“Pubertas adalah masa perubahan biologis dan sosial yang kompleks, terutama bagi remaja autisme yang sudah lebih rentan terhadap stres dan perubahan,” ungkap Blythe A. Corbett, Ph.D., dalam webinar Understanding and Supporting Puberty in Autistic Girls and Boys.
Perubahan Pubertas pada Remaja Autisme dan Tantangannya Menurut Ahli

- Tantangan Pemrosesan Sensorik. Remaja autisme merasakan perubahan tubuh secara berbeda. Sistem sensorik yang berbeda membuat mereka rentan bingung atau stres.
- Kesulitan Mengungkapkan Perasaan. Remaja autisme kesulitan menjelaskan perasaan mereka.
- Bersabar dan memberi kesempatan anak berbicara dengan cara yang nyaman bagi mereka sangat penting
Ketika remaja dengan autisme mulai memasuki masa pubertas, banyak perubahan terjadi di tubuh dan emosinya. Mereka menyadari ada yang berbeda, tapi cara merasakan dan memahami perubahan itu seringkali berbeda dari remaja lain. Sensasi yang muncul bisa terasa sangat kuat, atau malah hampir tidak terasa sama sekali.
Perubahan hormon, suasana hati, dan interaksi sosial bisa membuat remaja autisme bingung atau kesulitan mengekspresikan perasaannya. Dengan pemahaman yang tepat dan dukungan orangtua, mereka bisa melewati fase ini dengan lebih nyaman dan percaya diri.
Berikut Popmama.com bagikan cara memahami perubahan pubertas pada remaja autisme dan tantangannya menurut ahli. Disimak, yuk!
Tantangan Pemrosesan Sensorik

Remaja autisme menyadari tubuh mereka berubah saat pubertas, tapi cara mereka merasakannya berbeda dari remaja lain. Beberapa sensasi terasa sangat kuat, sementara yang lain hampir tidak terasa sama sekali. Bukan berarti mereka tidak sadar, melainkan sistem sensorik mereka bekerja berbeda.
Blythe A. Corbett, Ph.D., peneliti yang mempelajari pubertas pada remaja autisme, menjelaskan dalam webinar Understanding and Supporting Puberty in Autistic Girls and Boys bahwa perbedaan ini wajar dan termasuk karakteristik spektrum autisme. Sistem sensorik yang berbeda membuat remaja autisme lebih rentan bingung atau stres saat tubuh mereka mengalami perubahan.
Orangtua dan pendamping sebaiknya memahami bahwa meski remaja autisme menyadari perubahan tubuhnya, cara mereka merasakannya berbeda. Dukungan sensori dan pemahaman ekstra bisa membantu mereka melewati masa pubertas dengan lebih nyaman.
Kesulitan Mengungkapkan Perasaan

Selain tantangan sensorik, remaja autisme juga sering kesulitan menjelaskan apa yang mereka rasakan. Meski mereka sadar ada perubahan di tubuhnya, perbedaan cara komunikasi dan interaksi sosial membuat mereka sulit mengekspresikan kebingungan atau ketidaknyamanan.
Blythe A. Corbett, Ph.D., menjelaskan dalam webinar Understanding and Supporting Puberty in Autistic Girls and Boys bahwa perbedaan ini wajar dan merupakan karakteristik spektrum autisme. Anak-anak ini tidak menolak atau tidak peka terhadap perubahan, tetapi mereka membutuhkan cara komunikasi yang lebih jelas dan konkret untuk bisa mengungkapkan perasaannya.
Orangtua sebaiknya bersabar dan memberi kesempatan anak berbicara dengan cara yang nyaman bagi mereka, misalnya melalui gambar, buku, atau kalimat yang literal. Dengan begitu, remaja autisme bisa lebih mudah memahami dan menyampaikan perasaannya selama masa pubertas.
Perlu Edukasi Pubertas yang Tepat

Banyak remaja autisme belum mendapat penjelasan yang jelas dan konkret tentang perubahan tubuh selama pubertas. Hal ini membuat mereka bingung, meski sebenarnya mereka menyadari ada yang berubah.
Blythe A. Corbett, Ph.D., dalam webinar Understanding and Supporting Puberty in Autistic Girls and Boys menekankan pentingnya memberikan edukasi pubertas secara bertahap dan menggunakan pendekatan yang mudah dipahami. Alat bantu visual seperti gambar, buku, atau diagram bisa membantu anak mengerti proses pubertas dengan lebih jelas.
Selain itu, penggunaan bahasa yang literal dan singkat memudahkan remaja autisme memahami perubahan fisik dan emosional yang mereka alami. Dengan edukasi yang tepat, anak dapat lebih percaya diri dan nyaman menghadapi masa pubertasnya.
Perubahan Hormon dan Dampaknya

Selain perubahan fisik, pubertas juga membawa perubahan hormon yang signifikan pada remaja autisme. Corbett, Ph.D., menjelaskan bahwa hormon seperti testosteron dan kortisol bisa memengaruhi emosi, energi, dan tidur anak.
Penelitian menunjukkan anak autisme memiliki variasi kadar hormon yang berbeda dibanding remaja non-autisme. Misalnya, kadar kortisol sore hari bisa tetap tinggi, sehingga anak mungkin merasa lebih lelah atau sulit tidur. Sementara itu, kadar testosteron pada beberapa anak bisa meningkat lebih cepat, yang dapat memengaruhi perilaku dan sensitivitas emosi.
Memahami perubahan hormon ini penting bagi orangtua dan pendamping. Dengan pengetahuan tersebut, orangtua bisa lebih sabar dan menyesuaikan rutinitas harian anak, misalnya memberi waktu istirahat cukup dan mendukung pengelolaan emosi mereka.
Kesehatan Mental dan Identitas Diri

Pubertas bukan hanya soal perubahan fisik, tapi juga emosional dan sosial. Remaja autisme rentan mengalami stres, kecemasan, dan depresi lebih awal dibanding remaja non-autisme. Blythe A. Corbett, Ph.D. menekankan pentingnya memantau kesehatan mental sejak dini.
Beberapa penelitian menunjukkan gejala depresi bisa muncul sejak usia sepuluh tahun, terutama pada remaja autisme perempuan. Orangtua dan pendamping disarankan untuk memperhatikan perubahan mood, memberikan validasi emosi, dan membuka ruang bagi anak untuk berbicara tentang perasaannya.
Selain itu, pubertas juga menjadi waktu anak mengeksplorasi identitas diri, termasuk gender. Riset Corbett menunjukkan remaja autisme memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami pengalaman keberagaman gender dibanding remaja non-autisme. Pendampingan yang tepat, komunikasi terbuka, dan pemahaman terhadap identitas diri anak menjadi sangat penting selama masa ini.
Dengan memahami perubahan pubertas pada remaja autisme dan tantangannya menurut ahli, orangtua dan pendamping bisa memberikan dukungan yang tepat. Pemahaman, komunikasi yang jelas, serta perhatian terhadap perubahan fisik dan emosional anak membantu mereka melewati masa pubertas dengan lebih nyaman dan percaya diri.


















