Baca artikel Popmama lainnya di IDN App
For
You

Kesulitan Berkonsentrasi, Inilah Gejala Brain Rot pada Anak

Otak manusia
Freepik/kjpargeter

Mama, di era digital ini, anak-anak semakin terpapar berbagai informasi dan hiburan dari media sosial serta konten online lainnya.

Namun, tahukah Mama bahwa paparan berlebihan terhadap konten yang kurang berkualitas bisa menimbulkan fenomena yang disebut "brain rot"?

Istilah ini, yang secara harfiah berarti "pembusukan otak", menggambarkan kondisi menurunnya kemampuan berpikir dan kognitif.

Brain rot bukan diagnosis medis formal, tetapi dampaknya pada anak sangat signifikan, terutama karena otak mereka sedang dalam masa perkembangan pesat.

Apabila dibiarkan, kondisi ini dapat menghambat kemampuan berpikir kritis, konsentrasi, dan bahkan memengaruhi kesehatan mental anak.

Oleh karena itu, Popmama.com akan membahas lebih lanjut mengenai gejala brain rot pada anak yang perlu Mama waspadai, serta penyebab dan cara mencegahnya agar tumbuh kembang si Kecil tetap optimal.

1. Kesulitan berkonsentrasi

Kesulitan berkonsentrasi
Freepik/photoroyalty

Mama, kesulitan berkonsentrasi merupakan salah satu tanda utama brain rot pada anak karena paparan berlebihan terhadap konten digital yang sifatnya cepat, repetitif, dan kurang menantang otak membuat anak sulit fokus dalam waktu lama.

Otak anak yang terus-menerus "dimanjakan" dengan rangsangan instan dari video pendek atau media sosial cenderung kehilangan kemampuan untuk bertahan pada aktivitas yang membutuhkan perhatian berkelanjutan, seperti belajar atau bermain yang menuntut pemikiran mendalam.

Kondisi ini mirip dengan kelelahan otak di mana fungsi kognitif menurun, sehingga rentang perhatian anak menjadi sangat pendek dan kemampuan konsentrasi melemah.

2. Penurunan daya ingat

Kesulitan mengingat
Freepik

Terlalu banyak terpapar konten digital yang tidak bermutu, akan membuat otak anak sulit menyimpan informasi dan mengolah informasi dengan baik.

Saat anak terlalu sering mengonsumsi konten yang bersifat repetitif, dangkal, dan kurang menantang, otak mereka menjadi terbiasa dengan rangsangan yang instan dan cepat, sehingga kemampuan mengingat hal-hal penting menurun.

Anak-anak yang terpapar konten media sosial yang terlalu cepat, pendek, dan tidak mendalam, cenderung mengalami penurunan kemampuan fokus, kesulitan berkonsentrasi, dan gangguan daya ingat. 

3. Mudah bosan dan kehilangan minat

Anak merasa bosan
Freepik

Konten seperti video pendek di media sosial atau game yang bersifat adiktif membuat otak anak terbiasa mendapatkan kepuasan instan tanpa perlu berpikir lebih dalam.

Akibatnya, anak menjadi cepat jenuh dan sulit menikmati aktivitas yang membutuhkan waktu dan fokus lebih lama, seperti membaca, belajar, atau bermain kreatif.

Selain itu, kebiasaan ini juga membuat anak kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya disukai, seperti bermain di luar rumah atau berinteraksi dengan keluarga.

Ketergantungan pada gadget dan media sosial semakin memperparah kondisi ini karena anak lebih memilih stimulasi digital yang instan daripada aktivitas yang merangsang perkembangan otak secara sehat

4. Ketergantungan terhadap media sosial

Anak kecanduan media sosial
Freepik

Penggunaan media sosial yang berlebihan membuat otak anak terus-menerus menerima rangsangan cepat dan dangkal tanpa kesempatan untuk berpikir lebih dalam.

Konten di platform seperti TikTok, Instagram, atau YouTube Shorts biasanya berdurasi singkat dan dirancang untuk memberikan kepuasan instan, sehingga anak menjadi terbiasa dengan stimulasi yang cepat dan mudah, tetapi kurang edukatif.

Lebih jauh, paparan konten yang tidak bermutu dan kecanduan media sosial bisa memicu stres, kecemasan, hingga perasaan cemas berlebihan (FOMO), yang berdampak negatif pada kesehatan mental anak.

5. Gangguan tidur

Gangguan tidur pada anak
Freepik

Penggunaan gadget berlebihan sebelum tidur dapat mengganggu kualitas dan pola tidur pada anak.

Penggunaan gadget atau menonton video di layar elektronik memicu otak tetap aktif dan sulit rileks karena cahaya biru dari layar menghambat produksi hormon melatonin yang berperan mengatur siklus tidur.

Gangguan tidur ini tidak hanya membuat anak merasa lelah dan kurang segar saat bangun, tetapi juga berdampak negatif pada fungsi otak, seperti menurunnya kemampuan konsentrasi.

Kondisi ini memperparah efek brain rot karena otak tidak mendapatkan waktu istirahat yang cukup untuk memperbaiki dan menguatkan fungsi kognitifnya.

6. Mata lelah dan sakit kepala

Anak sakit kepala
Freepik/krakenimages.com

Menatap layar lama tanpa jeda atau menonton konten yang tidak berkualitas akan menyebabkan mata lelah dan sakit kepala pada anak.

Ketika anak terus-menerus fokus pada layar dalam waktu lama tanpa istirahat, otot-otot mata menjadi tegang dan kelelahan, menyebabkan mata terasa pegal, kering, dan sakit.

Selain itu, paparan cahaya biru dari layar gadget juga dapat memicu ketegangan pada saraf mata dan otak, yang berkontribusi pada munculnya sakit kepala.

Kondisi ini sering diperparah jika anak tidak cukup beristirahat atau menggunakan gadget di tempat dengan pencahayaan yang kurang ideal.

7. Perasaan cemas, stres, atau perubahan suasana hati

Mengalami kecemasan
Freepik

Konten-konten yang bersifat repetitif dan dangkal ering memicu perbandingan sosial negatif di media sosial dapat menimbulkan perasaan gelisah dan takut ketinggalan informasi, yang membuat anak mudah merasa cemas dan stres.

Selain itu, overstimulasi dari konten visual dan auditori yang berlebihan dapat mengganggu regulasi emosi anak, sehingga mereka menjadi lebih mudah marah, sedih, atau mengalami perubahan suasana hati yang tidak stabil tanpa alasan jelas.

Ketergantungan pada gadget dan media sosial juga dapat memperparah kondisi ini karena anak sulit melepaskan diri dari rangsangan digital yang terus-menerus, sehingga kesehatan mentalnya terganggu.

Ma, sekarang Mama sudah mengetahui gejala brain rot pada anak. Segeralah pantau anak Mama saat menggunakan gadget dan bermedia sosial!

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Novy Agrina
EditorNovy Agrina
Follow Us