“Kalau dilihat dari data penelitian jangka panjang, jumlah sperma laki-laki turun lebih dari 50 persen dibandingkan puluhan tahun lalu. Kemudian pasca pandemi, jumlahnya kembali turun sekitar belasan hingga puluhan juta per cc. Itu baru dari sisi jumlah, belum bicara soal gerakan dan bentuk sperma yang juga ikut menurun” ujar dr. Sunnu.
Sperma Kosong pada Papa, Masalah Kesuburan yang Sering Terlewat

- Kesuburan laki-laki juga penting dalam perjalanan kehamilan
- Azoospermia dapat terjadi meskipun cairan mani keluar, tapi tanpa sperma
- Azoospermia memiliki dua tipe dengan penyebab berbeda dan sulit disembuhkan
Menanti kehadiran anak sering kali menjadi perjalanan yang penuh harap bagi banyak pasangan. Namun, ketika kehamilan nggak juga datang, penting untuk melihatnya dari berbagai sisi, termasuk kondisi kesuburan Papa.
Salah satu hal yang jarang diperhatikan adalah sperma kosong. Dalam istilah medis, kondisi ini dikenal sebagai azoospermia, yaitu saat cairan sperma nggak mengandung sel sperma sama sekali. Meski terdengar mengkhawatirkan, kondisi ini bisa terjadi dan perlu dipahami agar pasangan dapat mencari langkah yang tepat bersama.
Popmama.com sudah mengupas tuntas mengenai kondisi sperma kosong yang jadi masalah kesuburan dan alasan sulit untuk memiliki anak. Yuk simak bersama!
1. Kesuburan bukan soal satu pihak, laki-laki juga harus diperhatikan

Masalah kesuburan sering kali identik dengan perempuan. Padahal, fakta di lapangan menunjukkan bahwa laki-laki juga memiliki peran besar dalam peluang terjadinya kehamilan.
Dalam acara 'Media Meet Up' yang digelar Eka Hospital PIK dan Eka Hospital Pluit pada 16/12/2025 di Jakarta Pusat, dokter spesialis andrologi dr. Christian Christoper Sunnu, Sp.And, mengungkapkan bahwa kualitas sperma laki-laki secara global terus mengalami penurunan.
Berdasarkan penelitian jangka panjang di Amerika Serikat sejak tahun 1950-an hingga 2020-an, jumlah sperma laki-laki tercatat menurun lebih dari setengahnya, bahkan kembali merosot setelah pandemi COVID-19.
Fakta ini sejalan dengan data yang menunjukkan bahwa sekitar 20 persen kasus infertilitas berkaitan dengan azoospermia, sementara di Indonesia sendiri sekitar 4 hingga 6 juta pasangan usia subur mengalami kesulitan memiliki anak, dengan hampir sepertiganya dipengaruhi faktor lelaki.
Angka ini menunjukkan bahwa pemeriksaan kesuburan sebaiknya dilakukan secara menyeluruh dan seimbang, nggak hanya berfokus pada satu pihak saja.
2. Air mani tetap keluar, tapi tanpa sperma

Banyak orang mengira selama air mani masih keluar, peluang kehamilan tetap terbuka. Padahal, kenyataannya nggak selalu demikian. Dalam kondisi tertentu, cairan mani memang tetap diproduksi dan tampak normal, tetapi nggak mengandung sel sperma sama sekali.
Padahal, air mani seharusnya membawa sperma yang didukung berbagai nutrisi penting, seperti fruktosa dan protein, agar mampu bertahan hidup di saluran reproduksi perempuan.
“Cairan mani sebenarnya mengandung berbagai nutrisi penting yang berfungsi menopang kelangsungan hidup sperma di dalam saluran reproduksi perempuan, sehingga sperma bisa bertahan hingga lebih dari dua hari,” ujar dr. Sunnu.
Saat yang keluar hanya wadah tanpa isinya, maka kehamilan pun sulit terjadi. Nggak heran jika kondisi ini kerap disebut sebagai mandul oleh masyarakat awam, meski istilah medisnya jauh lebih spesifik dan kompleks ya, Pa & Ma.
3. Dua tipe Azoospermia dengan penyebab berbeda

Azoospermia pada laki-laki dapat dibedakan menjadi dua tipe dengan latar penyebab yang berbeda. Pada sebagian kasus, sperma sebenarnya masih diproduksi oleh testis, tetapi nggak dapat keluar bersama cairan mani karena adanya sumbatan pada saluran reproduksi. Sumbatan ini bisa terjadi akibat infeksi yang berlangsung lama, riwayat penyakit menular seksual, cedera berat pada area testis, atau dipengaruhi faktor genetik sejak lahir.
Di sisi lain, ada pula azoospermia yang berkaitan langsung dengan gangguan produksi sperma. Pada kondisi ini, testis nggak mampu menghasilkan sperma dalam jumlah yang cukup atau bahkan sama sekali nggak memproduksinya.
Penyebabnya beragam, mulai dari pola hidup yang kurang sehat, kebiasaan merokok, konsumsi makanan tinggi gula dan pengawet, hingga gangguan hormon. Infeksi tertentu seperti gondongan atau COVID-19, penggunaan obat-obatan tertentu, serta varikokel juga dapat berperan dalam menurunnya produksi sperma.
Kedua tipe ini termasuk kondisi yang sulit disembuhkan. Hingga saat ini, belum ada terapi yang mampu mengembalikan jumlah sperma dari nol menjadi normal sepenuhnya. Pada beberapa kasus azoospermia yang berkaitan langsung dengan gangguan produksi sperma, terapi seperti suntik hormon atau stem cell dapat membantu meringankan kondisi. Meski begitu, hasilnya nggak selalu signifikan dan jumlah sperma yang dihasilkan umumnya sangat terbatas.
Karena itu, banyak pasangan dengan azoospermia akhirnya mempertimbangkan program In Vitro Fertilization (IVF) atau bayi tabung sebagai jalan untuk memiliki keturunan.
4. Gaya hidup dan tanda tubuh yang perlu diperhatikan sejak dini

Kesehatan sperma sangat berkaitan dengan kebiasaan sehari-hari yang mungkin kerap dianggap sepele. Paparan polusi, kebiasaan merokok atau mengonsumsi alkohol, pola makan tinggi gula dan makanan ultra processed, kurang tidur, hingga stres yang berlebih dapat perlahan memengaruhi kesuburan Papa.
Padahal, testis merupakan satu-satunya organ yang berperan dalam menghasilkan sperma, sehingga ketika fungsinya terganggu, proses pemulihannya nggak mudah.
“Testis adalah organ penghasil sperma, dan kalau sudah rusak, sangat sulit dikembalikan seperti semula,” tegas dr. Sunnu.
Menariknya, kondisi seperti azoospermia sering kali nggak disertai keluhan yang jelas. Namun, pada kasus yang berkaitan dengan gangguan hormon, tubuh biasanya memberi tanda-tanda tertentu, mulai dari ereksi pagi hari yang jarang muncul, gairah seksual yang menurun, ereksi yang kurang optimal, hingga perkembangan ciri seksual sekunder yang nggak maksimal dan tubuh yang mudah lelah.
Jika Papa mulai merasakan perubahan tersebut, berkonsultasi dengan dokter spesialis andrologi menjadi langkah penting agar kondisi dapat dikenali dan ditangani sedini mungkin.
Perjalanan memiliki momongan memang nggak selalu berjalan mulus bagi setiap pasangan, dan perlu diingat kesuburan bukan soal menyalahkan satu pihak, melainkan tentang berjalan bersama, saling mendukung, dan menjaga harapan tetap hidup dengan cara yang realistis dan penuh empati.
Semoga informasi ini bermanfaat, ya!


















