Polisi di Bone Ditetapkan Jadi Tersangka, Cabuli Anak 15 Tahun

Di Bone, Sulawesi Selatan, oknum polisi berinisial Bripda MNF dilaporkan melakukan tindakan asusila berupa pencabulan anak di bawah umur. Korban baru berumur 15 tahun. Sekarang, Bripda MNF sedang diamankan di bawah Propam Polres Bone untuk diperiksa lebih lanjut.
Kasi Humas Polres Bone, Iptu Rayendra Muchtar mengonfirmasi hal itu pada (24/4/25),
“Iya benar, tersangka mengancam korban akan menyebarkan rekaman korban tidak mengenakan pakaian jika korban menolak,”
Ia melanjutkan, kasus ini terungkat ketika pada 14 Januari lalu korban melaporkan Bripda MNF ke Propam Polres Bone.
Dalam artikel ini, Popmama.com merangkum seputar kasus polisi di Bone jadi tersangka cabuli anak di bawah umur. Simak perkembangan kasusnya, Ma!
Ancam sebarkan video bugil

"Tersangka mengancam korban akan menyebarkan rekaman video call saat korban tidak mengenakan pakaian jika korban menolak keinginan pelaku," kata Kasi Humas Polres Bone, Iptu Rayendra Muchtar dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/4).
Pelaku sebenarnya dapat digugat melalui UU TPKS terkhusus pada Pasal 14 ayat 1 huruf b dan ayat 2 huruf a. Peraturan ini memungkinkan pelaku penyebaran konten intim nonconsensual mendapat hukuman penjara sampai enam tahun dan denda Rp300 juta.
Anak adalah korban child grooming

Rayendra mengatakan kasus tersebut terungkap ketika korban melaporkan Bripda MNF ke Propam Polres Bone terkait dugaan kekerasan pada 14 Januari lalu. Setelah pelaporan itu, diketahui bahwa pelaku dan korban memiliki hubungan asmara sebagai kekasih.
"Dia anggota polsek. Pokoknya anggota polsek, itu oknum baru mau jalan 3 tahun dinas, bintara baru," beber Rayendra.
Umur korban adalah 15 tahun sedangkan Bripda MNF 23 tahun. Perlu Mama tahu bahwa case ini sudah termasuk child grooming, karena tidak seharusnya orang dewasa berhubungan dengan anak yang masih berada dalam pengawasan orang tuanya.
Hubungan seperti itu menekan risiko tindakan manipulatif yang dilakukan orang dewasa terhadap anak. Dalam relasi kuasa, ketidakseimbangan posisi antara individu yang lebih tua dan lebih muda dapat menciptakan situasi di mana anak merasa terpaksa atau sulit menolak interaksi tersebut.
Diawali oleh rasa cemburu

Dari hubungan itu, keduanya sempat ada cekcok yang berawal dari niat pelaku ingin memeriksa ponsel korban. Korban tidak memperbolehkan dan pelaku menjadi cemburu karenanya.
"Penganiayaan dilakukan oleh pelaku ini akibat rasa cemburu saat ingin memeriksa handphone korban. Karena tidak diperbolehkan oleh korban, pelaku melakukan penganiayaan di sebuah penginapan," ungkap Rayendra.
Di penginapan itu, pelaku merampas dan melempar ponsel yang dimiliki korban. Tidak hanya itu, ia melakukan tindak kekerasan fisik berupa menampar dan meludahi wajah korban. Setelah itu, ia menekan leher korban menggunakan siku dan memarahinya dengan kata-kata kasar.
"Akibat perbuatan tersebut, korban mengalami luka lebam pada dagu sebelah kiri, luka lebam pada pergelangan tangan kanan, serta rasa sakit di seluruh tubuh," susul Rayendra.
Memaksa berhubungan badan dua kali

Belakangan diketahui, bahwasanya pelaku tidak saja menganiaya korban, namun juga memintanya melakukan hubungan badan. Tersangka diduga memaksa korban yang berusia di bawah umur itu untuk melakukan persetubuhan sebanyak dua kali.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bone, Alvin Aji Kurniawa menjelaskan,
"Mereka cekcok, kemudian oknum ini menampar korban lalu menindih leher korban. Setelah diperiksa lebih lanjut, ternyata korban dan pelaku pernah berhubungan badan," jelas Alvin.
Jika tidak menuruti perkataannya, Bripda MNF mengancam akan menyebarkan video korban yang tidak menggunakan pakaian ke media sosial.
Mengenal apa itu KBGO

UN Women mendefinisikan KBGO sebagai kekerasan dan eksploitasi yang dilakukan, dibantu, diperburuk dan diperkuat dengan piranti teknologi informasi komunikasi atau bentuk interface digital lainnya seperti ponsel, komputer tablet, komputer, piranti suara, kamera, GPS, perangkat pelacak atau situs dan media sosial yang merugikan dan membahayakan secara fisik, seksual, sikologis/emosial, sosial, politik, ekonomi dan atau bentuk pelanggaran lain terhadap hak dan kebebasan khususnya bagi perempuan, kelompok rentan dan gender yang lain.
Dari definisi tersebut, kita bisa menyimpulkan bahwa KBGO mencakup tindakan manipulatif dan eksploitasi yang menggunakan teknologi digital untuk merugikan korban, termasuk anak-anak.
Apa yang dilakukan Bripda MNF pada korban tidak hanya penganiayaan fisik, namun juga KBGO sebab ia mengancam menyebarkan video korban secara nonconsensual di media sosial.
Inilah mengapa penting untuk memahami KBGO bukan hanya sebagai masalah teknologi saja, tapi sebagai bentuk kekerasan serius yang harus dicegah sejak dini.
Terlebih lagi, dengan populasi pengguna media sosial terbesar keempat di dunia, Indonesia memiliki risiko yang sangat besar.
Tingginya kasus KBGO di Indonesia dengan korban anak

Sepanjang tahun 2024, SAFENet mencatat 1.902 kasus KBGO dengan 1.756 aduan berasal langsung dari korban dan 146 aduan dari pelapor lain seperti keluarga, pasangan, dan teman korban.
Dari data itu pula, anak-anak menempati persentase terbesar kedua setelah kategori usia 18–25 tahun. Diketahui kasus KBGO yang korbannya adalah anak-anak mencakup sekitar 26% dari total kasus.
Melihat kenyataan yang sudah terjadi ini, tentu Mama tidak ingin angkanya semakin meningkat. Mari kita bersama-sama menjaga dan ajarkan mereka untuk lebih bijak dalam bermedia sosial, yuk, Ma.
Pentingnya mengenalkan sex education pada anak

Banyak anak tidak menceritakan kekerasan yang mereka alami karena takut akan konsekuensinya, tidak tahu kepada siapa harus bercerita, atau bahkan tidak memahami bahwa apa yang mereka alami adalah bentuk pelecehan.
Pengetahuan yang menurut mereka ‘baru’ seperti pengenalan masa pubertas, apa itu consent, apa itu pelecehan, dan child grooming sering kali diberitahu dengan sangat terlambat. Pada banyak kasus, orangtua justru kadang menormalisasi child grooming itu.
Padahal, semakin dini anak diberi pemahaman tentang tubuhnya dan hak yang mereka punya atas tubuh mereka sendiri, semakin besar kemungkinan mereka untuk mengenali dan melindungi diri dari situasi yang tidak aman. Meski bagaimanapun, pelaku tetaplah penjahat dan korban adalah korbannya.
Dengan mengenalkan sex education sejak dini, anak-anak akan belajar tentang seberapa jauh batasan sentuhan tubuh.
Mereka menjadi tahu bahwa mereka berhak berkata ‘tidak’ jika ada orang yang menyentuh bagian tubuh pribadi mereka.
Seiring bertambahnya usia, mereka pun akan lebih terbuka untuk berbagi cerita dan pengalaman apa yang mereka lewati, sehingga orangtua bisa selalu mengawasinya.
Ma, itu dia sekilas berita mengenai polisi di Bone jadi tersangka cabuli anak di bawah umur. Mari doakan korban segera dapat keadilan dan ayo bersama-sama jaga anak kita, yuk, Ma!