TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA

Kesulitan Makanan, Warga Shanghai Bayar Rp883 Ribu untuk Daging Busuk

Bayar Rp883 ribu untuk makanan, warga Shanghai malah mendapatkan dua potong daging busuk

Pexels/Mark Stebnicki

Kasus Covid-19 di kota Shanghai, kembali melonjak. Belakangan ini, Shanghai dikabarkan menjadi pusat wabah Covid-19 terbesar di China.

Hal ini terjadi di saat banyak negara yang justru tengah menuju fase endemi. Pemerintah Kota Shanghai akhirnya menetapkan karantina wilayah di kota tersebut pada akhir Maret lalu.

Imbas adanya karantina tersebut, beberapa orang di Shanghai mengalami kesulitan untuk mengakses makanan. Bahkan, ada warga yang rela membayar Rp883 ribu untuk makanan. Sayangnya, makanan yang datang berupa daging busuk.

Berikut Popmama.com telah merangkum beberapa fakta lainnya secara lebih detail dari berbagai sumber.

1. Warga Shanghai bayar Rp883 ribu untuk daging busuk

Pexels/Markus Spiske

Will Liu (28) merupakan seorang warga yang berasal dari Taiwan. Ia sendiri telah menetap di Shanghai selama hampir tujuh tahun. Kepada BBC China, dirinya mengatakan bahwa pandemi tidak banyak mengubah kehidupannya sampai akhir Maret lalu.

Will sebenarnya telah menyiapkan cukup makanan untuk karantina wilayah sesuai dengan durasi yang diumumkan. Awalnya pemerintah setempat mengumumkan karantina wilayah selama lima hari.

Ketika karantina terus diperpanjang, ia yang hanya memiliki microwave untuk memasak di rumahnya, merasa kehabisan makanan.

Dirinya pun akhirnya menemukan iklan yang menjual makanan berupa daging babi. Saat daging tersebut datang, ternyata yang ia dapatkan adalah dua potong daging babi busuk.

"Pada pekan kedua karantina wilayah, saya menemukan iklan dari situs pesan antar yang menjual daging babi seharga 400 Yuan (Rp 883.000). Saat itu, saya sangat lapar, sehingga saya memesannya. Ternyata yang saya dapatkan adalah dua potong daging babi busuk." ujar Will Liu seperti yang dikutip dari laman BBC News Indonesia.

Beruntung, uang yang ia bayarkan untuk daging tersebut bisa dikembalikan. Meski demikian, ia tetap merasa kecewa dengan kondisi yang terjadi.

2. Mahasiswi Indonesia sempat alami kesulitan di awal lockdown

Pexels/Lombe K

Sementara itu, seorang mahasiswi Indonesia yang sudah kuliah selama lima tahun di kota Shanghai mengatakan sempat mengalami kesulitan di awal lockdown.

Celline Topan, yang saat ini mengambil S2 untuk periklanan, mengatakan bahwa sejak minggu terakhir Maret, dirinya belum keluar dari apartemen tempat tinggalnya.

Sebagai persiapan, ia membeli persediaan makanan yang kemudian sempat menipis karena lockdown yang diperpanjang.

Celline juga mengungkapkan bahwa dirinya sempat menangkap kekesalan warga, terutama pada saat awal lockdown yang kini sudah memasuki minggu kelima.

"Di awal-awal banyak banget kekurangan barang, kita nggak bisa makan, kekurangan bahan pokok seperti sayur-sayuran, daging dan lain-lain. Tapi abis itu pemerintah memberikan bahan pokok gratis, tiap minggu mereka kasih. Jadi sekarang, menurutku sudah mulai stabil," ujar Celline kepada BBC News Indonesia.

Konsul Jenderal Indonesia di Shanghai, Denny Kurnia mengatakan bahwa saat ini diperkirakan terdapat sekitar 300 WNI di kota tersebut. Melalui pantauan sejauh ini, ada kemungkinan WNI yang tidak lapor atau tidak masuk grup WeChat.

Dikutip dari BBC News Indonesia, Denny juga mengatakan sejauh ini tidak ada kasus WNI yang khusus minta makanan.

3. Banyak unggahan mengenai sulitnya mendapat makanan di Shanghai

Pexels/Alexas Fotos

Di media sosial Weibo (yang digunakan secara luas di China) dan sejumlah media sosial lainnya, mulai banyak unggahan dari beberapa warga mengenai sulitnya mendapatkan makanan di Shanghai sejak karantina wilayah yang dimulai secara parsial pada 5 April.

Dalam pesan yang dikirim secara pribadi ke situs BBC News China, sejumlah warga mengkritik respons pemerintah dalam mengatasi penyebaran varian Omicron di wilayah tersebut.

Shanghai telah mencatat sekitar 400.000 kasus Covid-19 selama lonjakan akibat varian Omicron. Pada Minggu (24/4/2022), angka kematian harian sebanyak 39 kasus.

Rata-rata kasus kematian tersebut merupakan orangtua dan orang yang tidak bisa divaksinasi karena alasan kesehatan.

Itulah rangkuman informasi yang telah dirangkum tentang warga Shanghai yang alami kesulitan makanan. Bahkan ada yang rela membayar Rp883 ribu untuk membeli daging busuk.

Semoga masalah kesulitan makanan yang dialami oleh mereka dapat teratasi dan kasus Covid-19 di sana cepat segera membaik.

Baca juga:

The Latest