Mari Belajar, 5 Dampak Buruk Pelaksanaan Tanam Paksa bagi Petani

Tanam paksa juga dikenal dengan sebutan cultuurstelsel

12 Mei 2023

Mari Belajar, 5 Dampak Buruk Pelaksanaan Tanam Paksa bagi Petani
Pexels/Quang Nyuyen Vihn

Pernahkah kamu mendengar tentang cultuurstelsel?

Pada pelajaran IPS di Sekolah Dasar, setiap anak telah mempelajari tentang sejarah Indonesia sebelum kemerdekaan. Istilah cultuurstelsel atau dalam Bahasa Indonesia yaitu tanam paksa adalah salah satu yang dipelajari.

Tanam paksa sendiri adalah salah satu kebijakan yang dibuat pemerintah kolonial Belanda bagi rakyat Indonesia. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kas negara yang terkuras untuk membiayai Perang Jawa serta melunasi utang. 

Sistem tanam paksa ini dilaksanakan dengan mewajibkan setiap petani desa menyisihkan 20 persen tanah mereka untuk ditanami komoditas ekspor yang telah ditentukan oleh Belanda. 

Tentu saja ketentuan ini sangat merugikan para petani. Mengapa?

Untuk memperjelas, Popmama.com telah merangkum 5 dampak buruk pelaksanaan tanam paksa bagi petani Indonesia di masa itu. Yuk, dibaca!

1. Tanam paksa menghambat kebutuhan petani

1. Tanam paksa menghambat kebutuhan petani
Unsplash/Boudewijn Huysmans

Ketika tanam paksa atau cultuurstelsel diberlakukan, petani mau tidak mau harus menanam komoditas ekspor yang telah ditentukan Belanda, seperti kopi, teh, nila, dan tebu, di samping menanam padi. 

Padahal, padi ditanam untuk memenuhi kebutuhan pangan di kalangan sendiri dan masyarakat sekitar. Sementara komoditas ekspor tersebut akan dijual ke berbagai negara dan keuntungannya diambil oleh Belanda sendiri. 

Hal ini tentunya membuat para petani Indonesia yang seharusnya bisa fokus menanam untuk kebutuhan sendiri menjadi terhambat. Tak hanya itu, tenaga dan pikiran mereka karena harus menanam beberapa jenis tanaman dalam satu waktu yang sama.

Editors' Pick

2. Ketentuan tanam paksa memberatkan petani

2. Ketentuan tanam paksa memberatkan petani
Dok. Pinhome

Ketentuan tanam paksa yang ditentukan oleh Belanda, yaitu menyisihkan 20 persen tanah untuk ditanami komoditas ekspor tentu saja akan memberatkan petani. 

Apabila lahan persawahan milik petani sudah ditanami padi, mereka harus merelakan lahan yang sudah ditanam tersebut dialihfungsikan menjadi tempat menanam komoditas ekspor. 

Selain itu, tanaman tebu yang menjadi salah satu tanaman komoditas ekspor memiliki karakteristik membutuhkan air yang banyak. Hal ini sangat memberatkan petani yang semakin kesulitan mencari irigasi. 

3. Petani dicurangi oleh pihak-pihak tertentu

3. Petani dicurangi oleh pihak-pihak tertentu
Unsplash/Coleen Rivas

Meski ketentuan awalnya hanya sekitar 20 persen tanah yang diminta Belanda untuk ditanami komoditas ekspor, ternyata justru terjadi korupsi dalam pelaksanaannya. 

Petani dicurangi oleh pihak-pihak tertentu oleh karena tanam paksa, sampai-sampai tanah yang diminta bisa melebihi seperlima, misalnya sekitar sepertiga dan setengah bagian.

Penyebab dari penyelewengan yang merugikan ini adalah tingginya target yang ditetapkan penguasa lokal, dari bupati hingga pejabat di bawahnya.

4. Tanam paksa membuat kebutuhan ternak meningkat

4. Tanam paksa membuat kebutuhan ternak meningkat
Pexels/Min AN

Pelaksanaan tanam paksa ternyata juga berdampak buruk pada kebutuhan petani untuk menghidupi hewan-hewan ternaknya. 

Hal ini dikarenakan hewan ternak tidak hanya digunakan untuk membantu pekerjaan di ladang dan lahan pertanian, melainkan juga menjadi alat angkut tanaman ekspor. Yang artinya hewan-hewan ini bekerja lebih keras sehingga petani harus menyediakan lebih banyak makanan.

Petani semakin dirugikan karena harus mengeluarkan biaya untuk mengelola lahan sekaligus meningkatkan biaya bagi kebutuhan hewan ternak.

5. Menimbulkan bencana kelaparan

5. Menimbulkan bencana kelaparan
sumbersejarah1.blogspot.com

Kegiatan tanam paksa ini juga menimbulkan terjadinya bencana kelaparan di Cirebon, Demak, dan Grobogan. Selain merasa kelaparan, para petani dan masyarakat juga mengalami wabah penyakit yang mudah menyebar. Hal ini menyebabkan angka kematian semakin tinggi. 

Menurut Lembaran Negara (Staatsblad) Tahun 1834 No.22, ternyata Cultuurstelsel juga berlaku bagi masyarakat non petani. Penduduk yang bukan petani, diwajibkan untuk bekerja di perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari dalam satu tahun.

Nah, itu dia 5 dampak buruk pelaksanaan tanam paksa bagi petani Indonesia. Apakah kamu sudah paham?

Baca juga:

The Latest