TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

5 Obat Kesuburan untuk Perempuan agar Cepat Hamil

Ketahui berbagai jenis obat kesuburan yang bisa membantu program hamil kamu berhasil

Pexels/fotografierende

Apakah kamu memiliki masalah kesuburan yang membuat kamu sulit hamil? Jika iya, maka kamu perlu mengetahui fakta bahwa 25 persen perempuan yang sulit hamil biasanya punya masalah dengan ovulasi.

Apalagi jika usia kamu sudah lebih dari 35 tahun dan rutin berhubungan seks selama satu tahun terakhir. Ini artinya, kamu perlu obat untuk membantu memperbaiki masalah ovulasi kamu saat ini.

Obat kesuburan bisa memicu ovulasi dalam tubuhmu layaknya dua hormon alami, yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Nah, obat kesuburan ini sangat cocok untuk kamu yang sedang ingin memperbaiki proses ovulasi yang menjadi kendala kehamilan kamu saat ini. Obat ini pun ada yang dikonsumsi secara oral atau melalui suntikan.

Agar kamu lebih memahami apa saja jenis obat kesuburan untuk program hamil, Popmama.com akan memberikan informasi terkait 5 jenis obat kesuburan yang bisa jadi referensi. Tapi ingat, konsultasikan terlebih dahulu sebelum mengonsumsinya, ya!

1. Bromocriptine

Pexels/JESHOOTS.com

Merek obat yang paling terkenal untuk yang satu ini adalah Parlodel, yang berfungsi untuk menyeimbangkan hormon hiperprolaktinemia, di mana terlalu banyak prolaktin dalam darah seseorang.

Obat ini pun memiliki tingkat kesuksesan yang tinggi untuk memperbaiki kadar prolaktin dalam tubuh perempuan, yaitu sekitar 80 persen keberhasilan, dengan 60-80 persen di antaranya hamil, namun dengan catatan tidak ada masalah kesuburan selain hiperprolaktinemia.

Namun, ada beberapa efek samping yang harus diwaspadai saat mengonsumsi obat hormon jenis ini. Efek samping tersebut di antaranya pusing, sakit kepala, insomnia, hidung mampet, sakit perut, tidak nafsu makan, diare, atau konstipasi.

2. Cabergoline

Freepik.com/jcomp

Obat ini bisa kamu temui dengan merek Dostinex. Sama seperti yang sebelumnya, obat ini juga digunakan untuk mengatasi hiperprolaktinemia atau kadar prolaktin dalam darah yang berlebihan.

Kadar kesuksesannya pun lebih tinggi jika dibandingkan dengan Bromocriptine. Sebuah studi menyebutkan bahwa perempuan yang memperbaiki hormonnya dengan Cabergoline memiliki tingkat keberhasilan untuk hamil sebesar 85 persen.

Namun, sama seperti Bromocriptine, efek samping mengonsumsi Cabergoline pun cukup banyak, mulai dari maag, konstipasi, pusing, nyeri pada dada, gejala menstruasi yang lebih menyakitkan, hingga rasa kesemutan di area tangan, lengan, dan kaki.

3. Clomid

Freepik/jcomp

Clomid adalah nama merek dari obat yang mengandung clomiphene citrate. Obat ini berfungsi untuk menstimulasi ovarium untuk merilis sel telur, serta membantu untuk memperbaiki siklus ovulasi yang tidak teratur atau bahkan tidak terjadi ovulasi sama sekali.

Persentase kesuksesaannya pun cukup tinggi, di mana 80 persen perempuan yang sehat akan berovulasi dan 30 persen di antaranya akan hamil dalam waktu tiga bulan setelah rutin mengonsumsi Clomid. Selain itu, 5-8 persen perempuan akan hamil dengan bayi kembar, karena Clomid merangsang ovarium untuk merilis lebih dari satu sel telur.

Namun, kamu perlu memperhatikan efek samping dari mengonsumsi Clomid, ya. Beberapa perempuan yang mengonsumsi Clomid mengalami kembung, mual, sakit kepala, hot flashes, nyeri payudara, perubahan suasana hati, vagina menjadi kering, hingga kasus yang jarang terjadi yaitu kista ovarium.

Jika kamu ingin mengonsumsi Clomid, kamu tidak perlu terlalu khawatir karena efek sampingnya hanya bersifat sementara saja. Namun jika ternyata setelah mengonsumsi Clomid kamu merasakan adanya gangguan pengelihatan, segera hentikan konsumsinya, ya.

4. Femara

Freepik/jcomp

Femara adalah nama merek untuk obat yang mengandung letrozole. Sama seperti halnya Clomid, Femara juga berfungsi untuk merangsang ovarium melepas sel telur, memperbaiki siklus ovulasi, dan membuatmu berovulasi jika sebelumnya tidak mengalami sama sekali.

Tingkat keberhasilan Femara diketahui lebih tinggi jika dibandingkan dengan Clomid, khususnya pada penderita PCOS. Diketahui 19.1 persen yang mengonsumsi Clomid dan 27.5 persen yang mengonsumsi Femara berhasil hamil meskipun mengidap PCOS.

Efek samping mengonsumsi Femara pun dinilai lebih ringan jika dibandingkan dengan Clomid. Beberapa perempuan mengaku merasakan sedikit pusing dan beberapa kali hot flashes. Namun, biaya Femara diketahui lebih mahal jika dibandingkan Clomid, jadi coba pertimbangkan hal itu juga, ya.

5. Suntikan hormon

Pixabay/Myriams-Fotos

Suntikan hormon atau yang biasa disebut sebagai gonadotropin dianggap sebagai senjata terakhir jika kamu ingin mencoba hamil menggunakan IUI, tapi tidak cocok dengan obat-obatan oral yang sudah disebutkan di atas.

Suntikan hormon ini biasanya akan diberikan dokter dan kamu lakukan sendiri di rumah. Dosis yang diberikan di awal pun biasanya rendah, karena suntikan hormon ini akan merangsang ovarium untuk melepas sel telur.

Semakin tinggi dosis, semakin banyak pula sel telur yang dilepaskan, sehingga ada kemungkinan untuk memiliki bayi lebih dari satu dalam satu kali kehamilan. Karena risiko inilah tak jarang dokter akan merekomendasikanmu untuk melakukan IVF saja.

Meskipun sama-sama menyuntikkan hormon ke dalam tubuh, namun tidak semua perempuan membutuhkan hormon yang sama. Beberapa jenis hormon yang mungkin kamu butuhkan, diantaranya FSH, hMG, hCG, GnRH agonis, GnRH antagonis, dan progesteron.

Kesuksesan penggunaan suntikan hormon ini bervariasi, karena dipengaruhi oleh usia, berat badan, dan alasan lain yang menyangkut kesuburan. Namun persentase kesuksesan pada perempuan di bawah usia 35 tahun adalah 5-15 persen secara alami dan 50 persen dengan IVF setiap siklusnya.

Efek sampingnya pun tidak terlalu signifikan. Beberapa hanya merasakan perubahan pada payudara, suasana hati yang mudah berubah, sakit kepala, nyeri perut, serta mual. Efek samping lain yang sangat jarang terjadi adalah hiperstimulasi pada ovarium dan lendir vagina yang keluar lebih banyak dari biasanya.

Nah, itu dia tadi beberapa jenis obat kesuburan untuk program hamil, serta bagaimana tingkat keberhasilan dan efek sampingnya. Jangan lupa untuk berkonsultasi dengan dokter sebelum mengonsumsinya, ya!

Baca juga:

The Latest