Penyelenggaraan kehidupan beragama di Daerah diwujudkan dalam bentuk pelaksanaan syariat Islam bagi pemeluknya dalam bermasyarakat.
Mengenal Hukum Cambuk di Aceh, Daerah Indonesia dengan Hukum Islam

Aceh adalah provinsi yang terletak di utara bagian pulau Sumatera. Karena merupakan wilayah paling ujung, Aceh juga dikenal dengan daerah titik nol kilometer Indonesia.
Posisi Aceh yang strategis merupakan pintu awal pertama kali masuknya agama Islam ke Nusantara. Di Aceh pula, Kerajaan Samudra Pasai berdiri sebagai Kerajaan Islam tertua di Indonesia.
Beberapa kerajaan dan kesultanan di Aceh mengalami puncak kejayaan, seperti pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada awal abad ke-17 sebagai pemimpin Kesultanan Aceh.
Oleh karena pengaruh ajaran Islam yang begitu besar di masyarakat Aceh, maka akhirnya daerah Aceh memiliki julukan sebagai Serambi Mekkah.
Di Indonesia, Provinsi Aceh merupakan satu-satunya daerah istimewa yang menegakkan syariat Islam untuk mengatur kehidupan sosial seluruh warganya. Begitupun dalam hal menghukum pelaku perbuatan pidana.
Aceh mempunyai caranya sendiri untuk memberikan hukuman berdasarkan hukum pidana Islam, Ma!
Salah satu hukuman paling kontroversial yang masih diberlakukan di Aceh adalah hukum cambuk.
Sebenarnya, hukum cambuk ini banyak menerima kritik dan kontra dari berbagai aktivis HAM baik nasional maupun internasional. Pelaksanaannya dinilai tidak manusiawi dan mempermalukan manusia.
Namun, mengapa Aceh masih memberlakukan hukum cambuk untuk setiap pelanggar syariat Islam? Bagaimana sebenarnya ketentuan hukum di Aceh, apakah berbeda dengan hukum-hukum lainnya di Indonesia?
Berikut Popmama.com telah merangkum mengenai ketentuan hukum cambuk di Aceh beserta dasar hukum yang melandasinya!
1. Alasan Aceh punya sistem hukum yang berbeda

Tahukah Mama bahwa pada awalnya Aceh adalah bagian dari provinsi Sumatra Utara?
Diatur dalam UU No. 10 Tahun 1948, daerah pulau Sumatra terbagi menjadi tiga provinsi, yaitu Sumatra Utara, Sumatra Tengah, dan Sumatra Selatan. Aceh yang saat itu berbentuk keresidenan masih tergabung ke dalam provinsi Sumatra Utara.
Barulah pada akhir tahun 1949, Keresidenan Aceh mengalami peningkatan status administratif sebagai Provinsi Aceh. Karena beberapa peristiwa, Aceh sempat kembali menjagi wilayah keresidenan pada tahun 1950. Hal tersebut membuat politik Indonesia menjadi tidak stabil. Permintaan Aceh untuk kembali menjadi provinsi kemudian dikabulkan oleh pemerintah Indonesia dengan diberlakukannya UU No. 24 Tahun 1956.
Untuk menjaga keutuhan bangsa dan mencegah gejolak politik, akhirnya pada tanggal 26 Mei 1959, Provinsi Aceh diberikan status Daerah Istimewa dengan hak otonomi daerah yang mencakup dalam bidang agama, adat, dan pendidikan.
Pertimbangan ditetapkannya Aceh sebagai Daerah Istimewa adalah menyangkut tentang latar belakang sejarah perjuangan rakyat Aceh dalam menghadapi penjajah berkaitan erat dengan kehidupan religius di dalam masyarakatnya. Kehidupan sosial di Aceh sangat menjunjung tinggi adat istiadat, dan menempatkan ulama di dalam peran yang terhormat dalam kehidupan masyarakat.
Keistimewaan Aceh dalam menyelenggarakan kehidupan yang kental dengan nilai-nilai Islam sudah resmi diakui oleh negara dan diperkuat di dalam hukum tertulis Indonesia, Ma.
Pengaturan mengenai kebolehan Aceh untuk menjadi satu-satunya daerah di Indonesia yang menerapkan syariat Islam telah diatur secara khusus di dalam UU No. 4 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Tepatnya di dalam Pasal 4 UU No. 4 Tahun 1999, telah ditegaskan bahwa:
Diperjelas lagi melalui Pasal 6 UU No. 4 Tahun 1999 yang berbunyi:
Daerah dapat menetapkan berbagai kebijakan dalam upaya pemberdayaan, pelestarian, dan pengembangan adat serta lembaga adat di wilayahnya yang dijiwai dan sesuai dengan syariat Islam.
2. Pelanggaran yang mendapatkan hukuman cambuk di Aceh

Dikutip dari jurnal ilmiah Perkembangan Pelaksanaan Hukum Cambuk di Aceh oleh Muhammad Iqbal dan Attarikhul Kabil, hukum cambuk dilaksanakan untuk mencapai tujuan pemidanaan dalam hukum Islam yang menurut para ulama adalah sebagai langkah pencegahan dan pembinaan.
Dalam pembahasan sebelumnya, telah dijelaskan bahwa Aceh memiliki keistimewaan dengan pemberian hak otonomi daerah yang luas bahkan di bidang agama.
Akhirnya, pemerintah daerah Aceh pun membentuk aturan hukum Qanun yang dilandaskan dari hukum Islam. Qanun adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai peraturan daerah.
Di dalam Qanun ada berbagai aspek kehidupan masyarakat yang diatur oleh hukum, termasuk pengaturan mengenai Qanun Jinayat.
Qanun Jinayat mengatur tentang Jarimah yaitu tindakan yang dilarang dalam syariat Islam. Diatur dalam Qanun Nomor 6 tahun 2014, pelanggaran yang diatur dalam Qanun adalah:
a. Khamar;
b. Maisir;
c. Khalwat;
d. Ikhtilath;
e. Zina;
f. Pelecehan seksual;
g. Pemerkosaan;
h. Qadzaf;
i. Liwath; dan
j. Musahaqah.
3. Pelaksanaan Hukum Cambuk di Aceh

Secara spesifik, Qanun No. 6 Tahun 2014 merupakan sebuah peraturan daerah provinsi Aceh yang mengatur tentang Hukum Jinayat.
Apa yang dimaksud dengan Hukum Jinayat?
Singkatnya, Hukum Jinayat adalah sebuah cabang hukum di dalam Islam yang membahas tentang perilaku kejahatan. Bisa dibilang, Hukum Jinayat merupakan hukum pidana berdasarkan syariat Islam.
Di dalam Qanun No.6 Tahun 2014, 'uqubat cambuk atau hukuman cambuk telah diatur sangat detail, lho.
Ketentuan hukum di dalamnya meliputi tata cara pencambukan, ukuran cambuk, kadar cambukan, tempat proses pencambukan, hingga 'uqubat cambuk terhadap perempuan hamil.
Nah, ketetapan cara-cara tersebut telah diatur di dalam Pasal 33 Qanun No.6 Tahun 2014, sebagai berikut:
Pasal 33
(1) 'Uqubat cambuk dilakukan di tempat yang dapat disaksikan orang banyak dengan dihadiri Jaksa Penuntut Umum dan dokter yang ditunjuk;
(2) Pencambukan dilakukan dengan rotan yang berdiameter 0,75 s/d 1 (satu) senti meter, panjang 1 (satu) meter dan tidak mempunyai ujung ganda/belah.
(3) Pencambukan dilakukan pada bagian tubuh kecuali kepala, muka, leher, dada dan kemaluan.
(4) Kadar pukulan atau cambukan tidak sampai melukai.
(5) Terhukum laki-laki dicambuk dalam posisi berdiri tanpa penyangga, tanpa diikat, dan memakai baju tipis yang menutup aurat. Sedangkan perempuan dalam posisi duduk dan ditutup kain di atasnya.
(6) Pencambukan terhadap perempuan hamil dilakukan setelah 60 (enam puluh) hari
yang bersangkutan melahirkan.
Selain mengatur tentang orang yang akan dicambuk, hukum juga telah membatasi siapa saja yang bisa hadir di dalam proses pencambukan, Ma!
Jadi, walaupun cambuk bisa disaksikan oleh publik, namun tidak boleh dihadiri oleh anak kecil.
Hal ini diatur dimuat di dalam Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat, tepatnya pada Pasal 262 ayat 2, yaitu:
Pasal 262
(1) 'Uqubat cambuk dilaksanakan di suatu tempat terbuka dan dapat dilihat oleh orang yang hadir.
(2) Pelaksanaan 'uqubat cambuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dihadiri oleh anak-anak dibawah umur 18 (delapan belas) tahun.
4. Apakah anak-anak yang melanggar Jarimah mendapatkan hukuman cambuk?

Anak di bawah umur bisa saja dijerat dengan qanun dan dikenai sanksi hukuman cambuk jika memang terbukti bersalah menurut hakim. Adapun tata cara pemeriksaannya harus mengacu kepada UU No. 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak yang berlaku secara umum.
Hal ini diatur dalam Pasal 66 Qanun No. 6 Tahun 2014, yang isinya menegaskan bahwa:
Pasal 66
Apabila anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun melakukan atau diduga melakukan Jarimah, maka terhadap Anak tersebut dilakukan pemeriksaan berpedoman kepada peraturan perundang-undangan mengenai peradilan pidana anak.
Kemudian terhadap hukuman bagi anak-anak pelanggar Jarimah atau melakukan 10 tindakan pelanggaran syariat Islam yang telah diatur dalam Qanun No. 6 Tahun 2014, mereka akan memperoleh hukuman sebagai berikut:
Pasal 67
(1) Apabila anak yang telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum menikah melakukan Jarimah, maka terhadap anak tersebut dapat dikenakan 'Uqubat paling banyak 1/3 (satu per tiga) dari 'Uqubat yang telah ditentukan bagi orang dewasa dan atau dikembalikan kepada orang tuanya/walinya atau ditempatkan di tempat yang disediakan oleh Pemerintah Aceh atau Pemerintah Kabupaten/Kota.
(2) Tata cara pelaksanaan 'Uqubat terhadap anak yang tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai sistem peradilan anak diatur dalam Peraturan Gubernur.
Walau sudah diatur demikian, ada pula anak-anak di Aceh yang terbebas dari hukuman cambuk. Hal ini terjadi pada kasus ditemukannya sepasang remaja bukan muhrim sedang berbuat mesum di Masjid Jami Baitul Muttaqin Saree, Aceh Besar pada 24 Februari 2019 lalu.
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) Aceh Besar, M Rusli, menyatakan bahwa kedua remaja tersebut tidak dijerat Qanun Syariat Islam karena masih berada di bawah umum dan langsung ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Aceh.
5. Dikhususkan untuk terpidana perempuan, hukuman cambuk akan dieksekusi oleh algojo perempuan

Provinsi Aceh pertama kali menugaskan seorang algojo perempuan untuk melakukan sanksi hukuman cambuk pada bulan Desember 2019.
Algojo perempuan hanya akan memberikan cambukan kepada terpidana perempuan saja. Karena, penggunaan algojo laki-laki dikhawatirkan akan terlalu keras saat memberikan eksekusi.
Saat bertugas, algojo perempuan akan menggunakan pakaian serba tertutup, bahkan sama sekali tidak menampakkan wajah dan tangan. Ini dilakukan untuk merahasiakan identitas sang algojo dan menghindari kemungkinan aksi balas dendam di kemudian hari, Ma.
Jadi, bisa dibilang tujuan algojo perempuan sangat dijaga ketat identitasnya adalah untuk melindungi keamanan dari si algojo perempuan itu sendiri bahkan keluarganya.
Mengangkat eksekutor atau algojo perempuan untuk bertugas mencambuk terpidana perempuan memang sudah diatur sebelumnya di dalam Qanun.
Untuk menjaga rasa profesionalitas, para algojo wajib menjaga ekspresi dan perasaan saat memberikan sanksi.
Jadi, itulah, Ma, seputar hukum cambuk di Aceh dan dasar hukum yang melandasi adanya penerapan eksekusi tersebut untuk menghukum para pelanggar syariat Islam.
Hukum cambuk memang sengaja dipertontonkan ke publik, untuk memberikan efek jera ke pelaku dan mencegah warga lainnya untuk berbuat pelanggaran serupa di masa mendatang, Ma.
Itulah, Ma, penjelasan seputar ketentuan hukum cambuk di Aceh bagi para pelanggar syariat Islam yang telah diatur di dalam Qanun Jinayat Aceh.
Semoga informasi ini bisa bermanfaat bagi Mama dan anak untuk mengetahui beragam hukum yang berlaku di setiap daerah Indonesia serta latar belakang yang mendasarinya.



















