- “Kamu mau memakai kaos biru atau kuning?”
- “Setelah belajar, kamu mau menggambar atau membantu Ibu memasak?”
- "Menurutmu Mama naik mobil atau motor ya?"
7 Tips Jitu agar Anak Tidak Asal Ikut-ikutan

- Libatkan anak berpendapat dalam kehidupan sehari-hari untuk membangun keberanian menyampaikan pendapat.
- Diskusikan dengan anak alasan dibalik suatu aturan agar mereka memahami logika internal dalam mengambil keputusan.
- Berikan tantangan ringan kepada anak untuk menyelesaikannya sendiri dan belajar problem solving.
Anak yang mudah ikut-ikutan bukan berarti lemah atau tidak mandiri. Sering kali, mereka hanya belum memiliki kemampuan berpikir logis, keberanian menyampaikan pendapat, atau pemahaman bahwa mereka berhak berkata “tidak”.
Kemampuan itu tidak muncul begitu saja. Ia tumbuh melalui pembiasaan, percakapan sehari-hari, dan contoh yang anak lihat dari orangtuanya di rumah.
Membangun pola pikir mandiri pada anak adalah proses dan proses itu dimulai dari hal sederhana yang dilakukan setiap hari.
Simak 7 tips jitu agar anak tidak asal ikut-ikutan yang akan Popmama.com berikan selengkapnya!
1. Libatkan anak berpendapat

Anak belajar berpikir ketika diberi kesempatan memilih. Maka, dalam kehidupan sehari-hari libatkan anak dalam pilihan yang sedang orangtua hadapi.
Contohnya:
Pilihan sederhana membantu anak memahami bahwa pendapat mereka penting.
Setiap kali mereka memilih, otak mereka belajar:
- mempertimbangkan beberapa opsi,
- mengambil keputusan,
- menerima konsekuensi dari keputusan tersebut.
Di masa depan, anak yang terbiasa memilih akan lebih berani berkata “Aku lebih suka ini,” bukan “Terserah teman-teman saja.”
2. Diskusikan dengan anak, alasan dibalik suatu aturan

Banyak orangtua memberi instruksi dengan pola, “Jangan, Mama bilang jangan!.”
Masalahnya, ketika anak tidak tahu alasannya, mereka hanya taat pada sosok otoritas, bukan memahami logikanya.
Cobalah mengganti dengan penjelasan sederhana, seperti “Kalau kamu tidak pakai helm, kepala kamu tidak terlindungi kalau jatuh.”
Ketika anak paham sebab-akibat, mereka membangun logika internal untuk mengambil keputusan kelak.
3. Berikan tantangan ringan untuk ia selesaikan sendiri

Anak tidak akan tumbuh percaya diri jika semua hal selalu dilakukan orang dewasa. Maka, apabila anak sedang menghadapi kesulitan, biarkan anak menyelesaikannya sendiri tanpa interupsi.
Contoh tantangan kecil:
- memperbaiki mainan yang lepas komponennya,
- menyiapkan perlengkapan sekolah sendiri,
- menyusun jadwal antara belajar dan bermain.
Saat anak menghadapi masalah kecil, ia belajar problem solving:
- mencoba,
- bereksperimen,
- menemukan solusi.
Anak yang punya pengalaman menyelesaikan masalah kecil di rumah, akan lebih percaya diri menghadapi tekanan sosial di luar.
4. Kenali konsep konsekuensi, bukan hukuman

Hukuman mengajarkan anak takut. Sedangkan itu, konsekuensi mengajarkan anak bertanggung jawab.
Contoh:
“Kalau kamu tidak merapikan mainan, Mama hukum kamu!” Pernyataan ini adalah hal yang salah, karena anak tidak bernalar mengapa dihukum akibat tidak merapikan mainan. Anak hanya akan takut
“Kalau mainan tidak dibereskan, kamu tidak bisa bermain besok karena mainannya berantakan.”
Anak kemudian memahami bahwa setiap tindakan memiliki akibat dan itu membentuk pola pikir mandiri.
5. Biasakan berdiskusi, Bukan membentak

Ketika anak berbuat salah, respons orangtua menentukan bagaimana anak belajar mengelola kesalahan.
Daripada, “Kenapa kamu begini terus?!”
Coba:
“Menurut kamu, bagian mana yang bisa diperbaiki?”
Pendekatan ini membantu anak:
- berlatih refleksi diri,
- mengembangkan empati,
- belajar bertanggung jawab tanpa merasa inferior.
Mereka belajar memperbaiki, bukan takut salah.
6. Latih keberanian berpendapat di Lingkungan sosial

Kepercayaan diri tidak dibangun hanya dari teori — anak perlu latihan.
Beberapa latihan yang bisa dicoba:
- meminta anak memesan makanan sendiri di restoran,
- mendorong anak bertanya kepada guru ketika tidak memahami pelajaran,
- saat berkumpul keluarga, minta anak menyampaikan pendapat tentang hal ringan.
Semakin sering anak berlatih, semakin kuat keberaniannya.
7. Jadilan teladan dalam bersikap tegas dan rasional

Anak tidak hanya mendengar, mereka meniru.
Ketika orangtua mengambil keputusan dengan tenang dan tidak reaktif, anak belajar melakukan hal yang sama:
- bagaimana cara menyampaikan pendapat tanpa marah,
- bagaimana menolak permintaan dengan sopan,
- bagaimana bersikap tetap pada pendirian dengan penuh hormat.
Orangtua adalah cermin pertama yang mereka lihat setiap hari.
Karena keberanian berkata “tidak” pada orang lain dimulai dari keberanian berkata “ya” pada dirinya sendiri. Itulah 7 tips jitu agar anak tidak asal ikut-ikutan.



















