"Anak-anak belum mampu membedakan fantasi dan kenyataan. Visual yang 'hyper-absurd' dapat memicu pelepasan dopamin secara berlebihan, yang berdampak pada fokus dan emosi,"
Anomali Brain Rot: Anak Belum Bisa Bedakan Hal Nyata atau Tidak!

Mama, belakangan ini anak-anak dihebohkan dengan sebuah fenomena yaitu anomali brain rot. Fenomena ini merupakan sebuah tontonan absurd di media sosial yang diam-diam mengancam anak.
Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Konten visual yang aneh seperti hiu berkaki memakai sepatu, manusia berbentuk kayu, dan masih banyak lagi. Konten ini dapat membuat anak mengalami penurunan daya pikir kritis apabila dibiarkan.
Anak-anak yang terjebak dalam konsumsi konten semacam ini cenderung lebih mudah marah, bicara ketus, dan menarik diri dari lingkungan sekitar.
Hingga fenomena ini menarik perhatian akademisi IPB, salah satunya Dr. Melly Latifah, dosen IPB dari Divisi Perkembangan Anak, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia.
Menurut Dr. Melly Latifah, seperti yang melansir dari laman IPB, menyebutkan bahwa dibalik kelucuan dan keanehan 'hyper-absurd' tersebut, memiliki dampak serius terhadap perkembangan anak dan remaja.
Dirinya menilai, paparan berlebihan terhadap konten seperti itu perlu diwaspadai, terutama bagi anak usia dini.
Oleh karena itu, Popmama.com akan merangkum informasi mengenai waspada anomali brain rot dan cara melindungi anak dari dampak negatif.
Risiko Paparan Anomali Brain Rot pada Anak

Risiko yang terjadi apabila anak terlalu sering terpapar konten anomali brain rot adalah gangguan realitas dan bahasa.
Dr. Melly Latifah menjelaskan bahwa anak usia dini berada pada fase praoperasional menurut teori Piaget. Pada fase ini, anak belum mampu membedakan dengan baik antara fantasi dan kenyataan.
jelasnya pada (2/7/2025) dari laman IPB. Selain itu, narasi yang tidak berhubungan dapat menghambat pemahaman struktur bahasa anak.
Pola Pikir Tidak Logis Merupakan Dampak pada Remaja

Tak hanya untuk kalangan anak-anak, fenomena ini berdampak juga bagi kalangan remaja. Paparan konten absurd secara terus menerus dapat membentuk pola pikir tidak logis.
Menurut Dr. Melly Latifah paparan konten ini dapat mengurangi kemampuan berpikir sistematis pada remaja.
Selain itu, konten semacam ini juga dapat mengikis empati karena sering kali menghilangkan konteks emosional dari suatu peristiwa.
6 Langkah untuk Melindungi Anak dari Dampak Negatif Konten Anomali

Namun, dibalik buruknya fenomena konten anomali brain rot ini tidak sepenuhnya berbahaya. Konten seperti ini akan merangsang kreativitas dan fleksibilitas kemampuan berpikir apabila dikelola dengan pendekatan yang tepat.
Bagi remaja, konten ini dapat menjadi sarana melatih kemampuan mengenaj pola atau pattern recognition.
"Konten absurd menciptakan semacam 'cognitive playground' yang melatih deteksi anomali, keterampilan ini yang sangat penting di era banjir informasi seperti saat ini," ungkap Dr. Melly Latifah pada laman IPB (2/7/2025).
Untuk melindungi anak dari dampak negatif konten anomali ini, Dr. Melly Latifah menyarankan enam langkah yang dapat dilakukan orangtua, yaitu:
Bangun literasi digital
Batasi akses sosial media anak
Ubah konsumsi aktif menjadi pasif
Latih cognitive anchoring
Edukasu mengenai bahaya absurditas
Lakukan digital detox bagi anak
Dampak Brain Rot bagi Anak

Brain rot merupakan sebuah kondisi psikologis akibat gaya hidup digital pada saat ini yang dipenuhi dengan menggunakan media sosial tanpa henti, menonton konten digital yang berlebihan dan tidak bermanfaat.
Perilaku ini bisa menyebabkan cognitive overload, kelelahan mental, dan berkurangnya fokus. Paparan berlebihan terhadap video berdurasi pendek mengubah preferensi otak terhadap stimulasi cepat.
Gejala awal brain rot yang perlu diketahui oleh Mama adalah anak sulit berkonsentrasi, sering lupa instruksi sederhana, berbicara patah-patah, atau kosa katanya menurun.
Dr. Melly Latifah juga mengingatkan bahwa setiap usia anaka menunjukkan gejala yang berbeda-beda.
Itulah waspada anomali brain rot dan cara melindungi anak dari dampak negatif. Mama perlu mendampingi anak dalam menggunakan media sosial.
Namun Mama tidak perlu terlalu khawatir, jika Mama dapat mendampingi anak dengam baik, fenomena ini dalat menjadi kreativitas pada anak.