Main Game Dulu vs Sekarang, Ini Alasan Gen Z Punya Attention Span Mini

- Game klasik mengajarkan kesabaran & problem solving
- Game modern kurangi kemampuan memori & navigasi alami
- Game modern ciptakan ketergantungan & kurangi interaksi sosial
Bagi yang tumbuh di era 90-an, pasti ingat betapa tegangnya bermain Mario, Sonic, atau Prince of Persia. Satu level memakan waktu berjam-jam, tanpa adanya petunjuk jelas dan nyawa yang sedikit. Kegagalan membuat pemain belajar sabar dan mencoba lagi.
Sekarang, anak-anak bermain game yang sangat berbeda. Permainan era ini sengaja membuat anak-anak terpaku dan ingin terus bermain. Tidak heran jika generasi Z memiliki rentang perhatian terpendek dalam sejarah.
Popmama.com akan membahas main game dulu vs sekarang, ini alasan Gen Z punya attention span mini
1. Game dulu, mengajarkan sabar & gagal

Game klasik seperti Mario, Sonic, dan Prince of Persia hanya memberi tiga nyawa. Salah langkah? Mulai lagi dari awal! Tidak ada petunjuk, tidak ada simpan instan.
Saat tersesat, kita belajar menyusun strategi sendiri. Saat gagal, kita belajar tidak mudah menyerah dan mengharuskan kita mengingat rute, lawan, dan strategi.
Sekarang, banyak game modern menuntun anak dari awal hingga akhir, dengan auto-save setiap beberapa detik, petunjuk jelas, dan tutorial instan. Anak-anak jarang belajar menghadapi kegagalan nyata, karena permainan terasa “tidak pernah mati”.
2. Memori dan navigasi membuat otak diuji setiap level

Game seperti Tetris, Doom, Quake, Zelda, bahkan game lokal DreadOut, mengajarkan mengingat tata letak, pola, dan rahasia. Penelitian psikologis menyebutkan bahwa permainan ini memperkuat hippocampus, bagian otak yang mengatur memori dan navigasi.
Di sisi lain, game modern seperti Genshin Impact atau Mobile Legends menyediakan peta, GPS, dan voice assistant. Anak-anak lebih mengikuti instruksi, bukan menemukan jalan sendiri. Akibatnya, problem solving dan kemampuan navigasi alami menjadi berkurang.
3. Saat gagal, game 90-an memaksa untuk berhenti sebentar

Game 90an, jika gagal, kita harus berhenti. Sedangkan game modern dapat dimainkan terus tanpa batas. Fortnite, Roblox, Minecraft, dan Genshin dirancang untuk “mengikat” pemain tak kenal waktu. Terlebih di dalamnya ada banyak alat dan level yang memperkuat budaya konsumtif karena FOMO.
Psikolog menyebutkan, ini melatih sirkuit otak berbeda. Alih-alih menyelesaikan tugas, anak-anak terbiasa dengan stimulasi terus-menerus. Orangtua pun sering mengeluh, “Anak saya nggak bisa berhenti main!” sesuatu yang hampir tidak terjadi pada game SEGA atau PlayStation 1.
4. Game 90-an menuntut sosialisasi

Game 90-an mengajarkan interaksi sosial nyata. Anak-anak duduk bersama teman, berebut controller, berdebat, dan bekerja sama untuk melewati level, sehingga hubungan interaksi sosial terasa nyata.
Sekarang, anak bermain sendirian dengan headset, meski ada ribuan pemain daring. Mereka terhubung secara virtual, tapi kesepian meningkat. Psikolog melihat banyak anak merasa terisolasi karena kurangnya interaksi luring.
5. Delayed reward vs instant gratification

Anak 90-an menunggu minggu atau bulan untuk game baru atau level terbaru lewat majalah dan rental game. Sensasi menunggu dan bekerja keras untuk menang memberi kepuasan maksimal.
Game modern memberi dopamin setiap menit, loot boxes, skins, battle passes, dan reward instan. Anak-anak terbiasa dengan kepuasan yang cepat, sehingga kehidupan nyata terasa lambat. Terapi psikolog menyebutkan anak 90-an lebih sabar, sedangkan anak zaman sekarang lebih overstimulasi sebelum usia 10 tahun.
6. Gen Z menghadapi berbagai distraksi dan attention span yang pendek

Game klasik menuntut fokus berjam-jam tanpa gangguan. Tidak ada notifikasi, pop-up, atau iklan. Anak-anak belajar menyelesaikan level dengan konsentrasi penuh.
Game modern menggunakan psychological hooks, battle pass, FOMO mechanic, daily login reward, dan mini-game terus menerus. Anak-anak bermain bukan karena suka saja, tapi karena dirancang untuk ketagihan. Itulah salah satu alasan Gen Z punya attention span paling pendek.
Main game dulu vs sekarang, ini alasan Gen Z punya attention span mini. Game membentuk otak, kesabaran, memori, dan kemampuan bersosial. Anak 90-an belajar fokus, menghadapi kegagalan, dan bersabar. Anak sekarang belajar stimulasi instan, reward cepat, dan interaksi virtual.


















