Lebih dari Picky Eaters, Kenali Sensory Food Aversion pada Bayi

Sensory food aversion (SFA) menyebabkan bayi enggan makan makanan dengan tekstur tertentu

25 Mei 2021

Lebih dari Picky Eaters, Kenali Sensory Food Aversion Bayi
Pexels/yankrukov

Si Pemilih makanan atau picky eaters adalah salah satu tantangan yang paling umum dihadapi orangtua. Kebiasaan memilih-milih makanan ini bahkan bisa terjadi pada bayi yang berusia kurang dari 12 bulan. Selama tahapan kehidupan ini, bayi mengalami banyak hal baru, mulai dari makanan, lingkungan, hingga orang-orang yang baru ditemuinya. Tekstur, rasa, bau, warna, dan bentuk makanan yang baru dikenalnya ini membuat bayi merasa asing sehingga menyebabkan perilaku pilih-pilih makanan. 

Tetapi, selain faktor di atas, sebagian anak mengalami reaksi sensorik yang kuat terhadap jenis makanan tertentu. Inilah yang disebut dengan sensory food aversion (SFA).

Berikut ini Popmama.com merangkum serba-serbi sensory food aversion (SFA) pada bayi, dilansir dari berbagai sumber:

Apa itu Sensory Food Aversion (SFA)?

Apa itu Sensory Food Aversion (SFA)
Freepik/senivpetro

Dilansir dari Nutrition for Kids, SFA menggambarkan sebuah reaksi sensorik yang berlebihan terhadap jenis makanan tertentu. Masalah ini dipicu oleh kualitas makanan tertentu, seperti rasa, tekstur, suhu, dan bau. 

SFA kebanyakan diderita oleh anak dengan gangguan pemrosesan sensorik yang didiagnosis atau gangguan spektrum autisme. Hal terkait tekstur dan konsistensi makanan merupakan masalah mendasar yang paling sering melatarbelakangi apakah anak mau mengonsumsi atau menolak makanan tertentu. 

Kesulitan Makan pada Bayi dengan SFA

Kesulitan Makan Bayi SFA
Pixabay/BenKerckx

Bayi mungkin dengan senang hati makan bubur saring yang sangat halus teksturnya. Tetapi ketika teksturnya mulai ditingkatkan menjadi sedikit lebih kasar atau kental, mereka mengalami kesulitan. Begitu pula kasusnya ketika beralih dari makanan yang biasa dikonsumsi dan disukainya berubah warna, merek, bahkan kemasan makanannya. 

Selama waktu makan, SFA dapat bermanifestasi menjadi penolakan untuk mencicipi atau menggigit makanan menjadi memuntahkan makanan sampai tersedak. Di lain waktu, bayi akan menolak suatu makanan hanya dengan melihatnya atau mencium aromanya. 

Editors' Pick

Tanda-Tanda Bayi Mengalami SFA

Tanda-Tanda Bayi Mengalami SFA
Pexels/JonathanBorba

Dilansir dari jurnal Sensory Food Aversion in Infants and Toddlers yang ditulis oleh Irene Chatoor dan dipublikasikan di Zero to Three, tanda-tanda bayi mengalami SFA sebetulnya dapat terdeteksi sejak usianya masih beberapa minggu.

Bayi yang mengalami SFA punya kecenderungan pola mengisap yang berbeda pada beberapa bulan pertama kehidupannya. Mereka mengisap lebih dari 100 isapan per sesi makan ketimbang bayi yang di kemudian hari ditemukan punya perilaku makan yang normal. Bahkan, 17 persen dari bayi yang pemilih makanan menolak untuk mengisap sama sekali saat belajar minum ASI. 

Sementara ketika menginjak waktu makan makanan padat, bayi yang mengalami SFA terlihat sangat sensitif terhadap tekstur makanan, menyemburkan makanan, meringis, tersedak, dan memuntahkan makanan bayi. Terutama ketika menginjak tekstur MPASI tahap ketiga yang merupakan kombinasi bubur dengan gumpalan makanan lain di dalamnya. 

Pada sebagian bayi mungkin mengalami keengganan terhadap tekstur makanan tertentu, tetapi kadang-kadang bisa mentolerirnya setelah diberikan berulang-ulang. Tetapi pada bayi dengan SFA, kondisi ini membuat mereka sangat tertekan dan menyebabkan perlawanan yang lebih keras dari sebelumnya. 

Penyebab SFA Masih Belum Diketahui secara Pasti

Penyebab SFA Masih Belum Diketahui secara Pasti
Pexels/Shohei Ohara

Hingga kini, masih belum banyak penelitian yang dapat menjelaskan mengapa SFA terjadi. Namun, para ahli menduga ini diakibatkan input sensorik yang berlebihan. Input sensorik yang tidak sewajarnya ini mengakibatkan bayi mengalami kesulitan dalam memproses berbagai aspek makanan yang bervariasi dari segi warna, bau, bentuk, tekstur, bahkan hingga kemasannya. 

Dampak dari SFA bagi Kesehatan Bayi

Dampak dari SFA bagi Kesehatan Bayi
Freepik/pch.vector

Salah satu masalah utama SFA dan perilaku pilih-pilih makanan adalah makanan bayi menjadi kurang bervariasi. Pada bayi dan anak dengan gangguan spektrum autisme, menu makanannya berkurang jika dibandingkan bayi dan anak yang tumbuh-kembangnya normal. Jika mereka juga mengidap SFA, maka asupan gizinya pun menjadi berkurang. 

Asupan kelompok makanan yang terbatas dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kekurangan gizi, seperti protein, zat besi, vitamin, dan seng. Hal ini tidak hanya mengganggu perkembangan bayi dan anak-anak, melainkan juga adanya kecenderungan untuk mengonsumsi karbohidrat olahan dan makanan olahan yang membuat mereka berisiko mengalami kenaikan berat badan yang tidak sehat. 

Dampak SFA bagi Emosional Keluarga

Dampak SFA bagi Emosional Keluarga
Freepik/Cookie Studio

SFA tak hanya berdampak bagi kesehatan fisik bayi dan anak. Masalah ini dapat menyebabkan stres pada orangtua dan anak, terutama saat waktu makan. Orangtua merasakan kekhawatiran SFA menghalangi anak memenuhi kebutuhan nutrisinya. Sementara preferensi makan yang terbatas ini juga menantang bagi orangtua saat menyajikan makanan untuk anak. Melayani kebutuhan anak penderita SFA dan anggota keluarga yang lain menjadi lebih sulit. 

Apa yang Harus Dilakukan jika Bayi Menderita SFA?

Apa Harus Dilakukan jika Bayi Menderita SFA
Freepik

Jika Mama mencurigai bayi mengalami SFA, ada baiknya berkonsultasi dengan dokter anak atau ahli gizi anak. Perilaku pilih-pilih makan dan reaksi berlebihan terhadap jenis kualitas makan tertentu dapat meluas ke ketidakmampuan untuk mentolerir suara keras, tekstur pada pakaian, menyikat gigi, mencuci rambut, dan lain-lain. 

Bersama-sama dengan dokter dan ahli gizi, Mama bisa mendapatkan perencanaan asupan gizi yang cukup sesuai dengan tahapan perkembangan bayi. Diperlukan pula rumusan strategi untuk memperluas pola makan bayi dari waktu ke waktu.

Penting untuk tidak menekan dan memaksa anak untuk makan makanan tertentu. Hindari keributan dan pertengkaran akibat hal ini yang justru dapat membuat anak semakin trauma makan. 

Semoga artikel ini dapat memberikan pengetahuan bagi Mama yang sedang menghadapi si Kecil yang sulit makan. 

Baca juga:

The Latest