Aturan dalam Hak Waris Istri jika Suami Meninggal Menurut Islam

Ada aturannya terkait hak waris yang bisa diambil oleh istri

9 April 2024

Aturan dalam Hak Waris Istri jika Suami Meninggal Menurut Islam
Pexels/Elina Fairytale

Perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri. Tujuan untuk membina rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 

Perkawinan tersebut menyebabkan bercampurnya harta antara suami dan istri. Harta bersama juga disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan dibagi ke dalam beberapa kategori.

Pertama, harta yang diperoleh selama perkawinan. Harta ini merupakan harta yang dikuasai bersama selama perkawinan. Kedua, harta bawaan, yaitu harta yang dibawa oleh masing-masing pihak sebelum proses perkawinan dilakukan.

Saat suami meninggal dunia sesuai dengan ketentuan hukum Islam, maka istri akan mendapat bagian dari harta peninggalan suami. Namun, ada aturan terkait hak waris yang bisa diambil oleh istri. 

Untuk memahami lebih dalam mengenai masalah ini, berikut Popmama.com telah merangkumnya dalam hak waris istri jika suami meninggal menurut Islam secara lebih detail.

Mari simak pembahasan topik satu ini, yuk!

Harta Bersama dan Harta Bawaan

Harta Bersama Harta Bawaan
Pexels/Kampus Production

Setelah pewaris meninggal dunia, pewaris akan memberikan harta warisnya kepada ahli waris. Menurut Pasal 35 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, harta di dalam perkawinan terdiri dari dua, yaitu:

  1. Harta bersama yaitu harta yang didapat pada saat perkawinan. Misalnya setelah setelah suami istri menikah, suami membeli rumah.
  2. Harta bawaan yaitu harta yang didapat sebelum adanya perkawinan. Misalnya sebelum suami istri menikah, suami menginvestasikan sebagian gajinya untuk membeli emas.

Namun, harta bawaan bisa diubah menjadi harta bersama sesuai dengan Pasal 35 ayat (2) bisa saja menjadi harta bersama. Kondisi tersebut bisa terjadi apabila kedua pasangan menentukan di dalam perjanjian perkawinan yang dibuat serta disepakati telah menentukan adanya persatuan antara harta bawaan dan harta bersama. 

Pengelompokkan Ahli Waris

Pengelompokkan Ahli Waris
Pexels/Monstera

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), Pasal 174 diatur bagaimana ahli waris dikelompokkan di antaranya sebagai berikut:

Penggolongan kelompok menurut hubungan darah

  1. Golongan laki-laki, yaitu papa, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan juga kakek.
  2. Golongan perempuan, yaitu mama, anak perempuan, saudara perempuan, dan juga nenek.

Penggolongan kelompok menurut hubungan perkawinan

  1. Kelompok ini terdiri dari janda ataupun duda.
  2. Bila para ahli waris ada, maka yang paling berhak mendapatkan waris ialah anak, mama, papa, dan juga duda atau janda. 

Untuk urutan ahli waris yang perlu dipahami, yakni:

  • Anak laki-laki
  • Anak perempuan
  • Papa
  • Mama
  • Paman
  • Kakek
  • Nenek
  • Saudara laki-laki
  • Saudara perempuan
  • Janda
  • Duda

Ada juga penggolongan kelompok ahli waris dari segi pembagian dalam Hukum Waris Islam menjadi tiga kategori, antara lain:

  1. Kelompok ahli waris Dzawil Furudh, yang mendapat pembagian pasti. Terdiri dari, anak perempuan, papa, mama, istri (janda), suami (duda), saudara laki-laki atau saudari perempuan seibu, dan saudara perempuan kandung (seayah).
  2. Kelompok ahli waris yang tidak ditentukan pembagiannya, terdiri dari anak laki-laki dan keturunannya, anak perempuan dan keturunannya (bila bersama anak laki-laki), Saudara laki-laki bersama saudara perempuan (bila pewaris tidak memiliki keturunan dan papa), kakek dan nenek, paman dan bibi (baik dari pihak papa maupun mama, dan keturunannya)
  3. Kelompok ahli waris pengganti diatur pada Pasal 185 dalam hukum waris Islam KHI. Pasal tersebut menjelaskan terkait ahli waris mengalami peristiwa kematian lebih dahulu dari pewarisnya.

Editors' Pick

Pembagian Hak Waris kepada Istri dan Anak

Pembagian Hak Waris kepada Istri Anak
Pexels/Vlada Karpovich

Istri akan mendapat hak waris bersama dengan anak mereka sesuai dengan QS. An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

"Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisa ayat 11)

Maka dari itu, ketika suami meninggal, maka istri mendapatkan setengah bagian dari harta bersama dengan suaminya.

Setengah lebih harta bersama (milik suami) akan dibagikan ke istri atau janda dan anak-anaknya. Besaran bagiannya sama besar untuk masing-masing. Besaran tersebut ialah seperdelapan bagian bagi istri dan anak-anak.

Hak Waris Bila Ada Perjanjian

Hak Waris Bila Ada Perjanjian
Pexels/Emma Bauso

Perjanjian pisah harta bisa dibuat pada waktu sebelum atau selama membangun rumah tangga. Apabila ada perjanjian pisah harta, maka harta dianggap sebagai harta milik masing-masing, sehingga harta suami (pewaris) yang terdiri dari harta bersama dan harta bawaan langsung dibagi sesuai jumlah tanggungan keluarga. 

Misalnya jika suami istri memiliki anak dua, lalu suami meninggal dunia, maka harta waris diberikan kepada istri dan dua anak.

Apabila kedua orangtua meninggal dunia dan meninggalkan dua orang anak, maka kedua anak tersebut yang akan menjadi ahli waris. Masing-masing anak akan mendapat bagian sama besar, yaitu ½ bagian dari harta pewaris.

Harta bersama harus dibagi dua terlebih dahulu, sehingga ½ bagian adalah harta suami (pewaris) dan ½ bagian adalah harta istri.

Kemudian, ½ bagian harta suami ditambah dengan harta bawaan suami disebut sebagai harta peninggalan. Harta peninggalan inilah yang kemudian akan dibagi ke ahli waris, yaitu istri, anak pertama, dan anak kedua.

Hak Waris Bila Tidak Ada Perjanjian

Hak Waris Bila Tidak Ada Perjanjian
Pexels/Josh Willink

Apabila di antara suami dan istri tidak dibuat perjanjian kawin atau biasa disebut dengan perjanjian pisah harta, maka harta yang ada di dalam perkawinan atau harta yang didapat selama masa perkawinan tergolong sebagai harta bersama. 

Apabila tidak dibuatnya perjanjian pernikahan, maka secara langsung harta benda yang diperoleh setelah perkawinan berlangsung menjadi harta bersama. Jika terjadi perceraian, terhadap pembagian harta bersama diatur dalam Pasal 37 UU Perkawinan yaitu:

 “Bila perkawinan putus karena perceraian harta bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.”

Harta bersama ini yang biasanya menimbulkan konflik ketika pasangan suami istri ingin bercerai. Mereka biasanya terlibat konflik memperebutkan 'harta gana-gini' atau harta bersama ketika selama perkawinan mereka dahulu. 

Ketentuan sebelum Membagikan Harta Warisan

Ketentuan sebelum Membagikan Harta Warisan
Pexels/Ketut Subiyanto

Pembagian warisan ketika suami meninggal dunia dilakukan ketika setelah dibayar uutang mayyit dan setelah dikeluarkan bagian harta untuk wasiat jika ada wasiat.

Suami yang meninggal dunia yang masih memiliki tanggungan zakat, kafarat dan gadai misalnya, maka harta peninggalannya atau disebut tirkah harus digunakan untuk kepentingan tanggungan tersebut. Berikut beberapa ketentuan di antaranya:

  • Sebelum mewariskan, harta miliki si pewaris harus digunakan untuk biaya perawatan mayyit seperti biaya untuk memandikannya, mengkafani hingga menguburkannya.
  • Bila yang wafat masih memiliki utang, maka harta peninggalannya (tirkah) harus digunakan untuk membayar seluruh utang si pewaris.
  • Apabila pewaris sebelum meninggal dunia telah mewasiatkan sesuatu yang berkaitan dengan hartanya (tirkah), maka wasiatnya harus didahulukan terlebih dahulu sebelum membagi warisan.

Itulah beberapa informasi mengenai hak waris istri jika suami meninggal menurut islam. Semoga informasi di atas bermanfaat dan memberikan pengetahuan baru ya, Ma.

Baca juga:

The Latest