Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

5 Cara Regulasi Emosi untuk Remaja agar Tidak Mudah Tersulut Emosi

anak pra-remaja
Freepik
Intinya sih...
  • Jangan buru-buru mengoreksi perasaan remaja, berikan validasi sederhana untuk membuat mereka merasa aman.
  • Ajak ngobrol secara konsisten tanpa menunggu masalah, sehingga remaja lebih terbuka saat emosinya tidak stabil.
  • Tunjukkan cara merespons emosi dengan sehat agar remaja belajar bahwa emosi itu wajar namun cara mengelolanya bisa dipilih.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Masa remaja adalah fase di mana emosi bergerak cepat seperti roller coaster yang naik, turun, melesat, dan kadang bikin bingung.

Orangtua sering merasa serba salah! Mau menenangkan amarah, tapi malah dianggap menggurui, mau memberi ruang, tapi takut disangka tidak peduli.

Padahal, kemampuan mengatur emosi tidak muncul tiba-tiba. Remaja perlu contoh, lingkungan yang aman, dan teknik sederhana untuk menamai apa yang mereka rasakan.

Berikut Popmama.com berikan 5 cara regulasi emosi untuk remaja agar tidak mudah tersulut emosi, simak ya Ma!

1. Jangan buru-buru mengoreksi perasaan remaja

anak pra-remaja tidak mau diberi tahu
Freepik/8photo

Ketika remaja bilang, “Aku kesel banget!” refleks orangtua sering: “Nggak usah lebay. Masa gitu aja marah?”

Masalahnya, kalimat seperti ini membuat perasaan mereka tidak valid. Akhirnya mereka memilih diam, bukan karena emosinya hilang, tapi karena merasa tidak aman untuk bercerita.

Coba ganti dengan validasi sederhana, seperti:

Anak: “Aku kesel banget! Temen aku nyebelin banget hari ini.”
Mama: “Oke, Mama denger kamu lagi kesel. Mau cerita? Mama siap denger.”

Dengan satu kalimat yang tenang, suasana hati anak langsung turun beberapa tingkat. Remaja hanya perlu tahu bahwa emosinya boleh ada.

2. Ajak ngobrol, bukan ceramahi

anak remaja merenung
Freepik

Remaja jauh lebih terbuka pada orang dewasa yang mengobrol setiap hari, bukan hanya muncul ketika terjadi masalah.

Obrolan ringan seperbahas film, makanan favorit, atau hal kocak di sekolah dapat jadi “jembatan”. Bukan soal kedalaman topik, tapi konsistensi hubungan.

Misalnya, tanpa menunggu drama, Mama nyeletuk di dapur:
“Eh, lagu yang kamu puter kemarin enak banget. Ada playlist-nya nggak? Mama pengen denger.”

Satu momen kecil ini bikin anak merasa dipahami. Ketika nanti emosinya lagi nggak stabil, ia lebih gampang terbuka karena sudah terbiasa terkoneksi.

3. Tunjukkan cara kita merespons emosi dengan sehat

ibu dan anak sedang menenangkan diri
Freepik

Remaja itu peniru yang ulung. Bukan karena tidak punya pendirian, tapi karena mereka belajar dari lingkungan terdekat.

Kalau orangtua marah langsung teriak, remaja akan melihat itu sebagai “cara normal memproses emosi”. Jika orangtua terlalu menekan emosi, mereka meniru itu juga.

Coba tunjukkan model yang lebih sehat.

Contoh kalimat yang bisa ditiru anak:

  • “Mama lagi pusing. Mama mau tarik napas sebentar ya biar tenang.”
  • “Tadi Mama hampir emosi, tapi Mama coba pause dulu.”

Perilaku kecil seperti ini memberi pesan bahwa emosi itu wajar, tapi cara mengelolanya bisa dipilih.

4. Terima prosesnya, jangan membandingkan

ibu dan anak sedang bertengkar
Freepik/peoplecreations

Setiap remaja punya “kecepatan belajar emosi” yang berbeda. Ada yang cepat tenang, ada yang perlu waktu lebih lama, ada yang ekspresif, ada yang pendiam, dan itu semua normal.

Buat mereka selalu merasa aman dengan membangun intensi di rumah menjadi tempat mereka tidak perlu pura-pura.

Hindari kalimat seperti:

  • “Kok kamu nggak kayak adikmu? Dia lebih sabar.”
  • “Temen kamu aja bisa, masa kamu nggak?”

Kalimat ini tidak membuat anak berubah lebih baik—justru membuat mereka merasa gagal.

Ganti dengan dukungan:

  • “Nggak apa-apa butuh waktu. Mama di sini buat nemenin proses kamu.”

Ketika perasaannya diterima, anak belajar menerima dirinya sendiri.

5. Kenalkan teknik sederhana untuk mengatur emosi

ibu dan anak sedang mengatur napas
Freepik/user18526052

Remaja sering meledak bukan karena ingin dramatis, tapi karena belum tahu cara menurunkan intensitas emosinya.

Bantu mereka dengan teknik regulasi emosi yang simpel dan masuk akal, seperti:

  • Menarik napas pelan 4–5 kali
  • Menulis jurnal singkat sebelum tidur
  • Olahraga ringan 10 menit
  • Mendengarkan musik yang menenangkan
  • Istirahat dari ponsel saat merasa kewalahan

Contoh percakapan:

Mama: “Nak, kamu pernah ngerasa dada sesak pas lagi kesel banget?”
Anak: “Pernah sih.”
Mama: “Mama biasanya tarik napas pelan-pelan. Nggak langsung ilang sih, tapi lumayan ngebantu.”

Teknik kecil seperti ini membantu remaja punya alat untuk menghadapi emosinya.

Emosi remaja memang belum sepenuhnya stabil, dan itu adalah hal yang normal. Mereka tidak membutuhkan orangtua yang selalu benar, tapi orangtua yang hadir, hangat, konsisten, dan jadi contoh bagaimana mengelola emosi dengan sehat.

Dengan mengajarkan 5 cara regulasi emosi untuk remaja agar tidak mudah tersulut emosi sejak dini, mereka akan tumbuh sebagai pribadi yang kuat, tanpa kehilangan kemampuan mengenali diri sendiri.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Playtopia Adventure, Playground Terbesar di Pulau Jawa!

13 Des 2025, 08:30 WIBBig Kid