6 Fakta Keluarga Badai eks Kerispatih, Keturunan Pahlawan

- Badai berasal dari keluarga akademis, bukan seniman, dan awalnya tidak mendapat dukungan penuh untuk berkarier di dunia musik.
- Bakat seni Badai diturunkan dari sang kakek, seorang guru dan pemain biola yang menjadi pejuang pendidikan di masa penjajahan Jepang.
- Kini Badai dikenal sebagai musisi sukses dan sosok papa yang hangat, seolah membuktikan bahwa passion bisa mengalahkan batasan tradisi keluarga.
Nama Doadibadai Hollo atau yang lebih dikenal sebagai Badai eks Kerispatih, tentu sudah lama melekat di hati penikmat musik tanah air.
Badai adalah sosok di balik lagu-lagu patah hati yang begitu membekas, seperti 'Bila Rasaku Ini Rasamu' dan 'Tapi Bukan Aku.' Namun, di balik kepiawaiannya menulis lirik yang penuh perasaan, banyak yang belum tahu kisah hidup dan latar belakang keluarga Badai yang luar biasa.
Ternyata, Badai bukan berasal dari keluarga seniman seperti yang mungkin banyak orang bayangkan. Justru sebaliknya, ia lahir dan besar di tengah keluarga akademis yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Meski begitu, garis darah seni ternyata tetap mengalir dalam tubuhnya, bukan dari orangtua, melainkan dari sang kakek yang memiliki sejarah perjuangan tersendiri.
Berikut ini Popmama.com telah merangkum sejumlah fakta keluarga Badai eks Kerispatih.
Yuk, disimak!
Deretan Fakta Keluarga Badai eks Kerispatih
1. Lahir dari keluarga akademis, bukan seniman

Badai lahir pada 14 Januari 1978 di Jakarta. Badai merupakan anak bungsu dari empat bersaudara dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi pendidikan. Papanya, H.R. Hollo, adalah seorang akademisi dan pendeta yang menyelesaikan studi hingga tingkat doktor di bidang Teologi.
Sementara mamanya bernama Barnesi Helena, ia dikenal sebagai sosok ibu rumah tangga yang penuh perhatian dan religius. Sejak kecil, Badai dibiasakan untuk menomorsatukan pendidikan dan ibadah. Musik bukanlah sesuatu yang dianggap sebagai pilihan hidup utama dalam keluarga mereka.
Aktivitas bermusik hanya dilakukan di lingkungan gereja, bukan untuk karier profesional. Hal ini membuat kisah Badai semakin menarik karena ia mampu keluar dari jalur yang sudah "dipetakan" oleh keluarganya.
2. Pendidikan formalnya jauh dari dunia seni

Sebelum dikenal sebagai musisi, Badai menempuh pendidikan formal yang tidak berkaitan sama sekali dengan musik. Ia mengenyam pendidikan dari TK hingga SMP di sekolah Tarakanita, yang dikenal dengan kedisiplinannya. Kemudian ia melanjutkan ke SMA PSKD I Jakarta dan akhirnya masuk Universitas Trisakti, mengambil jurusan Teknik Mesin.
Meski belajar teknik, hasratnya terhadap musik sudah tumbuh sejak duduk di bangku sekolah. Ia sempat mengalami konflik batin, karena merasa cinta terhadap musik namun sadar bahwa keluarganya berharap ia menjadi profesional di bidang teknik.
Perjalanan ini menjadi bukti bahwa memilih jalan hidup sesuai passion memang tidak mudah, tetapi bisa membawa hasil luar biasa ketika dijalani dengan sungguh-sungguh.
3. Bakat musiknya diwarisi dari sang kakek

Meskipun papa dan mamanya tidak berasal dari dunia seni, ternyata bakat musik Badai datang dari generasi sebelumnya. Sang kakek adalah seorang pemain biola dan guru Bahasa Indonesia pada masa penjajahan Belanda. Ia adalah sosok yang sangat mencintai dunia pendidikan dan seni, namun nasib tragis menimpanya saat masa pendudukan Jepang.
Kakeknya Badai dilarang mengajar dan bermain musik, bahkan mengalami gangguan penglihatan akibat tekanan masa itu. Dedikasi sang kakek terhadap pendidikan dan kebudayaan membuatnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Maluku.
Cerita kakek inilah yang menjadi salah satu sumber kekuatan spiritual dan inspirasi bagi Badai dalam berkarya. Ia merasa terhubung secara emosional dengan kakeknya, meski tidak pernah mengalami masa perjuangan yang sama.
4. Awalnya tidak mendapat dukungan untuk jadi musisi

Badai pernah jujur menyampaikan bahwa jalan hidupnya sebagai musisi tidak langsung mendapat restu dari orangtuanya.
Keluarganya Badai menaruh harapan besar agar ia menempuh jalur akademis yang “aman” dan menjanjikan masa depan stabil. Ia bahkan menyebut keluarganya sebagai “gila sekolah” karena menempatkan pendidikan sebagai fondasi utama.
Musik sempat dianggap hanya sebagai hobi yang tidak bisa menjadi sumber penghidupan tetap. Namun ketika Badai mulai menunjukkan keseriusan dan karyanya mendapat pengakuan publik lewat band Kerispatih, pelan-pelan keluarganya luluh.
Mereka mulai memahami bahwa musik bukan sekadar pelarian, melainkan panggilan hidup yang dijalani dengan profesionalisme dan dedikasi tinggi.
5. Menikah dan membangun keluarga kecil yang harmonis

Di tengah kesibukannya sebagai musisi, Badai tetap memprioritaskan kehidupan keluarga. Badai menikah dengan Dewi Citra Asmarani pada tahun 2002, jauh sebelum dirinya benar-benar dikenal publik. Kehidupan rumah tangganya relatif tertutup dari sorotan media, namun ia dikenal sebagai pribadi yang rendah hati dan mencintai anak-istrinya.
Dari pernikahan ini, mereka dikaruniai dua anak yang menjadi sumber semangat bagi Badai dalam berkarya. Meski jarang membagikan momen keluarga di media sosial, banyak yang menyebut Badai sebagai sosok papa yang hangat dan sederhana.
6. Memiliki tiga saudara kandung yang suportif

Sebagai anak bungsu, Badai tumbuh dikelilingi oleh tiga saudara kandungnya yang bernama Leo, Grace, dan Yohanna. Meski ketiganya tidak menekuni dunia musik atau seni, mereka tetap memberikan dukungan moral bagi Badai.
Hubungan mereka dikenal akrab dan saling mendukung satu sama lain. Badai kerap menyebut bahwa peran kakak-kakaknya sangat penting dalam proses tumbuh kembangnya, termasuk dalam masa-masa sulit ketika ia mulai memilih jalur yang berbeda dari harapan keluarga besar.
Itulah beberapa fakta keluarga Badai Kerispatih. Kisah keluarga Badai Kerispatih dapat menjadi contoh nyata bahwa kesuksesan bisa datang dari keberanian memilih jalan sendiri. Meskipun lahir dari keluarga akademis yang tidak dekat dengan dunia seni, Badai membuktikan bahwa bakat dan kerja keras bisa membawa seseorang jauh melampaui ekspektasi orang-orang di sekitarnya.
Lebih dari itu, kisah perjuangan sang kakek yang menjadi pejuang pendidikan dan seni di masa penjajahan menjadi warisan yang tak ternilai dalam hidup Badai. Ia tak hanya mewarisi bakat musik, tetapi juga semangat juang dan dedikasi yang akhirnya menjadikannya salah satu musisi paling disegani di Indonesia.

















