Paradoks, Mengapa Remaja Bisa Merasa Senang dan Sedih Bersamaan?
Pengalaman emosional ini rumit, saling bertentangan dan sulit diartikan
9 Oktober 2024
Follow Popmama untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Dalam fase pubertas, remaja sering mengalami paradoks emosional yang membingungkan. Mereka merasa senang dan sedih secara bersamaan, mengalami perasaan yang kontradiktif seperti ingin dan tidak ingin, atau bahkan merasa marah dan ikhlas pada saat yang sama.
Penting untuk memahami bahwa perasaan paradoks ini adalah bagian normal dari perjalanan pubertas. Proses ini melibatkan penemuan identitas diri dan eksplorasi emosi yang dapat memunculkan beragam perasaan.
Dalam pandangan yang holistik, Popmama.com akan menguraikan alasan dari pengalaman emosional ganda pada remaja, sekaligus menyoroti bagaimana ini dapat memengaruhi perkembangan pribadi mereka.
Dengan pemahaman ini, Mama dapat mendukung remaja dalam menghadapi tantangan emosional selama periode pubertas mereka.
1. Paradoks emosi pada remaja puber
Pada fase pubertas, remaja seringkali mengalami paradoks emosi. Mereka merasakan suka dan duka secara bersamaan, terjebak dalam pergulatan antara keinginan dan ketidakinginan, serta merasa senang dan tidak senang dalam waktu yang hampir bersamaan.
Sebagai contoh, saat remaja merasa senang dengan pencapaian pribadi atau hubungan sosial, bisa saja pada saat yang bersamaan, mereka merasakan sedih atau tidak senang karena tekanan dan ekspektasi dari lingkungan sekitar. Keadaan ini bisa lebih rumit, menciptakan bingkai emosional yang saling bertentangan dan sulit diartikan.
Pengalaman ini seringkali menghadirkan tantangan signifikan bagi remaja dalam memahami dan mengelola diri mereka sendiri selama masa pubertas yang penuh gejolak.
Editors' Pick
2. Mengapa perasaan paradoks terjadi pada remaja
Remaja pubertas cenderung mengalami perasaan paradoks karena terlibat dalam proses perkembangan yang kompleks. Pertama, hormon-hormon dalam tubuh remaja berfluktuasi secara signifikan, memicu rangkaian perubahan emosional.
Selain itu, identitas dan peran sosial remaja mulai berkembang, menyebabkan kebingungan dan pertentangan internal. Mereka mungkin merasa berharga dalam pencarian identitas mereka, tetapi juga rentan terhadap tekanan sosial dan norma yang dapat membuat mereka merasa tidak berharga.
Faktor lain yang berkontribusi adalah perkembangan otak yang sedang berlangsung. Pada masa pubertas, otak remaja mengalami restrukturisasi yang signifikan, terutama di area yang terkait dengan emosi dan pengambilan keputusan.
Hal ini dapat menyebabkan perasaan kontradiktif, seperti merasa senang dan sedih secara bersamaan, karena proses perkembangan tersebut tidak selalu sinkron.