Mengenal Gejala Dyspraxia, Gangguan Koordinasi Perkembangan

Gangguan ini juga dikenal dengan nama developmental coordination disorder (DCD)

29 November 2020

Mengenal Gejala Dyspraxia, Gangguan Koordinasi Perkembangan
Pexels/Laura Garcia

Secara umum, bayi dan anak-anak mengembangkan kemampuan untuk duduk, berdiri, berjalan, dan berbicara pada usia yang dapat diprediksi. Ketika mereka terlambat mencapai tahap perkembangan tertentu sampai waktu yang cukup lama, bisa jadi anak mengalami masalah perkembangan.

Gangguan koordinasi perkembangan atau developmental coordination disorder (DCD) yang juga dikenal dengan nama dyspraxia adalah salah satunya.

Seperti apa gejala dan penyebab dyspraxia pada bayi ini? Berikut ini Popmama.com mengulasnya, dilansir dari Healthline:

Apa Itu Dyspraxia atau Development Coordination Disorder (DCD)?

Apa Itu Dyspraxia atau Development Coordination Disorder (DCD)
Freepik/User16285795

Dyspraxia adalah kondisi di mana kurangnya koordinasi antara niat mental dan kemampuan tubuh untuk melaksanakan niat tersebut. Misalnya, ketika kita berpikir, "Saya perlu mengikat tali sepatu." Namun otak tidak mengirimkan instruksi untuk mengikat tali sepatu ke tangan dan kaki kita. 

Otak tahu caranya mengikat tali sepatu, tetapi tangan tidak bisa mengikuti instruksi otak tersebut. Hal ini juga terjadi pada banyak tugas lain yang dianggap sepele oleh kebanyakan orang, misalnya berjalan, berlari, melompat, menulis, mengancingkan baju, dan sebagainya. 

Editors' Pick

Gejala DCD

Gejala DCD
Unsplash/Hollie Santos

Gejala dyspraxia bisa segera terlihat setelah bayi dilahirkan. Bayi baru lahir kemungkinan kesulitan mempelajari caranya mengisap dan menelan susu. Seiring waktu, bayi mungkin akan mengalami keterlambatan dalam belajar berguling, duduk, merangkak, berjalan, dan berbicara. 

Ketika anak semakin besar, gejala gangguan ini menjadi lebih terlihat, misalnya:

  • Tidak bisa berjalan dengan stabil,
  • sulit menuruni tangga,
  • sering menjatuhkan benda,
  • sering tersandung,
  • sulit mengikat tali sepatu, memakai pakaian, dan aktivitas perawatan diri lainnya,
  • sulit melakukan kegiatan yang membutuhkan koordinasi anggota tubuh, seperti menulis, mewarnai, atau menggunting

Apa Penyebab Dyspraxia?

Apa Penyebab Dyspraxia
Unsplash/Mindi Olson

Penyebab dyspraxia masih belum bisa dipahami dengan baik oleh para ahli. Tetapi para peneliti percaya bahwa dyspraxia adalah akibat dari perkembangan otak yang tertunda. Orang dengan dyspraxia umumnya tidak memiliki masalah medis lain yang dapat menjelaskan gangguan tersebut. 

Dalam beberapa kasus, dyspraxia dapat terjadi dengan gangguan lain, seperti gangguan attention deficit hyperactivity atau gangguan yang menyebabkan disabilitas intelektual. Namun, kondisi ini tidak terkait satu sama lain. 

Bagaimana Dyspraxia Didiagnosis?

Bagaimana Dyspraxia Didiagnosis
Freepik/User20254016

Dyspraxia sulit untuk didiagnosis karena gejalanya mungkin membingungkan dengan kondisi lain. Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-V) mencantumkan empat kriteria yang harus dipenuhi untuk diagnosis dyspraxia:

  • Anak menunjukkan keterlambatan dalam mencapai tonggak motorik
  • Kondisi tersebut secara signifikan mengganggu aktivitas kehidupan sehari-hari dan atau prestasi akademik
  • Gejala tersebut dimulai sejak awal kehidupan anak
  • Kesulitan dengan keterampilan motorik tidak disebabkan karena kecacatan intelektual, gangguan penglihatan, atau gangguan otak
     

Bagaimana DCD Ditangani?

Bagaimana DCD Ditangani
Freepik/Liudmila.fadzeyeva

DCD dapat ditangani dengan program jangka panjang, terapi fisik, terapi okupasi, dan pelatihan keterampilan sosial untuk membantu anak beradaptasi dengan gangguan tersebut.

Pendidikan jasmani dapat membantu anak mengembangkan koordinasi, keseimbangan, dan komunikasi yang lebih baik antara otak dan tubuhnya. Olahraga individu, seperti berenang atau bersepeda, dapat membangun keterampilan motorik daripada olahraga tim. Olahraga harian sangat penting jika anak menderita dyspraxia, untuk melatih tubuh dan otak agar bekerjasama dan mengurangi risiko obesitas.

Terapi okupasi dapat membantu anak menguasai aktivitas sehari-hari. Terapis okupasi mengetahui banyak teknik untuk membantu orang melakukan tugas yang sulit. Terapis okupasi juga dapat bekerjasama dengan pihak sekolah untuk mengidentifikasi perubahan yang bisa membantu anak sukses di sekolah, seperti menggunakan komputer ketimbang mengejarkan tugas dengan menulis tangan.

Nah, itulah informasi mengenai dyspraxia pada bayi. Semoga Mama bisa lebih waspada terhadap gangguan yang satu ini agar bisa mendeteksinya lebih dini.

Baca Juga:

The Latest