- Massa tinja yang besar di rektum
- Tinja atau feses bayi keras
- Rutinitas BAB tak lancar, dengan frekuensi terbanyak sekitar 2 kali per minggunya
Diskezia pada Bayi: Indikasi, Penyebab dan Penanganannya

Pernahkah Mama memerhatikan ekspresi dan gerak-gerik si Kecil sedang buang air besar? Apakah bayi terlihat kesulitan BAB dengan mengejan beberapa kali hingga menangis? Jika ya, berarti bayi mama tidak sendiri.
Sebab, ada suatu kondisi di mana bayi berusia di bawah 6 bulan mengalami kesulitan buang air besar, yang dalam istilah medis disebut diskezia pada bayi (Infant Dyschezia).
Meski kasusnya tergolong umum terjadi pada bayi, ada baiknya bagi para orangtua untuk mengenal kondisi ini lebih lanjut. Sehingga saat si Kecil mengalaminya, Mama tak perlu panik dan dapat segera menerapkan penanganan pertama pada sang Anak.
Oleh karena itu, berikut Popmama.com telah rangkumkan informasi seputar diskezia pada bayi: indikasi, penyebab dan penanganannya khusus untuk Mama. Langsung saja disimak, yuk!
Indikasi Diskezia pada Bayi

Infant Dyschezia atau diskezia pada bayi adalah salah satu gangguan pada proses buang air besar di mana feses atau tinja tertahan di rektum bayi yang berusia di bawah 6 bulan.
Umumnya bayi yang mengalami diskezia menunjukkan indikasi seperti mengejan hingga menangis keras selama kurun waktu sekitar 5-10 menit. Tinja bayi yang mengalami diskezia biasanya bertekstur lunak, tidak keras.
Diskezia terkadang disalahartikan sebagai konstipasi fungsional. Jangan sampai salah, sementara diskezia terjadi pada bayi di bawah 6 bulan, konstipasi fungsional menyerang bayi usia 6-24 bulan, dan amat jarang ditemukan kasusnya pada bayi baru lahir hingga usia 3 bulan. Untuk membedakannya dari diskezia, berikut gejala konstipasi fungsional:
Dari indikasi yang telah disebutkan, perbedaan diskezia dan konstipasi fungsional pada bayi dapat terlihat dari tinja. Tinja pada bayi yang mengalami diskezia cenderung normal/lunak, meskipun proses buang air besarnya sulit.
Penyebab Diskezia pada Bayi

Diskezia pada bayi terjadi karena dibutuhkannya banyak koordinasi antara otak, otot, dan panggul bawah saat buang air besar. Sementara, bayi belum memiliki refleks buang air besar yang sempurna. Artinya, bayi yang mengalami diskezia belum mampu mengendalikan otot-otot panggul dan anus.
Padahal untuk bisa buang air besar, dibutuhkan relaksasi otot panggul dan otot sfingter (otot melingkar) yang menjaga anus tertutup. Sehingga pada akhirnya bayi akan berusaha kuat mendorong tinja keluar dengan diafragma dan otot perut, sambil menahan anus agar tertutup.
Bayi akan melakukan ini berulang-ulang sambil menggeliat dan mengejan. Biasanya dalam waktu 10 menit atau lebih, otot-otot akan mengendur dan tinja pun keluar.
Si Kecil secara naluriah menggunakan tangisan untuk membantu menciptakan tekanan di perutnya sehingga memudahkan aliran keluarnya tinja. Meski tak jarang tangisan juga menandakan prosesnya yang cukup menyakitkan bagi bayi.
Tak perlu cemas Ma, kemampuan relaksasi otot-otot bayi akan semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Saat sistem pencernaan dan kemampuan otak bayi untuk mengomunikasikan kebutuhannya sudah sempurna, tentunya proses buang air besarnya juga akan semakin mudah.
Penanganan Diskezia pada Bayi

Pijat bayi adalah salah satu cara yang bagus untuk membantu bayi yang mengalami diskezia. Sebab, pijatan dapat menstimulasi usus, merelaksasi otot, sekaligus merangsang otak bayi untuk mengomunikasikan kebutuhannya pada tubuh melalui mielinisasi.
Mielinisasi merupakan proses pembentukan mielin atau pelapisan lemak pada ujung saraf mielin. Ketika ujung saraf tersebut telah terlapisi dengan sempurna, maka pesan dari tubuh ke otak akan tersampaikan lebih cepat. Sehingga tubuh dapat bereaksi lebih cepat merespons kebutuhan bayi, termasuk buang air besar.
Cara lain untuk membantu bayi melalui proses buang air besar ini adalah dengan memberikan sentuhan yang menenangkan. Hanya dengan meletakkan tangan Mama di perut si Kecil dan tersenyum padanya akan memberikan bayi rasa aman dan rileks.
Selain pijatan, berikut cara lain yang bisa Mama lakukan untuk membantu bayi:
- Meningkatkan frekuensi pemberian ASI/asupan cairan (susu formula tidak disarankan)
- Tidak memasukkan jari maupun termometer ke anus bayi tanpa berkonsultasi terlebih dahulu ke dokter atau bidan
- Tidak memberikan obat pencahar pada bayi usia 1-2 bulan tanpa disertai resep dokter
- Tidak memberikan asupan makanan selain susu karena bayi di bawah 6 bulan belum siap mencerna makanan padat/setengah padat
Apa yang Harus Dihindari saat Bayi Alami Diskezia?

Sebaiknya hindari memberikan rangsangan atau stimulasi pada anus bayi. Beberapa orangtua memang menerapkan pengelapan tisu basah di sekitar anus bayi atau bahkan memasukkan termometer pada anus untuk membantu anak yang mengalami diskezia.
Padahal, meskipun bisa memudahkan keluarnya tinja atau feses, cara-cara tersebut dapat berakibat pada tertundanya proses latihan buang air besar. Artinya, perkembangan kemampuan bayi justru malah terhambat, sehingga si Kecil pun berpotensi untuk mengalami diskezia lebih lama. Lebih baik dihindari, bukan?
Demikian penjelasan seputar diskezia pada bayi: indikasi, penyebab dan penanganannya. Semoga informasi yang diberikan dapat bermanfaat ya, Ma!



















