وما جعل ادعياءكم ابناءكم ادعوهم لابايهم هو اقسط عند الله فان لم تعلموا اباءهم فاخوانكم في الدين ومواليكم وليس عليكم جناح فيما اخطاتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم وكان الله غفورا رحيما
Artinya: Allah tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak-anakmu. Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan menasabkan kepada bapak-napak mereka. Hal itu lebih adil di sisi Allah. Maka apabila kalian tidak mengetahui bapak-bapak mereka maka panggillah mereka sebagai saudaramu dalam agama dan maula-maula kalian. Tidak ada dosa atas kalian di dalam apa yang tak kalian sengaja, akan tetapi berdosa apa yang disengaja oleh hati kalian. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Ahzab: 4-5).
Hukum Adopsi Anak dalam Islam, Apakah Diperbolehkan Mengubah Nasab?

Tidak semua pasangan beruntung bisa hamil dan memiliki momongan. Banyak pasangan yang belum dikaruniai keturunan hingga memilih untuk mengadopsi anak.
Selain itu, adopsi juga kerap dilakukan untuk membantu anak-anak yang kehilangan orangtua agar mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Namun, dalam Islam, ada aturan tertentu yang mengatur tentang adopsi, termasuk dalam hal nasab.
Lantas, seperti apa hukum adopsi anak dalam Islam? Apakah diperbolehkan mengubah nasab anak? Berikut Popmama.com rangkum jawabannya untuk Mama.
1. Meskipun merupakan tindakan mulia, adopsi harus dilakukan sesuai syariat

Islam mengajarkan kita untuk memberikan kasih sayang dan kepedulian terhadap anak-anak yatim maupun anak yang terlantar. Termasuk dengan memberikan mereka tempat tinggal, pendidikan, dan kasih sayang layaknya anak sendiri.
Namun, dalam proses mengangkat anak atau adopsi, ada ketentuan yang harus dipatuhi agar tetap sesuai dengan syariat Islam. Salah satu aturan penting adalah menjaga keaslian nasab anak angkat.
Terlebih lagi, tak sedikit orangtua yang memperlakukan anak angkat seperti anak kandungnya sendiri. Bahkan, mereka sering kali mengaitkan nasab anak angkat dengan orangtua angkatnya.
2. Bolehkah mengubah nasab anak yang diadopsi?
Dalam Islam, nasab atau garis keturunan sangat penting karena berkaitan dengan identitas, perwalian, hak waris, serta hubungan mahram.
Oleh karena itu, meskipun anak angkat mendapatkan kasih sayang dan perlakuan layaknya anak kandung, Islam tetap menegaskan bahwa anak angkat atau adopsi tidak boleh diubah nasabnya.
3. Awalnya, diperbolehkan menasabkan anak angkat kepada orangtua angkatnya

Dilansir dari laman Lampung NU, tindakan mengubah nasab anak angkat pernah dilakukan oleh Rasulullah terhadap Zaid bin Haritsah, seorang budak yang diberikan oleh istri pertama beliau, Khadijah.
Rasulullah kemudian memerdekakan Zaid dan mengangkatnya sebagai anak. Saat itu, beliau menasabkan Zaid kepada dirinya, sehingga masyarakat tidak lagi memanggilnya sebagai Zaid bin Haritsah, melainkan Zaid bin Muhammad.
Bahkan, Rasulullah secara terbuka mengumumkan hal tersebut kepada kaum Quraisy dengan menyatakan, "Wahai bangsa Quraisy, saksikanlah bahwa sesungguhnya Zaid adalah anakku. Ia mewarisiku dan aku pun mewarisinya."
Pernyataan ini disebutkan dalam kitab karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Jawi, *Marah Labid* (Beirut: Darul Fikr, 2007, II:196).
Dari kisah ini, dapat disimpulkan bahwa pada masa awal Islam, menasabkan anak angkat kepada orangtua angkatnya masih diperbolehkan.
4. Mengubah nasab anak angkat menjadi dilarang setelah turunnya surah Al-Ahzab ayat 4-5

Awalnya, mengubah nasab anak angkat memang diperbolehkan, tetapi kemudian menjadi dilarang setelah turunnya surah Al-Ahzab ayat 4-5, yang menegaskan bahwa anak angkat tidak dianggap sebagai anak kandung.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini berkaitan dengan Zaid bin Haritsah, anak angkat Rasulullah saw.
Dengan turunnya ayat ini, Allah memerintahkan untuk tidak menasabkan anak angkat kepada orangtua angkatnya secara sengaja. Jika dilakukan dengan sengaja, maka itu termasuk perbuatan yang dilarang dan berdosa.
5. Bolehkah memanggil anak angkat dengan sebutan 'anakku'?

Mengubah nasab anak angkat memang dilarang, namun bolehkah menyayangi anak angkat dan memanggilnya dengan sebutan anakku?
Menurut Imam Ibnu Katsir dalam *Tafsirul Qur'anil 'Adhim* (Semarang: Toha Putra, tt., III: 466), tidak ada larangan menyebut seseorang dengan panggilan "anakku" jika tujuannya adalah untuk memuliakan atau menunjukkan kasih sayang.
Pendapat ini didasarkan pada salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, di mana sahabat Anas bin Malik menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah memanggilnya dengan sebutan "wahai anakku."
Itu dia rangkuman mengenai hukum adopsi anak dalam Islam. Kesimpulannya, mengadopsi atau mengangkat anak dalam Islam diperbolehkan karena termasuk perbuatan yang terpuji.
Namun, menasabkan anak angkat kepada orangtua angkatnya (menggunakan "bin" atau "binti") hukumnya haram, terlebih lagi jika berdampak pada hak waris dan status perwalian dalam pernikahan.



















