19.800 Anak di Subang Putus Sekolah Karena Pernikahan Dini dan Ekonomi

- Faktor ekonomi menjadi hambatan utama
- Pernikahan dini memperparah kondisi
- Upaya pemerintah setempat untuk menekan jumlah anak putus sekolah
Dinas Pendidikan Kabupaten Subang mencatat ada sekitar 19.800 anak yang putus sekolah di wilayahnya. Angka ini menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan, terutama karena sebagian besar kasus disebabkan oleh faktor ekonomi dan pernikahan dini.
Menurut Kepala Dinas Pendidikan Subang, banyak keluarga di daerah tersebut yang masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar pendidikan anak mulai dari membeli seragam, buku, hingga biaya transportasi ke sekolah. Namun, apakah ada faktor lain yang membuat anak berhenti sekolah meningkat masif?
Berikut Popmama.com bagikan selengkapnya!
1. Faktor ekonomi masih jadi hambatan utama

Pelajar yang diketahui putus sekolah umumnya berhenti pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Nunung Suryani, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Subang mencatat sebagian besar 19.800 anak yang putus sekolah diakibatkan oleh ekonomi yang lemah.
Beliau mengatakan, “Mereka ada yang ikut orangtua membantu pekerjaannya maupun bekerja secara pribadi dan ada juga yang kecelakaan (hamil di luar nikah) sehingga tidak melanjutkan ke tingkat SMA.”
Lebih lanjut, beliau menjelaskan bahwa anak-anak yang terpaksa tidak melanjutkan sekolahnya karena membantu mata pencaharian orangtua. Mereka banyak berasal dari keluarga petani dan pedagang kecil yang kesulitan membiayai pendidikan anak-anaknya.
2. Pernikahan dini memperparah kondisi

Selain persoalan ekonomi, pernikahan dini juga menjadi salah satu alasan anak-anak perempuan berhenti sekolah. Kondisi ini memperlihatkan masih kuatnya tekanan sosial dan budaya di beberapa wilayah yang menganggap pendidikan perempuan bukan prioritas utama.
Siswa yang terlanjur hamil di luar nikah umumnya akan dinikahkan langsung oleh orangtua kedua belah pihak, sehingga, anak-anak yang melangsungkan pernikahan harus putus sekolah.
Fakta ini diperkuat oleh pernyataan di Pengadilan Agama Subang yang mencatat sebanyak 63 pemohon dispensasi nikah pada tahun 2024 untuk melangsungkan pernikahan dini. Namun, untuk memastikan hal tersebut, Nunung akan melakukan pengecekan ulang data anak putus sekolah yang dikeluarkan Kementerian Pendidikan tahun ini.
”Kami berkoordinasi dengan pihak terkait, terutama pihak desa dan kecamatan dan kami juga ingin menanyakan yang 19.800 data dari Kementerian Pendidikan ini dilakukan rechecking ke lapangan,” jelasnya.
3. Upaya yang dilakukan pemerintah setempat

Untuk menekan jumlah anak yang putus sekolah, Pemerintah Kabupaten Subang menginisiasi beberapa program strategis, di antaranya bantuan seragam sekolah yang dijadwalkan terealisasi setelah APBD Perubahan 2025 disahkan.
Ia menegaskan, pengadaan seragam untuk sekitar 60.000 anak kini sedang diproses. Bantuan ini akan diberikan kepada murid baru kelas I SD dan SMP, sesuai rencana awal program.
Selain itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Subang juga berupaya mengajak anak-anak yang telah putus sekolah agar mau melanjutkan pendidikannya, baik melalui jalur formal maupun nonformal. Untuk jalur nonformal, anak-anak dapat belajar di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga pendidikan alternatif yang memberikan kesempatan belajar setara sekolah formal, namun dengan waktu belajar yang lebih fleksibel dan tanpa kewajiban mengenakan seragam.
Dari sisi orangtua, program bantuan seragam sekolah gratis disambut dengan antusias. Banyak yang menilai langkah ini dapat mengurangi beban biaya pendidikan, terutama bagi keluarga dengan kondisi ekonomi terbatas.



















