Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Jangan Sembarangan Memilih! Kenali Bahaya Pemakaian Kosmetik untuk Anak

Anak perempuan mencoba memakai penebal alis
Pexels/Escola de Dança Razões do Corpo

Di era media sosial dan tren digital ini, semakin banyak anak-anak sejak usia dini, mulai menggunakan produk kosmetik. Sayangnya, tidak semua orangtua menyadari bahwa banyak kosmetik anak yang beredar di pasaran ternyata mengandung bahan berbahaya yang bisa membahayakan kesehatan kulit dan tubuh anak dalam jangka panjang.

Lantas, apa saja efek penggunaan makeup terhadap kesehatan kulit anak? Salah satu dampak yang paling umum adalah iritasi kulit, yang ditandai dengan kemerahan, gatal, kering, atau bahkan munculnya jerawat akibat penggunaan makeup yang terlalu sering. 

Bila kondisi ini terjadi, sebaiknya segera konsultasikan ke dokter untuk mendapatkan penanganan yang tepat. 

Selain itu, anak juga berisiko mengalami kulit keriput karena apabila kosmetik yang digunakan tidak cocok dengan kulit rentan anak, justru bisa menghambat regenerasi sel kulit baru, sehingga kulit tampak mengerut dan kusam, bahkan membuat anak terlihat lebih tua dari usianya. 

Tak hanya itu, tekstur kulit kasar juga bisa muncul, terutama karena anak-anak umumnya belum disiplin membersihkan wajah dengan benar. Jika sisa kosmetik tidak dibersihkan secara menyeluruh, maka dapat menyumbat pori-pori dan memicu berbagai masalah kulit lainnya.

Di artikel ini, Popmama.com akan menjelaskan bahaya kosmetik bagi anak. Apa saja, sih, dampak menggunakan kosmetik yang tidak sesuai dengan umurnya?

1. Bahan yang beracun ketika dipakai anak

Anak perempuan melukis wajahnya
Pexels/Anastasia Shuraeva

Meski tampak lucu dan menarik, banyak produk kosmetik dan perawatan tubuh yang ditujukan untuk anak, yang sering kali dikenal sebagai Children’s Makeup and Body Products (CMBPs) mengandung bahan berbahaya yang tidak ramah bagi kesehatan anak. 

Beberapa di antaranya mengandung logam berat seperti timbal (lead), kadmium, dan kromium, yang dapat menumpuk dalam tubuh dan menimbulkan dampak serius jika terpapar dalam jangka panjang. 

Tak hanya itu, produk-produk ini juga sering mengandung bahan pengganggu hormon (endocrine disruptors) seperti ftalat dan paraben, yang dapat memengaruhi sistem hormon anak yang masih dalam tahap perkembangan.

Temuan ini diperkuat oleh riset ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal International Journal of Environmental Research and Public Health (2023), yang menemukan bahwa paparan bahan kimia dari kosmetik anak-anak dapat memberikan efek negatif pada kesehatan reproduksi, perkembangan otak, dan sistem kekebalan tubuh. 

Karena kulit anak jauh lebih sensitif dan menyerap zat lebih cepat dibandingkan kulit orang dewasa, risiko paparan ini menjadi semakin besar. Maka, penting bagi orangtua untuk lebih cermat membaca label, menghindari produk yang mengandung bahan berisiko, dan tidak sembarangan membiarkan anak menggunakan kosmetik tanpa pengawasan.

Beberapa produk juga mengandung retinol dan asam eksfoliasi seperti glycolic acid atau salicylic acid, yang sebenarnya dirancang untuk kulit dewasa. Kulit anak yang masih tipis dan sensitif bisa mengalami mikrotrauma, iritasi, atau bahkan kerusakan pada lapisan pelindung kulit. Akibatnya, kulit menjadi lebih rentan terhadap infeksi dan reaksi alergi.

2. Kulit anak yang lebih rentan

Anak perempuan memakai lipgloss
Pexels/Anastasia Shuraeva

Kulit anak-anak berbeda dengan kulit orang dewasa. Lapisan pelindung kulit mereka lebih tipis, lebih sensitif, dan belum berkembang sempurna. 

Ini berarti kulit mereka lebih mudah menyerap zat-zat kimia yang terkandung dalam produk kosmetik. Bahkan dalam jumlah kecil, paparan bahan berbahaya secara terus-menerus bisa menyebabkan efek jangka panjang yang serius.

Dokter Reza Fahlevi, Sp.A dalam rilis KlikDokter, mengatakan bahwa penggunaan kosmetik pada anak sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini berisiko mengiritasi kulit dan menyebabkan infeksi.

“Produk makeup mengandung bahan alami dan kimia juga yang sebenarnya tidak terlalu baik untuk kulit. Lagipula, struktur kulit pada anak dan orang dewasa berbeda. Anak memiliki lapisan kulit yang masih tipis,” ujar dr. Reza.

3. Perilaku anak yang meningkatkan risiko

Anak perempuan berdandan untuk halloween
Pexels/Alesia Kozik

Anak-anak sering melakukan aktivitas seperti memasukkan tangan ke mulut, menggosok mata, atau menyentuh wajah setelah bermain. Jika mereka menggunakan kosmetik, ada kemungkinan zat-zat berbahaya yang menempel di tangan atau wajah ikut tertelan atau terserap melalui kulit dan selaput lendir, tanpa mereka sadari. 

Hal ini tentu berbahaya, mengingat banyak produk kosmetik anak yang mengandung bahan kimia seperti pewarna sintetis, pengawet, hingga logam berat. 

Selain itu, anak-anak juga cenderung menggunakan produk secara berlebihan atau tidak sesuai petunjuk, sehingga risiko paparan menjadi lebih besar. 

Ditambah lagi, besar kemunngkinan mereka sering berbagi kosmetik dengan teman tanpa menjaga kebersihan, yang bisa meningkatkan risiko penularan infeksi kulit atau iritasi.

4. Kurangnya regulasi ketat

Anak perempuan didandani ibunya
Pexels/Kaboompics.com

Di Indonesia, pengawasan terhadap kosmetik, termasuk produk untuk anak-anak, diatur oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). BPOM secara rutin melakukan pengawasan dan penindakan terhadap kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. 

Misalnya, pada triwulan I 2025, BPOM menemukan 16 produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya seperti merkuri, asam retinoat, hidrokuinon, timbal, dan pewarna merah K10. 

Sebagian besar produk tersebut diproduksi berdasarkan kontrak produksi, sementara sisanya merupakan produk impor. BPOM telah mencabut izin edar dan melakukan penghentian sementara kegiatan terhadap produk-produk tersebut.

Namun, meskipun BPOM telah melakukan pengawasan, peredaran kosmetik ilegal dan berbahaya masih menjadi masalah. Pada periode November 2023 hingga Oktober 2024, BPOM menemukan 55 produk kosmetik yang mengandung bahan berbahaya. 

Produk-produk tersebut meliputi, antara lain, mengandung merkuri, asam retinoat, hidrokinon, pewarna merah K3, pewarna merah K10, pewarna acid orange 7, dan timbal. Sebagian besar produk tersebut ditemukan melalui pengawasan di media daring.

BPOM juga menemukan 235 jenis kosmetik impor ilegal yang mengandung bahan berbahaya dan beredar di sejumlah kota besar di Indonesia. Nilai putaran ekonominya mencapai Rp 8,9 miliar. 

Barang-barang tersebut disita untuk dimusnahkan, dan BPOM bersama kepolisian melakukan penindakan hukum terhadap distributor dan pelaku usaha yang menggunakan atau memasarkan kosmetik ilegal tersebut secara ilegal .

Meskipun BPOM telah melakukan berbagai upaya untuk mengawasi dan menindak peredaran kosmetik berbahaya, tantangan dalam pengawasan tetap ada. Produk kosmetik ilegal dan berbahaya sering kali dijual secara daring dan sulit terdeteksi.

Perlu seleksi yang ekstra dari orangtua ketika ingin membeli kosmetik yang diklaim ‘ramah anak’. Lihat dulu, apakah sudah dilegalkan oleh BPOM?

5. Terpengaruh sosial media

Anak perempuan didandani temannya
Pexels/Kampus Production

Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk cara pandang anak-anak terhadap kecantikan dan penggunaan kosmetik. Rata-rata anak-anak gen alpha yang tumbuh di era digital, menghabiskan kurang lebih 3 jam sehari di depan layar. 

Dalam waktu tersebut, mereka terpapar berbagai konten yang menampilkan tren kecantikan, tutorial makeup, hingga promosi produk dari influencer yang belum tentu dapat menjamin kualitasnya.

Sayangnya, banyak dari influencer tersebut tidak menyampaikan informasi tentang risiko atau kandungan berbahaya dalam produk yang mereka promosikan, sehingga anak-anak cenderung menganggap produk tersebut aman dan bahkan merasa perlu menggunakannya agar bisa tampil "cantik" seperti idola mereka.

Algoritma media sosial juga secara aktif menampilkan iklan produk kecantikan yang disesuaikan dengan minat pengguna muda. Akibatnya, anak-anak terus-menerus dibombardir oleh pesan visual bahwa penampilan adalah hal utama, dan kosmetik adalah cara untuk mencapainya. 

Hal ini menciptakan tekanan sosial dan membentuk persepsi yang salah bahwa nilai diri bergantung pada seberapa menarik penampilan mereka secara fisik.

Bagi orangtua, ini menjadi tantangan besar. Di satu sisi, mereka ingin mendukung ekspresi diri anak. Namun di sisi lain, mereka juga perlu melindungi anak dari pengaruh media sosial yang bisa mendorong penggunaan produk kosmetik secara dini dan tanpa pengawasan. 

Oleh karena itu, selain mencoba mengomunikasikan bahaya kosmetik bagi anak, penting bagi orangtua untuk juga aktif berdiskusi dengan anak tentang konten yang mereka lihat dan membantu anak membangun rasa percaya diri yang tidak bergantung pada penampilan luar semata.

Biarkan anak mengekspresikan diri, tapi pastikan keselamatan mereka tetap menjadi prioritas utama.

Ma, itu dia bahaya kosmetik bagi anak. Sekarang, yuk lebih hati-hati dalam melihat bahan kosmetik anak. Apabila ragu, Mama bisa mencoba meyakinkan mereka untuk tidak perlu memakai kosmetik sebelum menginjak usia remaja.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us