“Dibandingkan bayi cukup bulan, mereka memiliki kemungkinan dua hingga tiga kali lebih besar untuk dirawat di rumah sakit akibat infeksi RSV pada tahun pertama kehidupan," ujar dr. Rinawati Rohsiswatmo, Sp.A(K), saat acara yang diselenggarakan AstraZeneca Indonesia di Jakarta, Kamis (22/11/2025).
Bahaya RSV bagi Bayi Prematur, Bisa Picu Asma hingga Kematian

- Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi infeksi RSV ke tingkat yang lebih berat.
- Gejala RSV mirip flu, namun dampaknya jauh lebih serius bagi bayi prematur.
- Pencegahan harian oleh orangtua menjadi kunci utama.
Respiratory Syncytial Virus (RSV) menjadi salah satu penyebab utama infeksi saluran napas pada bayi dan anak-anak. Bayi prematur berada pada kelompok paling rentan karena fungsi paru dan sistem kekebalan mereka belum matang.
Kondisi ini membuat infeksi RSV dapat berkembang cepat menjadi bronkiolitis, pneumonia, hingga gangguan pernapasan serius.
Dalam acara bertajuk “Kenali RSV, Selamatkan Bayi Berisiko Tinggi”, para dokter menekankan pentingnya pencegahan dini agar tumbuh kembang bayi tetap optimal.
Berikut Popmama.com rangkum informasi mengenai bahaya RSV bagi bayi prematur. Yuk, disimak!
1. Bayi prematur memiliki risiko lebih tinggi infeksi RSV berat

Indonesia memiliki lebih dari 675.000 kelahiran prematur setiap tahun. Bayi prematur belum menerima antibodi pelindung secara optimal dan fungsi paru mereka masih berkembang, sehingga lebih rawan terkena infeksi.
Ia juga menjelaskan mengenai risiko bayi yang lahir prematur dan terkena RSV bisa memiliki gejala atau komorbid yang lebih berat. Selain itu, dampaknya atau efek samping setelah RSV juga demikian.
2. Gejala RSV mirip flu, namun dampaknya jauh lebih serius bagi bayi prematur

RSV menjadi penyebab 60-80 persen bronkiolitis dan 30 persen pneumonia pada bayi. Pada awalnya, gejala seperti pilek, batuk, atau demam ringan sering membuat orangtua tidak menyadari bahayanya.
RSV dapat berkembang sangat cepat menjadi sesak napas hingga membutuhkan perawatan intensif.
“RSV termasuk dalam dua virus yang paling umum ditemukan pada anak dan menjadi patogen utama penyebab pneumonia," kata Prof. Dr. dr. Cissy Rachiana Sudjana Prawira-Kartasasmita, Sp.A. (K), M.Sc., pada kesempatan yang sama.
Ia menambahkan bahwa bayi prematur, bayi dengan BPD (Displasia Bronkopulmonalis), atau penyakit jantung bawaan adalah kelompok yang wajib mendapatkan perhatian khusus.
Konsensus RSV IDAI 2024 pun menekankan pentingnya deteksi dini dan pencegahan melalui pemberian antibodi monoklonal.
3. Pencegahan harian oleh orangtua menjadi kunci utama

Selain imunisasi pasif menggunakan Palivizumab yang terbukti mengurangi rawat inap lebih dari 50 persen, langkah pencegahan sehari-hari tetap sangat penting dilakukan.
“Rajin mencuci tangan, menjaga kebersihan lingkungan, memastikan ventilasi baik, serta menghindari kontak dengan orang yang sakit adalah langkah sederhana namun sangat efektif," jelas dr. Rinawati.
Sementara itu, dr. Feddy, Medical Director AstraZeneca Indonesia, mengatakan, orangtua adalah garda terdepan dalam menjaga kesehatan anak. Ini yang perlu dipelajari, jangan menganggap remeh gejala yang timbul saat anak sakit apalagi jika dibiarkan terlalu lama.
"Pemahaman tentang cara penularan virus sangat menentukan perlindungan bayi berisiko tinggi," tutur dr. Feddy.
4. Risiko RSV jangka panjang: asma, mengi berulang, hingga risiko kematian

RSV tidak berhenti pada infeksi akut saja. Infeksi yang berat dapat meninggalkan dampak jangka panjang pada tumbuh kembang paru bayi, terutama bayi prematur.
Dalam beberapa studi, RSV disebut meningkatkan risiko anak mengalami asma, mengi berulang, dan berkurangnya fungsi paru. Bahkan, sebuah data menunjukkan 1 dari 10 bayi di Indonesia meninggal akibat infeksi saluran napas bawah yang dipicu RSV.
“Infeksi RSV yang berat dapat meninggalkan kerusakan berkepanjangan pada saluran napas anak, sehingga risiko komplikasi jangka panjang menjadi lebih besar," kata dr. Cissy.
Itulah tadi informasi mengenai bahaya RSV bagi bayi prematur. Semoga informasinya dapat membantu Mama.



















