dilakukan karena beberapa alasan.

"Akhirnya, ada juga pengadilan negeri (Mojokerto) yang memuat kebiri kimiawi dalam putusannya bagi terdakwa predator seksual. Tapi, bisa dipastikan, putusan semacam itu tidak bisa dieksekusi," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (25/8/2019).

Pertama, menurut laki-laki yang mendapat gelar Master Psikologi Forensik ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak menjadi pelaksana karena di Indonesia filosofi kebiri adalah retributif.

"Padahal, di luar, filosofinya adalah rehabilitasi. Dokter, kata IDI, bertugas menyembuhkan, bukan balas dendam," ujar dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) ini.

Kedua, Reza menuturkan, pidana kebiri di Indonesia dengan menihilkan kehendak pelaku. 

"Alhasil, bisa-bisa pelaku menjadi predator mysoped. Semakin buas," katanya.

Di luar negeri, dia mengatakan, kebiri berdasarkan permintaan pelaku. 

"Pantaslah kalau di sana kebiri kimiawi mujarab," ujarnya.

Nah, itulah kelima informasi penting terkait hukuman kebiri kimiawi yang dijatuhkan oleh pelaku pemerkosa 9 anak di Mojokerto, Muh Aris.

Dengan adanya kasus tersebut, semoga orangtua dapat lebih waspada dalam menjaga keselamatan anak-anaknya.

Baca juga:

The Latest