Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Semua Berhak Bersekolah: 4 Faktor yang Membuat Pendidikan Tidak Merata

Kegiatan peresmian
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh setiap tanggal 2 Mei menjadi momen refleksi bagi kita semua: sejauh mana sebenarnya kemajuan pendidikan di Indonesia?

Meski pemerintah telah memberlakukan program wajib belajar selama 13 tahun, kenyataannya masih banyak anak-anak yang belum menikmati hak dasarnya untuk memperoleh pendidikan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, dalam lima tahun terakhir, angka anak tidak bersekolah untuk kelompok usia 7–12 tahun cenderung stagnan di kisaran 0,6%.

Bahkan, pada tahun 2023 dan 2024, persentasenya tetap berada di angka 0,67% — sebuah angka yang menunjukkan bahwa masalah ini belum juga terselesaikan.

Pernahkah Mama bertanya-tanya, apa saja sebenarnya penyebab di balik masih tidak meratanya akses pendidikan di Indonesia, selain sekadar soal kebijakan pemerintah?

Melalui artikel ini, Popmama.com akan membahas 4 faktor penyebab ketimpangan pendidikan di Indonesia. Yuk, kita simak bersama, Ma!

1. Akses geografis yang sulit

Sekolah di tengah laut
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Wilayah Indonesia yang luas dan terdiri dari ribuan pulau menyebabkan tidak semua daerah memiliki akses yang mudah ke fasilitas pendidikan. 

Di daerah-daerah terpencil, perjalanan menuju sekolah bisa memakan waktu berjam-jam, bahkan harus melewati sungai atau hutan. 

Kendala geografis ini membuat sebagian anak memilih untuk tidak bersekolah sama sekali.

2. Kesenjangan ekonomi

Komisariat Kecamatan IPI Pinang Ranti
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Banyak keluarga dengan kondisi ekonomi lemah tidak mampu membiayai kebutuhan sekolah anak, meskipun sekolah itu sendiri tidak memungut biaya. 

Biaya lain seperti seragam, buku, transportasi, dan uang saku tetap menjadi beban tersendiri. 

Akibatnya, banyak anak terpaksa berhenti sekolah untuk membantu orangtua bekerja dan mencari nafkah.

3. Budaya dan persepsi masyarakat

Anak sedang seru memperhatikan acara
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Di beberapa komunitas, pendidikan belum dianggap sebagai kebutuhan utama. Ada persepsi bahwa bekerja lebih penting daripada sekolah, terutama jika anak dapat membantu perekonomian keluarga. 

Meskipun tidak dapat dibenarkan, ini adalah realita yang terjadi. Perlu pendekatan sistemik dan edukatif untuk mengubah pola pikir ini. Bagaimana meyakinkan orangtua bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang yang lebih penting daripada hasil instan dari bekerja?

4. Kurangnya tenaga pengajar dan ketimpangan anggaran pendidikan

Sabrina Anggraini sedang mendongeng
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Distribusi guru dan anggaran pendidikan yang tidak merata juga menjadi penyebab utama ketimpangan kualitas pendidikan. 

Di wilayah-wilayah rural, jumlah guru yang berkualitas sangat terbatas, dan insentif yang diberikan seringkali tidak cukup untuk menutupi biaya dan jarak yang harus mereka tempuh. 

Akibatnya, siswa di daerah-daerah ini menerima pendidikan yang jauh dari kata ideal.

Tidak hanya mengenai tenaga pengajar saja, tetapi juga buku-buku, materi, dan fasilitas yang disediakan. Banyak wilayah di Indonesia yang hanya bisa ditempuh menggunakan perahu kecil, dan proses pendistribusian buku-buku fisik ini bukan hal yang mudah, pun tidak murah. Selain dari pemerintah, butuh kolaborasi dari banyak instansi yang bahu-membahu membantu mewujudkan ini terjadi.

Salah satu inisiatif yang patut diapresiasi adalah penyediaan fasilitas belajar. Pada Rabu (21/5/2025) lalu, Tentang Anak melakukan kegiatan CSR dengan meresmikan Pojok Pintar Kampung Pinang Ranti, bertempat di Kampung Pemulung Pinang Ranti, Jakarta Timur.

Fasilitas ini tidak hanya menyediakan sudut perpustakaan dengan buku-buku anak yang sudah dikurasi secara khusus, tetapi juga menyediakan ruang yang kondusif untuk mereka belajar bersama. 

Pojok pintar
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Dalam peresmiannya, hadir juga Plt. Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Eko Novi Ariyanti, dr. Mesty Ariotedjo, Sp.A, MPH sebagai founder Tentang Anak, Bendi sebagai Komisaris Ikatan Pemulung Indonesia Pinang Ranti, dan bintang tamu Sabrina Anggraini. 

(kiri ke kanan) dr. Mesty dan Sabrina Anggraini
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Acara peresmian diisi dengan berbagai kegiatan bersama anak-anak Kampung Pemulung, seperti mendongeng, mewarnai, dan membaca buku. Sabrina Anggraini membacakan dongeng "Tugas Baru Si Kurcaci Biru" yang mengajarkan nilai-nilai moral penting seperti kerja sama.

“Ternyata kalau kita ingin pintar, kita harus membiasakan baca buku dari kecil. Baca buku setiap hari. Kami ingin semua anak Indonesia bisa tumbuh optimal. Tentang Anak berusaha mewujudkan secara nyata agar anak-anak di Indonesia memiliki akses bacaan, fasilitas yang berpengaruh pada tumbuh kembang mereka,” jelas dr. Mesty.

Aluna, maskot Tentang Anak
Popmama.com/Imtiyaz Putri

Senada dengan itu, Eko Novi Ariyanti juga menyampaikan bahwa dongeng memuat banyak pelajaran berharga:

“Didongengin itu ada nilai-nilai yang bisa dipelajari. Dalam rangka kalau ada buku itu harus dibaca dan jangan main-main. Semua anak perlu membaca buku,” ujar Eko.

Nah, Ma, itu dia 4 faktor penyebab ketimpangan pendidikan di Indonesia dan sekilas informasi kegiatan Tentang Anak kemarin. 

Dari sini, kita belajar bahwa hari Pendidikan Nasional seharusnya menjadi momentum untuk menegaskan bahwa pendidikan adalah hak dasar bagi setiap anak. 

Upaya untuk mewujudkan akses pendidikan yang merata tidak bisa dilakukan sendirian. Perlu kerja bersama, dukungan nyata, dan keberpihakan terhadap anak-anak yang selama ini terpinggirkan.

Karena pendidikan bukan sekadar soal hadir di kelas, tetapi tentang bagaimana setiap anak, di mana pun mereka tinggal, memiliki peluang yang sama untuk tumbuh dan belajar dengan layak.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us