5 Pertanyaan "Berbahaya" yang Tak Perlu Ditanyakan Orangtua ke Anaknya

Pertanyaan retoris yang sebetulnya tak akan mengubah kondisi jadi lebih baik

1 April 2020

5 Pertanyaan "Berbahaya" Tak Perlu Ditanyakan Orangtua ke Anaknya
Freepik/drobotdean

Yang namanya anak-anak, selalu penuh dengan tingkah polah yang terkadang membuat orangtua kesal. Mulai dari pertengkaran antar saudara, pilih-pilih makanan hingga perilaku agresif yang meledak-ledak. 

Menyikapi perilaku anak yang dinamis, dengan teguran, orangtua berharap si Anak dapat menyadari kesalahannya. Akan tetapi, terkadang teguran disampaikan tidak berupa pernyataan, melainkan pertanyaan retoris.

Pertanyaan yang sebetulnya sudah diketahui jawabannya, tetapi terus ditanyakan orangtua pada anak. Padahal pertanyaan-pertanyaan ini sebetulnya tak perlu ditanyakan pada anak lho, Ma. Mengapa? Berikut Popmama.com merangkum 5 pertanyaan retoris yang tak perlu ditanyakan orangtua, dilansir dari newbornsplanet.com:

1. "Kenapa kalian bertengkar terus?"

1. "Kenapa kalian bertengkar terus"
huffingtonpost.com

Pertengkaran antar saudara memang jadi makanan sehari-hari bagi orangtua yang punya lebih dari satu anak. Seringkali pertengkaran yang terjadi bikin frustrasi ya, Ma. Setiap orangtua pasti membayangkan hubungan antar saudara yang saling menyayangi dan rukun.

Tetapi, sebetulnya pertengkaran antar saudara adalah hal yang wajar. Di sisi lain, pertengkaran antar saudara ini juga mengajarkan banyak hal pada anak, seperti negosiasi dan belajar tentang menang-kalah. Jadi, pertanyaan di atas tak perlu ditanyakan ya, Ma, karena anak sendiri pun tentu tak tahu jawabannya.

Editors' Pick

2. "Kenapa sih makanannya kok nggak pernah dihabiskan?"

2. "Kenapa sih makanan kok nggak pernah dihabiskan"
nbcnews.com

Melihat piring anak masih menyisakan banyak makanan, rasanya secara otomatis mulut menanyakan pertanyaan di atas. Tapi tahukah Mama, pertanyaan ini tidak akan membawa perubahan apapun pada nafsu makan dan perilaku anak di waktu makan.

Cara yang jauh lebih baik untuk mengajukan pertanyaan adalah dengan memberikan pilihan, "Besok, kira-kira Kakak pengen makan sayur apa?" atau "Kakak lebih suka makan telur rebus, ceplok atau dadar?"

3. "Kenapa sih mainannya nggak pernah dibereskan?"

3. "Kenapa sih mainan nggak pernah dibereskan"
themilitarywifeandmom.com

Rumah dipenuhi dengan mainan yang berserakan di seluruh sudut rumah. Meski sudah dibereskan berulangkali dalam sehari, tetap saja anak sulit diminta merapikan sendiri mainannya setelah dimainkan. Biasanya pertanyaan tersebut ditanggapi anak dengan ogah-ogahan, sekadar menjawab seadanya, seperti, "Iya, aku lupa, Ma," atau bahkan berlalu pergi tanpa menjawabnya.

Pertanyaan ini akan ditanggapi anak sebagai pertanyaan yang 'apapun-jawabannya-aku-pasti-salah'. Akan lebih membangun jika Mama menanyakan pertanyaan ini, "Sepertinya Kakak selalu lupa membereskan mainan setelah dimainkan. Apa yang bisa Mama bantu supaya Kakak bisa ingat aturannya?" Cara ini akan mendorong anak untuk memikirkan solusi yang berpeluang lebih sukses diterapkan di kemudian waktu.

4. "Sudah cukup atau belum makan permennya?"

4. "Sudah cukup atau belum makan permennya"
Freepik/jcomp

Anak-anak Mama tidak tahu dan mungkin belum bisa mengerti mengapa ia dilarang makan cokelat atau permen banyak-banyak. Mereka tidak memikirkan perkara kalori atau pun bahayanya mengonsumsi gula. Yang mereka tahu hanyalah cokelat dan permen itu enak.

Jadi, ketimbang kesal sendiri karena anak tidak bisa mengontrol dirinya makan cokelat dan permen, terapkan batasan yang jelas. Berapa cokelat atau permen yang boleh dimakan per harinya, dan jelaskan dengan bahasa sederhana mengapa Mama membatasinya makan makanan manis demi kesehatannya.

5. "Kenapa kamu bersikap seperti itu?"

5. "Kenapa kamu bersikap seperti itu"
novakdjokovicfoundation

Dari semua pertanyaan retoris yang diajukan, jujur, ini adalah pertanyaan yang paling tidak berguna. Karena siapa pun tidak dapat menjawabnya, sekalipun anak kita. Akan sia-sia mengharapkan anak mengetahui motif di balik tindakan mereka, bahkan para ahli pun belum tentu bisa menjelaskannya. 

Hindari pertanyaan ini. Mintalah bantuan pasangan untuk mengendalikan perilaku anak, atau rujuk anak ke terapis jika perilakunya semakin sulit dikendalikan.

Parenting bukanlah ilmu pasti yang dapat diterapkan dengan hasil yang sama pada semua anak dan keluarga. Namun, lewat pengalaman dan berbagai penyesuaian, niscaya Mama akan bisa memahami Mama tipe pengasuhan yang paling tepat diterapkan untuk anak-anak Mama. 

Baca juga:

The Latest