15 Fakta Anak Kedua yang Jarang Disadari, Tak Cuma Mandiri

Jangan dimarahi dulu ya Ma, anak kedua berperilaku beda karena ingin mendapatkan perhatian kok!

13 Januari 2024

15 Fakta Anak Kedua Jarang Disadari, Tak Cuma Mandiri
Pexels/Janko Ferlic

Pada awal hingga pertengahan 1900-an, dokter Alfred Adler, seorang dokter medis Austria, psikoterapis, dan pendiri sekolah psikologi individu, mengatakan bahwa urutan kelahiran anak dapat berdampak pada kepribadiannya.

Selama beberapa dekade, para peneliti telah bekerja untuk membuktikan dan menyangkal realitas karakteristik urutan kelahiran. Namun uniknya, mereka telah menemukan banyak fakta menyenangkan tentang urutan kelahiran dan dampaknya terhadap cara anak bertindak.

Misalnya seperti anak kedua, yang dikenal lebih aktif, kreatif, dan menarik. Fakta anak kedua lainnya adalah ia dapat menangani tekanan dengan baik dan mudah berbagi sesuatu.

Tak hanya itu saja, berikut ini Popmama.com telah merangkum fakta anak kedua yang kepribadiannya berbeda dan perlu Mama ketahui. 

Jika anak kedua terlihat berbeda, jangan buru-buru dihakimi, ya. Anak kedua sama seperti anak sulung ataupun anak bungsu. Ia memiliki karakter yang unik.

1. Mudah bergaul dengan hampir setiap orang

1. Mudah bergaul hampir setiap orang
Freepik/Pressfoto

Dilansir Businness Insider, seperti yang dijelaskan oleh psikolog Catherine Salmon, fakta anak kedua adalah ia mudah bergaul. Bahkan, ia bisa berteman baik dengan hampir semua orang lho.

Salmon mencatat, remaja yang menjadi anak kedua juga melakukan apa saja demi teman-temannya. Sisi negatifnya, kecenderungan ini sebenarnya bisa membuat anak kedua terlalu kooperatif. Dampak buruknya, anak kedua mau melakukan hal-hal yang melanggar aturan demi orang lain.

2. Membenci konflik dan pertengkaran

2. Membenci konflik pertengkaran
Freepik/Karlyukav

Sering kali anak kedua terlihat bertengkar dengan anak pertama. Namun, bukan berarti anak kedua suka bertengkar. Sebaliknya nih, fakta anak kedua adalah ia cenderung menghindari atau malah membenci konflik.

Dilansir Psychology Today, anak tengah benar-benar membenci konflik, yang mungkin menimbulkan masalah baginya, baik di rumah ataupun di sekolah.

Tetapi, seperti yang dijelaskan oleh Frank Sulloway, PhD, seorang psikolog dari Amerika Serikat, keinginan anak tengah untuk menghindari pertengkaran, sebenarnya dapat dioptimalkan karena anak bisa menjadi negosiator.

Kendati demikian, menanamkan pemahaman bahwa konflik tidak selalu buruk bisa jadi pilihan yang tepat. Pasalnya, konflik yang dikelola dan dihadapi dengan sehat menjadi media agar seseorang tumbuh. Jadi, anak kedua tidak menjadi orang yang suka lari dari konflik atau masalah.

Ajarkan ia juga cara menghadapi konflik dengan benar dan sehat.

3. Lebih membutuhkan dorongan kepercayaan diri

3. Lebih membutuhkan dorongan kepercayaan diri
Freepik/DCStudio

Dilansir Insider, fakta anak kedua adalah ia membutuhkan dorongan kepercayaan diri sesekali. Apalagi, jika anak pertama cenderung lebih bisa diandalkan dalam banyak hal. Bisa jadi anak kedua merasa tidak cukup baik. 

Apabila terus dibiarkan, anak kedua menjadi anak yang rendah diri. Untuk itu, coba tekankan pada anak kedua bahwa ia cukup berharga dan layak dicintai.

Ia mungkin tidak sebaik anak pertama ataupun anak terakhir, tapi ia memiliki kelebihan yang bisa dimaksimalkan.

Hindari membandingkan anak, ya. Pastikan Mama dan Papa memberikan kasih sayang dengan porsi yang tepat. Temani dan dukung anak sesuai dengan potensi yang dimiliki.

4. Cenderung mengalami tekanan dalam hal akademik

4. Cenderung mengalami tekanan dalam hal akademik
Freepik/Freepik

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Population Economics mengungkapkan, anak kedua sering memiliki standar pendidikan yang lebih tinggi daripada kakaknya. Ekspektasi ini bisa jadi muncul karena harapan orangtua pada anak pertama tidak tercapai. 

Selain itu, fakta anak kedua berikutnya adalah ia rentan dibebani ekspektasi untuk setara atau lebih unggul dari sang kakak. Makanya, tak sedikit orangtua menempatkan beban lebih tinggi pada anak kedua daripada anak pertama.

Bahkan, orangtua memberikannya lebih banyak perhatian dan pengawasan.

Pola asuh tersebut sebenarnya cenderung kurang baik. Sebagai orangtua, hindari membebani anak dengan beragam ekspektasi tidak realistis. Alih-alih menuntut dan mendesak anak, cobalah dukung dia agar terus belajar dan tumbuh.

Tugas orangtua adalah memaksimalkan potensi anak, baik anak kedua, anak pertama, ataupun anak bungsu.

5. Lebih mungkin berperilaku buruk, terutama pada anak laki-laki

5. Lebih mungkin berperilaku buruk, terutama anak laki-laki
Freepik/Cookie_studio

Dilansir Romper, dalam sebuah penelitian dari tahun 2017 berjudul "Urutan Kelahiran dan Kenakalan", anak kedua cenderung lebih banyak menimbulkan masalah daripada anak pertama ataupun anak bungsu. Kecenderungan ini makin tinggi, terutama untuk anak kedua laki-laki.

Fakta anak kedua yang menarik dalam penelitian tersebut adalah kenakalan yang dilakukan anak kedua paling banyak disebabkan karena mencari perhatian. Anak kedua lebih mungkin berperilaku buruk demi mendapatkan perhatian. 

Pasalnya, anak kedua kerap ditumbuhkan menjadi anak sangat mandiri. Akibatnya, ia jarang mengekspresikan sisi emosionalnya. Sehingga, ia cenderung merasa sendiri seolah tidak ada orang peduli padanya.

6. Lebih dekat dengan saudara dan teman, daripada dengan orangtua

6. Lebih dekat saudara teman, daripada orangtua
Pexels/Max Fischer

Fakta anak kedua berikutnya, ia menjalin ikatan yang lebih kuat dengan saudara kandung dan teman daripada orangtua. 

Dilansir IB Times, hal ini terjadi karena anak kedua cenderung menghabiskan sedikit waktu dengan orangtua saat tumbuh dewasa. Biasanya, hal ini dipengaruhi pengalaman anak kedua yang berusaha mendapatkan perhatian dari orangtua sejak usia muda.

Sehingga, untuk mendapatkan perlindungan, anak kedua cenderung lebih dekat dan terbuka dengan saudara kandung atau teman-temannya.

Editors' Pick

7. Pandai dalam bekerja sama

7. Pandai dalam bekerja sama
Freepik/Pressfoto

Seperti yang dilaporkan Reader's Digest, satu penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Genetic Psychology menunjukkan anak kedua bekerja lebih baik dalam kelompok, daripada anak pertama.

Hal ini masuk akal, sebab, anak kedua memiliki saudara kandung yang harus ia ajak untuk berbagi. Ketika anak tumbuh dewasa, ia cenderung tumbuh menjadi anak yang mandiri sekaligus rekan yang hebat.

8. Anak yang tangguh dan senang berbagi

8. Anak tangguh senang berbagi
Freepik/Aartursafronovvvv

Ketika anak kedua lahir, biasanya anak pertama mendapatkan perhatian penuh dari orangtua. Pengasuhan ini mungkin terjadi sepanjang waktu hingga anak kedua tumbuh dewasa.

Akibatnya, anak kedua harus segera belajar bagaimana mengatasi kebutuhan untuk berbagi cinta dan perhatian orangtuanya.

Kemudian, ia belajar sejak awal bahwa hidup tidak selalu berjalan sesuai keinginannya. Hal ini mengajarkannya untuk kuat, tahan banting, dan mandiri. Ketiga sikap tersebut merupakan keterampilan berharga yang akan dibutuhkan saat anak kedua sudah dewasa.

9. Pantang menyerah untuk mengejar ketertinggalan

9. Pantang menyerah mengejar ketertinggalan
Freepik/Pressfoto

Bayangkan menjalani kehidupan sebagai anak kedua dengan kakak yang terus berjuang mencapai impian. Untuk menyesuaikan diri, anak kedua ingin mengejar ketertinggalan. Tak jarang, tujuannya adalah untuk mendapatkan pujian dan perhatian dari orangtua.

Meri Wallace, seorang pekerja sosial klinis berlisensi di Amerika Serikat, menyebutkan fakta anak kedua, adalah ia cenderung frustrasi dengan 'kegagalan'. Pasalnya, anak kedua takut tertinggal atau tidak bisa menyamai pencapaian kakaknya.

10. Pandai berkompromi dan bernegosiasi

10. Pandai berkompromi bernegosiasi
Pexels/August de Richelieu

Jika ada satu keterampilan yang akan dikuasai anak kedua, yakni kemampuan berkompromi dan bernegosiasi. Fakta anak kedua ini dipengaruhi oleh upaya anak menempatkan diri di antara orangtua dan sauda-saudaranya.

Sehingga, anak kedua cenderung menjadi anak cinta damai yang tidak menyukai konflik. Ia mungkin tidak terlalu keras seperti anak sulung, tapi juga terlalu mandiri bila dibandingkan dengan anak bungsu.

11. Cenderung mengikuti arus

11. Cenderung mengikuti arus
Pexels/Mikhail Nilov

Fakta anak kedua selanjutnya adalah ia cenderung mengikuti arus. Dilansir Parents, sikap ini tumbuh sebagai hasil dari pola asuh orangtua terhadap anak kedua. Ia harus belajar untuk berkompromi dan bernegosiasi agar cocok dengan semua orang.

Berdasarkan penelitian Frank Sulloway, penulis Born to Rebel: Birth Order, Family Dynamics, and Creative Lives, anak tengah terlihat lebih ramah ketimbang anak pertama atau anak terakhir. Makanya, anak tengah juga cenderung menjalin koneksi erat dengan orang-orang di luar keluarga inti, seperti teman atau rekan ketika dewasa. 

12. Mudah merasa kebutuhannya terabaikan

12. Mudah merasa kebutuhan terabaikan
Pexels/Pixabay

Posisi sebagai anak kedua kerap memberikan kebingungan. Bahkan, tak sedikit anak kedua yang merasa terabaikan. Pasalnya, orangtua cenderung lebih fokus pada anak pertama dan anak terakhir. 

Hal ini secara tidak sadar menimbulkan perasaan tidak dipedulikan pada anak kedua. Kesadaran tersebut dapat membuat anak kedua merasa kebutuhan dan keinginannya diabaikan.

Dilansir Parents, penelitian di Journal of Human Resources pada tahun 2016 menemukan orangtua tidak memberikan dukungan kognitif yang berbeda pada anak kedua. Jadi, dukungan terbesar sudah diberikan pada anak pertama.

Tidak heran bila anak kedua kerap merasa diabaikan. Untuk itu, orangtua perlu mengasuh setiap anak secara adil. Berikan dukungan dan pengertian pada mereka.

13. Dikenal sebagai pemberontak

13. Dikenal sebagai pemberontak
Pexels/Polina Zimmerman

Meskipun cenderung bersikap cinta damai, anak tengah juga memiliki kecenderungan bersikap memberontak.

Anak tengah mungkin mudah berkompromi dan bernegosiasi ketika menjalin koneksi atau relasi. Akan tetapi, dilansir Webmd, anak tengah tak takut melawan orangtua bila ada hal-hal yang kurang sesuai dengan nilai-nilainya.

Anak pertama mungkin merasa bertanggung jawab untuk menjaga keluarga. Sementara itu, anak bungsu sering kali kesulitan mengutarakan pendapat dan kerap dianggap 'anak penurut'. Sedangkan, anak tengah tidak dibebani oleh tanggung jawab ataupun stigma tersebut. Sehingga, ia bisa lebih leluasa menyampaikan pendapatnya. 

Keterbukaan tersebut sering dinilai sebagai sikap pemberontak.

14. Bukan tipikal orang perfeksionis, tapi cukup kompetitif

14. Bukan tipikal orang perfeksionis, tapi cukup kompetitif
Pexels/Victoria Borodinova

Dilansir Webmd, anak tengah sebenarnya tidak terlalu perfeksionis. Misalnya, bila anak pertama unggul dalam hal akademis, anak kedua mungkin memilih fokus dalam bidang atletik.

Kendati demikian, dorongan dan tekanan untuk setara dengan anak sulung biasanya tetap muncul. Nah, bagaimana anak kedua menyikapi tekanan tersebut bisa jadi berbeda-beda.

Ada anak kedua yang terpacu untuk terus menyamai pencapaian saudaranya. Namun, ada juga anak kedua yang mencapai sesuatu di bidang lain yang berbeda dengan sang saudara.

15. Aktif dan cenderung suka merantau

15. Aktif cenderung suka merantau
Unsplash/Annie Spratt

Terakhir, anak kedua bisa dikatakan tidak family oriented seperti saudara-saudara lainnya. Bahkan, ia cenderung aktif di luar rumah. Dengan keaktifan tersebut, anak kedua lebih mudah merantau dan jauh dari orangtua. 

Nah itulah informasi seputar fakta anak kedua dengan kepribadian yang aktif dan tangguh.

Kunci untuk membesarkan anak kedua yang bahagia adalah mencoba untuk tidak memperlakukannya secara berbeda dari kakak atau adiknya. Sehingga, anak kedua dapat mengembangkan minat dan bakatnya.

Baca juga:

The Latest