Emon Predator Anak di Sukabumi Kini Bebas, Hukuman 9 Tahun Dinilai Ringan

Kasus predator anak yang dilakukan Andri Sobari alias Emon, kembali menyita perhatian publik. Pelaku yang mencabuli ratusan anak laki-laki di Sukabumi pada 2013 silam ini telah menjalani pembebasan bersyarat sejak Februari 2023.
Setelah menjalani hukuman penjara selama 9 tahun, ia kini kembali untuk bersosialisasi seperti masyarakat pada umumnya. Kebebasan Emon tentu menuai gelombang protes dan kemarahan dari netizen.
Banyak yang menilai hukuman yang diterimanya tidak sebanding dengan kejahatan yang ia lakukan, mengingat jumlah korbannya yang mencapai lebih dari seratus anak yang bisa berdampak pada masa depan anak.
Mengingat kilas balik kasus Emon sang predator anak di Sukabumi, berikut Popmama.com rangkumkan informasinya dari berbagai sumber.
1. Kilas balik kasus mengerikan Emon pada tahun 2013 silam

Kasus ini pertama kali terungkap dan viral pada tahun 2013. Andri Sobari atau lebih dikenal Emon, yang berprofesi sebagai buruh pabrik, melakukan aksi pencabulannya dengan modus yang terencana.
Ia menargetkan anak laki-laki berusia 6-11 tahun di lingkungan sekitarnya dengan iming-iming uang sejumlah Rp 20 ribu. Setelah beraksi, Emon bahkan mencatat nama-nama korbannya dalam sebuah buku yang ia beri judul 'Thanks', seolah-olah ini adalah sebuah pencapaian.
Yang memilukan, Emon mengaku bahwa perbuatannya ini adalah bentuk pelampiasan karena ia pernah menjadi korban pelecehan seksual saat duduk di bangku SMP. Motif ini, bagaimanapun, sama sekali tidak mengurangkan kebrutalan kejahatannya.
2. Hukuman yang dinilai tak setimpal

Setelah melalui proses persidangan, pada tahun 2014 Emon akhirnya dijatuhi hukuman 9 tahun penjara oleh pihak pengadilan setempat.
Pasal yang menjeratnya adalah pencabulan, yang pada saat itu ancaman hukumannya memang jauh lebih rendah dibandingkan dengan pemerkosaan.
Vonis ini tentu dianggap sangat ringan oleh banyak pihak, mengingat jumlah korban yang mencapai lebih dari 100 anak.
Kemudian di tahun 2023 silam, Emon menerima pembebasan bersyarat pada Februari 2023 setelah menjalani dua per tiga masa hukumannya.
Kebebasannya ini kembali memicu amarah masyarakat yang merasa keadilan tidak benar-benar ditegakkan untuk ratusan korban dan keluarga mereka.
Banyak masyarakat menilai bahwa gukuman yang singkat untuk kejahatan yang sedemikian masif dan terstruktur dinilai tidak memberikan efek jera.
"Korban Trauma seumur hidup dibayar penjara 9 tahun ????? Yg bener aja sihhh," geram netizen berkomentar pada salah satu unggahan yang memberitakan kebebasan Emon.
"Buset 120 korban cuma 9thn..harusnya seumur hidup dibalik jeruji biar tidak meresahkan masyarakat lg," komentar netizen lain yang tak terima dengan kebebasan pelaku predator anak tersebut.
3. Dampak trauma dan siklus kekerasan yang bisa diwariskan

Bukan tanpa sebab masyarakat mengutarakan kemarahannya, dampak dari aksi Emon terbukti sangat memilukan dan berbahaya bagi korban yang kini sudah memasuki usia remaja bahkan dewasa.
Trauma yang ditinggalkan tidak hanya bersifat psikologis bagi para korban, tapi juga berpotensi melahirkan siklus kekerasan baru yang serupa.
Hal ini sebagaimana diberitakan sebelumnya, dua tahun setelah penangkapan Emon, polisi mengamankan seorang anak di bawah umur yang ketahuan mencabuli enam temannya.
Setelah ditelusuri, terungkap bahwa anak tersebut adalah salah satu dari ratusan korban Emon. Kasus ini menjadi bukti nyata bagaimana korban kekerasan seksual dapat berpotensi menjadi pelaku di kemudian hari jika tidak mendapatkan pendampingan dan pemulihan yang tepat.
Hal inilah yang paling dikhawatirkan banyak pihak, warisan trauma dan penyimpangan yang ditinggalkan oleh seorang predator seperti Emon tentu sangat membahayakan hidup anak-anak.
Dari pemberitaan terkait bebasnya Emon sang predator anak, ini tentu menjadi pengingat pahit akan sistem peradilan yang seringkali dianggap belum berpihak pada korban kejahatan seksual anak.
Kasus ini menjadi tugas besar tak hanya bagi orangtua, tapi juga banyak pihak untuk terus melakukan pengawasan dan terus aktif melindungi anak-anak dari ancaman predator di sekitarnya.



















