Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Intip Canggihnya Trotoar Piezoelektrik di Jepang

Pavegen.com
Pavegen.com

Di zaman teknologi yang memprioritaskan energi terbarukan ini, tenaga listrik bisa diperoleh dari mana saja. Dari matahari, angin, udara, bahkan … langkah kaki! Tahukah Mama, Jepang memanfaatkan langkah pejalan kaki sebagai alternatif penghasil listrik kotanya? 

Trotoar tempat orang berjalan kaki, berbentuk ubin komposit segitiga yang diletakkan di titik-titik ramai Kota Tokyo, salah satunya stasiun kereta. Trotoar ini bisa menghasilkan listrik yang menghidupkan device penting di sepanjang jalan di Tokyo. Ingin tahu bagaimana cara kerjanya?

Dalam artikel ini, Popmama.com menjelaskan lebih lanjut mengenai teknologi canggihnya trotoar piezoelektrik di Jepang. Penasaran? Baca sampai selesai, yuk, Ma!

1. Apa itu piezoelektrik?

Techeconomy.ng
Techeconomy.ng

Trotoar ini memanfaatkan teknologi piezoelektrik, yang memungkinkan materi tertentu menghasilkan energi listrik ketika dikenai tekanan mekanik atau kinetik. Dalam kasus trotoar di Jepang, sensor piezoelektrik disisipkan ke dalam ubin hitam yang dirancang khusus untuk mendapatkan tekanan maksimal. 

Konsep piezoelektrik ini sendiri ditemukan oleh Pierre Curie dan Jacques Curie pada 1880. Beratus tahun berikutnya, teknologi ini diimplementasikan menjadi alat oleh perusahaan Pavegen, dipimpin oleh Laurence Kemball-Cook. Saat belajar di Universitas Loughborough, ia diberikan tugas untuk menyelesaikan permasalahan pemanfaatan energi terbarukan. 

Pada waktu itu, Laurence mengamati bahwa stasiun kereta api yang biasa ia lewati dikunjungi oleh lebih dari 75 juta orang setiap tahunnya. Keadaan inilah yang mencetuskan ide untuk membangun teknologi yang memanfaatkan energi kinetik manusia yang berjalan kesana-kemari. Hingga pada akhirnya, prototipe ubin piezolektrik ini lahir. 

Ubin-ubin ini diletakkan di kawasan tengah kota, di titik-titik yang diperkirakan banyak orang melewatinya. Ketika tekanan terdeteksi—contohnya dari pijakan kaki pejalan kaki—tekanan tersebut diubah menjadi energi listrik. 

Energi yang dihasilkan ini kemudian digunakan untuk menyuplai sistem dan instalasi terdekat yang memerlukan daya listrik, seperti lampu.

Di lingkungan yang ramai seperti Tokyo, energi ratusan hingga ribuan pejalan kaki yang berlalu-lalang akan menghasilkan listrik yang signifikan.

2. Penerapannya di Jepang

Pexels/Sora Shimazaki
Pexels/Sora Shimazaki

Komponen utama yang digunakan dalam trotoar berbasis piezoelektrik di Jepang terdiri atas tiga elemen kunci: ubin komposit, generator elektromagnetik, dan tenaga kinetik dari langkah kaki pejalan itu sendiri.

Teknologi ini dipakai dengan tujuan untuk memaksimalkan efisiensi energi di kawasan perkotaan. Di Jepang, salah satu penerapannya yang paling efektif terdapat di trotoar di sekitar Stasiun Kereta Api Shibuya, salah satu area dengan arus pejalan kaki tersibuk di dunia.

Keramaian pedestrian di lokasi ini memungkinkan energi listrik dikumpulkan secara kolektif dan terus-menerus. Energi yang dihasilkan digunakan untuk mendukung instalasi sekitar, seperti layar LED, papan informasi, dan perangkat lainnya di sepanjang jalan.

Tentu, tidak semua lantai yang dipakai di ruang publik memiliki kegunaan yang sama. Ubin piezoelektrik ini dipasang seluas 25 meter persegi, kurang lebih menghasilkan 1400 kw per harinya. Angka ini dianggap lebih dari cukup untuk membantu menghidupkan energi listrik di tengah kota.

3. Ada juga di London

Pexels/Sora Shimazaki
Pexels/Sora Shimazaki

Jepang bukanlah negara pertama yang menggunakan teknologi ini. Pada tahun 2017, Pavegen memperkenalkan kampanye "Smart Street" pertama di dunia, berlokasi di West End, London. 

Tidak hanya mengubah energi kinetik menjadi listrik, trotoar pintar ini juga dilengkapi dengan aplikasi khusus yang memberikan informasi langsung kepada pejalan kaki mengenai jumlah energi yang mereka hasilkan. 

Semakin banyak  energi yang mereka hasilkan, semakin banyak reward yang mereka dapatkan. Pengguna dapat mendapatkan berbagai voucher toko, tergantung seberapa banyak mereka melangkah di trotoar tersebut.

Di titik lain di Oxford Street, London, sekitar 138.000—500.000 pejalan kaki berlalu lalang. Dengan energi sebanyak itu, listrik yang dihasilkan dapat memproduksi 3.200 watt. 

Hasil ini efektif menghidupkan instalasi jalan yang penting seperti lampu LED di jalan dan titik mobile phone charging yang ada di jalanan-jalanan London sepajang hari.

4. Cocok untuk kota-kota besar

Pexels/Madel Kim
Pexels/Madel Kim

Kota-kota besar seperti London dan Tokyo adalah tempat paling strategis untuk penerapan trotoar ini. 

Alasan utamanya tentu karena teratur dan sudah established-nya sistem transportasi umum di wilayah-wilayah itu, bila dibandingkan dengan wilayah lain seperti pinggir kota atau bahkan desa. 

Dengan transportasi umum yang integratif, aktivitas pedestrian menjadi lebih tinggi, terutama di titik-titik transit transportasi seperti jalanan antara stasiun atau halte bus. 

Kota-kota besar di dunia juga pada umumnya memiliki visi smart city yang memprioritaskan teknologi berkelanjutan untuk menaikkan kualitas hidup penduduknya.

Trotoar berbasis piezoelektrik ini mendukung visi tersebut dengan menghasilkan energi bersih yang bebas karbon dari aktivitas manusia secara alami.

5. Lebih stabil daripada pembangkit listrik tenaga matahari

Pexels/ahmad dian fitrah jamaluddin
Pexels/ahmad dian fitrah jamaluddin

Di negara-negara yang tidak mendapat cahaya matahari yang banyak seperti negara-negara Eropa, teknologi ini cenderung lebih stabil. 

Apalagi bila dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga matahari.  Hal ini disebabkan oleh ketidakbergantungan teknologi ini pada kondisi cuaca atau intensitas sinar matahari, sehingga tetap dapat beroperasi meskipun cuaca mendung atau buruk. 

Selain itu, frekuensi pejalan kaki cenderung stabil, terutama pada hari kerja, sehingga teknologi ini dapat menghasilkan energi secara konsisten.

6. Pentingnya teknologi hijau

Pexels/Meriç Tuna
Pexels/Meriç Tuna

Energi listrik yang bersumber dari bahan tidak terbarukan menghasilkan lebih banyak polusi, baik berupa polusi udara maupun suara. 

Di kawasan perkotaan, tempat polusi telah mencapai tingkat yang cukup tinggi akibat emisi dari kendaraan dan transportasi umum, tentu penting untuk menghindari penambahan gas buangan ini.

Memanfaatkan dan memperjuangkan teknologi hijau sebagai sumber energi sehari-hari menjadi langkah strategis untuk mencegah perubahan iklim serta meningkatkan kualitas hidup warga kota. 

Dengan solusi ini, masyarakat dapat menikmati udara yang lebih bersih, lebih banyak ruang hijau, dan penghematan energi yang lebih besar.

7. Sayang, biaya pemasangan terlalu mahal

Pexels/Kaboompics.com
Pexels/Kaboompics.com

Pemanfaatan teknologi piezoelektrik ini tentu menjadi alternatif baik dalam penggunaan sumber energi terbarukan. Teknologi ini ramah lingkungan dan dapat mengurangi emisi karbon secara signifikan. 

Namun, teknologi ini hanya efektif dipraktikkan di negara-negara maju saja. Hal tersebut disebabkan oleh biayanya yang terlampau mahal. Jika dirupiahkan, proyek ini membutuhkan budget 440 juta rupiah per delapan ubin.

Ini bahkan belum termasuk biaya pemasangan, pengiriman, dan pemeliharaan berkala. Biaya perawatan juga diiperlukan karena ubin ini hanya dapat digunakan dalam kurun lima tahun.

 

Nah, itu dia rangkuman Popmama.com mengenai canggihnya trotoar piezoelektrik di Jepang. Melihat banyaknya mobilitas pejalan kaki di Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia, mungkin tidak ya Indonesia juga mengimplementasikan teknologi yang sama? Kita lihat saja, ya, Ma!

Share
Topics
Editorial Team
Irma ediarti mardiyah
Erick akbar
Irma ediarti mardiyah
EditorIrma ediarti mardiyah
Follow Us

Latest in Big Kid

See More

Contoh & Ciri Gerak Manipulatif dalam Olahraga, Materi PJOK Kelas 4 SD

04 Des 2025, 18:38 WIBBig Kid